Lompat ke konten

Mengungkap Sejarah dan Edukasi Kejiwaan di Museum Kesehatan Jiwa

Foto Jajaran Menteri Kesehatan RI di Museum Kesehatan Jiwa Lawang (PERSPEKTIF/Anggi)

Kesehatan mental semakin menjadi perhatian penting di tengah masyarakat Indonesia saat ini, seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesejahteraan mental di samping kesehatan fisik. Namun, tak banyak yang tahu bahwa sejarah panjang penanganan kesehatan jiwa di Indonesia sudah dimulai lebih dari seabad yang lalu. Salah satu tempat yang menawarkan pandangan mendalam mengenai sejarah ini adalah Museum Kesehatan Jiwa di Lawang, Kabupaten Malang.

Didirikan pada 23 Juni 2009, museum ini merupakan bagian dari Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat, yang berdiri sejak 1902. Tidak hanya menjadi gudang artefak bersejarah, museum ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi publik tentang bagaimana penanganan kesehatan mental berkembang di Indonesia—sebuah upaya yang sangat relevan di tengah semakin kompleksnya tantangan kesehatan mental di era modern ini.

Menelusuri Sejarah melalui Koleksi Penuh Cerita

Wawancara Tim Perspektif dengan Aji, Pengurus Museum Kesehatan Jiwa Lawang (PERSPEKTIF/Suci)

Setiap langkah di dalam Museum Kesehatan Jiwa membawa pengunjung melewati lorong-lorong waktu, di mana sejarah dan kedalaman makna setiap benda yang dipamerkan memberi gambaran tentang bagaimana perawatan kesehatan mental di masa lalu masih sangat terbatas. Di sepanjang perjalanan, museum ini menyuguhkan koleksi unik yang menggambarkan perkembangan dunia medis, mulai dari suntikan, alat pemotong otak, hingga rekam medis kuno.  Mungkin salah satu koleksi yang paling menarik perhatian adalah sebuah samurai yang pernah digunakan oleh tim pengamanan rumah sakit pada zaman dahulu—sebuah bukti bahwa keamanan di rumah sakit pada masa itu sangat berbeda dengan praktik modern.

“Awal berdirinya untuk mengoleksi barang-barang yang pernah bersarang di Rumah Sakit. Jadi, terutama koleksi-koleksi itu yang ada keterkaitannya dengan hal-hal medis,” kata Aji Wahyu Giarto, pengurus museum, dengan antusias.

Pengalaman menjelajahi koleksi ini bagaikan mesin waktu yang membawa pengunjung melintasi sejarah penanganan kesehatan jiwa di Indonesia. Mulai dari alat-alat perawatan yang terlihat primitif hingga teknologi medis yang lebih canggih, museum ini menggambarkan evolusi perawatan kesehatan mental dengan cara yang sangat nyata dan mendalam.

Selain itu, museum ini juga menyimpan sejumlah dokumen dan rekam medis kuno yang menjadi bukti sejarah perjalanan pengobatan pasien dengan gangguan mental di Indonesia. Pengunjung dapat melihat bagaimana sistem pencatatan medis berkembang, serta bagaimana prosedur perawatan pasien pada masa lalu dilakukan. Koleksi ini, meskipun tampak sederhana, memberi pandangan baru tentang bagaimana perawatan mental sudah lama menjadi bagian dari sistem kesehatan di Indonesia.

Menghubungkan Masa Lalu dengan Masa Kini: Edukasi Kesehatan Jiwa

Selain menjadi saksi sejarah, Museum Kesehatan Jiwa juga memainkan peran penting dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental. Museum ini bukan sekadar tempat pameran, tetapi juga sebuah jembatan edukasi yang terintegrasi dengan layanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat.

Kepada Tim LPM Perspektif, Aji menjelaskan pentingnya keterhubungan museum dengan rumah sakit. “Kalau buka website rumah sakit, pasti ada informasi tentang museum. Jadi, edukasinya nyambung dengan rumah sakit,” ucapnya. Hal ini menunjukkan bahwa museum ini bukan hanya sarana edukasi historis, tetapi juga memiliki peran kontemporer dalam mendukung pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental di masa kini.

Upaya edukasi ini semakin relevan di tengah tantangan global yang dihadapi masyarakat modern, seperti stres, depresi, dan gangguan kecemasan. Museum ini membantu masyarakat memahami bahwa kesehatan mental bukanlah isu baru, melainkan sesuatu yang telah dihadapi manusia selama berabad-abad, meskipun dengan pendekatan yang berbeda di setiap zaman.

Tantangan Merawat Sejarah

Salah Satu Pasung Kayu yang menjadi Koleksi Museum Kesehatan Jiwa Lawang (PERSPEKTIF/Anggi)

Kendati museum ini menyimpan banyak kekayaan sejarah, merawat benda-benda tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah. Aji dan timnya bekerja keras setiap hari untuk menjaga agar koleksi museum tetap terawat, mengingat usianya yang sudah sangat tua. Koleksi seperti rekam medis dan peralatan medis antik yang sangat rentan terhadap kerusakan memerlukan perlindungan khusus.

“Barang-barang museum itu kan harus dirawat. Tiap pagi sampai sore kita rawat barang koleksinya. Supaya rekam medis nggak hancur, diamankan di kotak kaca seperti itu” jelas Aji sambil menunjuk rekam medis yang disimpan di dalam kotak kaca. Kotak kaca ini melindungi rekam medis dari kerusakan yang disebabkan oleh kelembapan dan faktor lingkungan lainnya.

Tantangan yang dihadapi oleh tim museum ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah koleksi yang harus dirawat. Menurut Aji, beberapa artefak telah menunjukkan tanda-tanda kerusakan dan memerlukan perawatan khusus untuk menjaga keasliannya.

Pengembangan Museum untuk Pengalaman yang Lebih Baik

Museum Kesehatan Jiwa tidak hanya bertumpu pada masa lalu; mereka juga merencanakan pengembangan untuk masa depan. Seiring bertambahnya koleksi artefak medis, ruang penyimpanan museum semakin terbatas. Sebuah gedung tua bekas koperasi yang terletak di sebelah museum telah diajukan sebagai kandidat untuk pengembangan, dengan harapan bisa menampung koleksi-koleksi baru yang terus berdatangan.

“Kita ajukan, misal perbaikan ruangan, broken room, itu kita ajukan ke rumah sakit. kalau rumah sakit menyetujui baru ada realisasi untuk perbaikan, ada realisasi untuk perawatan,” terang Aji

Namun, kebutuhan untuk pengembangan museum tak berhenti di situ. Dengan semakin banyaknya koleksi yang datang, museum ini mulai kehabisan ruang untuk menyimpan artefak-artefak baru. Sebuah gedung tua bekas koperasi yang terletak di sebelah museum sedang dipertimbangkan untuk dijadikan tambahan ruang pameran. “Kalau pengembangan ada, karena barang-barang koleksi kita sudah penuh, jadi nggak ada ruangan untuk tempat koleksi baru,” pungkas Aji.

(awa/cea/sj/bob)

(Visited 86 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?