Lompat ke konten

Dilarang Masuk Kelas Saat Telat Satu Menit: Bukan Disiplin, Tapi Pembatasan Kesempatan Belajar

Ilustrasi: Anggi
Oleh: Puri Rahayu Wilujeng *

Bayangkan Anda sebagai mahasiswa memulai pagi dengan semangat. Anda mempertimbangkan waktu yang cukup untuk bersiap dan berangkat kuliah. Namun, di perjalanan terjadi hal yang tak terduga. Ada perbaikan di jalan yang selalu Anda lalui, yang menimbulkan kemacetan, sehingga Anda harus memutar untuk sampai ke kampus. Anda berusaha secepat mungkin sampai di kampus. Berlari menaiki tangga, biarpun kelas Anda tak hanya satu-dua lantai. Kelas Anda semakin terlihat, dan teman-teman sekelas melihat Anda berlari dari luar, seolah menyemangati. Sayangnya, ketika sampai, dosen sudah berdiri di depan pintu yang tertutup, menolak Anda masuk hanya karena terlambat satu menit.

Situasi ini bukanlah cerita yang langka. Banyak mahasiswa mengalami hal serupa. Aturan yang ketat seperti ini seakan menunjukkan bahwa keterlambatan beberapa menit dianggap lebih penting daripada hak belajar. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar efektif dalam membentuk disiplin, atau justru menghalangi mahasiswa dari kesempatan belajar yang mereka butuhkan?

Disiplin yang Efektif Seharusnya Mendidik

Disiplin dalam konteks pendidikan seharusnya lebih fokus pada mendidik dan mengembangkan tanggung jawab, bukan sekadar menghukum berlebihan. Tujuannya adalah untuk menciptakan kepatuhan dalam diri dan membentuk kebiasaan baik. Disiplin ada untuk mendorong seseorang mencapai tujuannya dan lebih menghargai dirinya. Aturan melarang mahasiswa masuk kelas hanya karena terlambat beberapa menit justru kontraproduktif, terutama jika keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol, seperti kemacetan. Setidaknya semangat belajar mahasiswa perlu dihargai. Hukuman seperti ini tidak akan membentuk kebiasaan positif, melainkan justru menurunkan semangat belajar mahasiswa.

Seperti yang dinyatakan oleh Saputra (2023), pemberian hukuman hanya menghasilkan efek positif jangka pendek, karena motivasi disiplin berasal dari luar diri, bukan dari kesadaran internal mahasiswa. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sejati, aturan disiplin harus seimbang—memberikan ruang bagi mahasiswa untuk belajar dari kesalahan tanpa menekan mereka dengan sanksi yang tidak proporsional.

Dampak Negatif Aturan yang Terlalu Ketat

Larangan masuk kelas akibat keterlambatan kecil tidak hanya menutup pintu kelas secara harfiah, tetapi juga membatasi ruang belajar dan kesempatan mahasiswa untuk berpartisipasi dalam diskusi, mempelajari materi, dan berinteraksi dengan dosen serta teman-teman sekelas. Hal ini terutama merugikan bagi mahasiswa yang umumnya tertib aturan tetapi terjebak dalam situasi yang tidak terhindarkan. Padahal, pendidikan adalah proses yang seharusnya inklusif, memberi ruang untuk belajar dari berbagai situasi, termasuk dari kesalahan seperti keterlambatan.

Aturan yang ketat ini juga mengabaikan kenyataan bahwa kondisi di luar kendali sering kali terjadi dan dapat mempengaruhi ketepatan waktu. Dengan menerapkan kebijakan yang lebih fleksibel, dosen tidak hanya memberikan kesempatan yang lebih adil bagi mahasiswa, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif. Fleksibilitas bukan berarti melonggarkan disiplin, melainkan mencerminkan kebijakan yang lebih manusiawi dan adil.

Pentingnya Aturan yang Fleksibel dan Bijaksana

Untuk menciptakan suasana belajar yang lebih inklusif, dosen bisa menerapkan aturan yang lebih fleksibel. Misalnya, dosen dapat menerapkan sistem toleransi keterlambatan beberapa menit atau memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum memberlakukan sanksi yang lebih berat. Pendekatan ini tidak hanya mengajarkan mahasiswa untuk menghargai waktu, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka dipahami dan didukung dalam proses pembelajaran mereka.

Aturan disiplin yang fleksibel dan bijaksana adalah cerminan dari nilai-nilai pendidikan yang inklusif, yang tidak hanya mendorong terciptanya kebiasaan baik, tetapi juga menghormati situasi unik yang dihadapi setiap individu. Ketika mahasiswa merasa dipahami, mereka akan lebih termotivasi untuk mengikuti aturan dengan kesadaran dari dalam, bukan karena takut dihukum.

Melarang mahasiswa masuk kelas karena terlambat satu atau dua menit bukanlah bentuk disiplin yang efektif. Aturan semacam ini lebih terlihat sebagai pembatasan kesempatan belajar, yang seharusnya menjadi hak setiap mahasiswa. Sebagai tenaga pendidik, dosen perlu mempertimbangkan kembali aturan semacam ini dan lebih mengedepankan kebijakan yang adil dan fleksibel. Dengan begitu, tujuan pendidikan yang sesungguhnya—yakni menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan setiap individu—dapat tercapai dengan lebih baik.

(Visited 144 times, 1 visits today)
*) Puri Rahayu Wilujeng merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2023 dan saat ini aktif sebagai staf magang Divisi Litbang LPM Perspektif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?