Jakarta, PERSPEKTIF– Atmosfer sore hari Kota Jakarta kian memanas. Matahari melengser ke arah barat, menandakan hari Jumat (23/8) akan segera berakhir. Tetapi bagi pagar beton yang tinggi dan kokoh gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), ini barulah permulaan hari yang panjang. Ia menyaksikan ribuan massa aksi memadati satu sisi pagar dan ratusan anggota berseragam hitam di sisi seberangnya. Lautan manusia ini didominasi oleh pemuda mengenakan jas almamater kampus, lengkap dengan bendera dan alat orasinya.
Bagaikan sebuah tradisi, Pilkada serentak senantiasa menjadi pemicu dari huru-hara politik di Indonesia. Tak terkecuali di Tahun 2024, yang berhasil melahirkan tanda pagar (tagar) baru di media sosial bertajuk #KawalPutusanMK. Tagar tersebut menjadi perhatian publik pasca sebuah simbol Garuda Indonesia berlatar belakang biru tua bertuliskan “Peringatan Darurat” ramai diunggah oleh tokoh-tokoh ternama di berbagai platform sebagai tanda perlawanan rakyat terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang dianggap ingkar dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Adapun, gerakan ini bukan sekadar ungkapan kekecewaan di dunia maya, lebih dari itu, kegeraman publik menjelma menjadi rangkaian aksi demonstrasi yang digelar dalam banyak waktu berdekatan di banyak titik wilayah Indonesia.
Cerita menarik tentang semangat peserta aksi dalam membela hak-hak mereka tak lepas dari adanya dukungan peran-peran lain yang terlibat di sekitar tempat gelaran aksi demonstrasi. Di antaranya adalah para penyedia logistik yang hadir atas berbagai motivasi. Beberapa di antaranya melihat lokasi aksi sebagai ladang untuk mencari rezeki, sedangkan yang lain hadir untuk membantu tanpa menuntut timbal balik berupa materi.
Ragam Tekad Penyedia Logistik
Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain adalah pekerjaan seorang pedagang asongan, tak letih dirinya menenteng barang dagangan dan menawarkannya kepada pembeli. “Hal yang dicari adalah keramaian,” begitu menurut Benabangun yang merantau dari Medan untuk berjualan di Kota Jakarta. Barang yang dijual pun beragam, dari tahu goreng sampai telur puyuh rebus. Pembeli biasanya perlu merogoh kocek sebesar tiga ribu sampai tujuh ribu rupiah untuk menikmati cemilan-cemilan tersebut. Dalam sehari, Benabangun, baru akan pulang ketika keramaian di semua titik kotanya mereda, biasanya saat malam hari di mana kota dan segala keramaian manusianya berpulang pada peraduannya, menyisakan malam dan kesendiriannya. Bagi seorang pedagang asongan, jumlah penghasilan yang didapat dari hari ke hari terkadang tidak pernah menentu dan aksi demonstrasi membawa keberuntungan tersendiri untuk mereka, hal tersebut tak terkecuali dirasakan oleh Benabangun.
“Paling banyak, mentoknya Rp 800 ribu. Itu sudah paling mentok, sudah capek banget, sudah bawa (barang dagangan, red) double. Biasanya (karena, red) ada yang ngeborong, ada yang kasihan, kadang begitu,” ucap Benabangun saat ditanya mengenai pendapatan yang bisa didapat dari mendatangi lokasi aksi demonstrasi di Kota Jakarta (23/8).
Benabangun hadir di hari pertama dan hari kedua aksi demonstrasi #KawalPutusanMK di Gedung DPR RI. Sebelumnya, ia sedang berkeliling di kemacetan area Karet Semanggi, Jakarta Selatan. Akan tetapi, setelah mendapat informasi mengenai massa demonstran yang mulai membludak, ia segera berpindah tempat.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai pendapatan hariannya, Benabangun menuturkan jika omset yang paling sedikit ia dapatkan berkisar pada Rp 300 ribu dan hal tersebut belum termasuk jumlah setoran yang harus diberikan kepada penyedia barang dagangannya.
“Kalau paling sedikit (pendapatan per-hari, red) Rp 300 ribu, itu omset. Bukan untung, itu omset. Kan, harus setoran ke bos.” imbuh Benabangun.
Tak hanya aksi demonstrasi, Benabangun juga kerap mendatangi lokasi parade atau aksi solidaritas yang berlangsung di Jakarta. Misalnya, aksi solidaritas terhadap kemerdekaan Palestina yang kerap kali digelar sejak beberapa tahun belakangan.
“Pokoknya acara apa aja, saya ikut. Pokoknya, ada massa, ya, saya jualan.” tutur Benabangun.
Sokongan Penuh untuk Anak Muda
Sementara Benabangun hadir untuk berjualan, lain halnya dengan Ummu Jua yang hadir untuk membagikan minuman gratis bersama suaminya. Ummu Jua menaiki sebuah truk pick-up yang di atasnya tergelar kain terpal tebal sebagai atap mobil. Di tengah pick-up tersebut, ia duduk bersama ember food grade penuh berisi sirup blueberry untuk diberikan secara cuma-cuma kepada demonstran yang kehausan. Adapun, motivasi keterlibatannya sebagai penyedia logistik gratis adalah membantu generasi muda bangsa di usianya yang sudah tua.
“Saya sebagai orang yang sudah tua, ya, kita punya cucu, kita punya anak, yang juga mahasiswa. Jadi, bagaimana ya, caranya mungkin kita berjuang seperti mereka dengan fisik yang sudah gak mampu lagi. Ya, saya cuma bisa support dengan do’a, dengan harta yang saya punya, dan dengan jiwa raga saya.” jelas Ummu Jua (23/8).
Sejak 2019, Ummu Jua aktif membantu membagikan logistik gratis di gelaran aksi demonstrasi. Meskipun hanya membagikan logistik bukan berarti niat baik dirinya senantiasa mendapatkan jalan mulus, rintangan seringkali dihadapi, salah satunya tidak jarang dirinya harus bersinggungan dengan aparat yang berada di sekitar lokasi aksi demonstrasi.
“(Pernah, red) ditangkap di tengah-tengah (lokasi, red), tapi kita bilang, ‘lho, kita ini cuma logistik, membagi-bagikan makan dan minum gratis. Tidak ada inisiatif gimana-gimana.’ begitu.” tuturnya.
Selanjutnya, Ummu Jua turut menjelaskan bahwa tekadnya untuk mendapatkan pahala bersedekah menjadi dorongan utamanya hadir di lokasi aksi. Dalam pembiayaan logistiknya, ia menggunakan biaya pribadi tanpa ada bantuan dan ikatan dengan instansi-instansi tertentu.
“Kami selalu berikan pahala sedekah saya ini untuk kedua orang tua saya, untuk negara saya, dan untuk guru saya. Jadi nggak ada uang dari siapa-siapa. Kadang ada juga teman yang ingin berinfak, ya silakan.” tegas Ummu Jua.
Dalam sehari, Ummu Jua bisa membagikan hingga 7000 pieces gelas sirup blueberry. Seringkali, ia juga hadir bersama beberapa kenalan penyedia logistik gratis lain yang turut serta membagi-bagikan perbekalan berupa makanan, seperti nasi kepal dan ayam penyet. Menurut Ummu Jua, motivasi kenalan-kenalannya tersebut juga mengejar pahala sedekah, sama dengannya.
Kesan dan Pesan di Lokasi Aksi
Ummu Jua memandang demonstran, yang didominasi oleh mahasiswa, sebagai generasi muda yang peduli dengan nasib bangsa. Oleh karena itu, ia sangat berempati dengan usaha mereka.
“Saya empati banget dengan perjuangan mahasiswa yang selama ini terkenal dengan ego diri, padahal nggak, begitu. Mahasiswa di sini peduli lah dengan nasib bangsa.” terangnya.
Adapun, Ummu Jua menyampaikan keprihatinan saat melihat bentrok yang kerap terjadi antara dua sisi, demonstran dan aparat kepolisian. Ia berpendapat bahwa demonstran tidak perlu dijadikan sasaran kekerasan, berhubungan dengan motivasi asli mereka yang baik untuk Indonesia.
“Kalau saya sih, inginnya, jangan lah anak bangsa ini dibentur-benturkan dengan aparat. Jangan dibentur-benturkan juga dengan sesama anak bangsa. Pemimpin itu, ya, harus adil, harus bisa melihat situasi, jadi pemimpin itu jangan mengikuti keinginan sendiri.” tutur Ummu Jua sambil menunjuk kawanan mahasiswa di depan pagar Gedung DPR RI.
Sejalan dengan Ummu Jua, Benabangun turut berempati dengan perjuangan mahasiswa. Ia berpendapat bahwa suara demonstran penting didengar untuk memperbaiki pemerintahan negara.
“Menurut saya, mereka lah orang yang meluruskan negara ini. Yang penting jangan anarkis, begitu saja.” tutupnya.
Adanya aksi ini menunjukkan bahwa aksi demonstrasi tidak hanya berdampak pada suatu kebijakan tetapi juga menggerakkan masyarakat secara kolektif. Kontribusi antar golongan juga menunjukkan betapa besarnya solidaritas masyarakat Indonesia dalam menghidupkan demokrasi yang sehat di negeri.
(yha/bob/yn)