Malang, PERSPEKTIF–Sore hari yang kalanya hening menjadi genting. Kondisi ruang tamu memanas, para korban pelecehan meminta pelaku kekerasan seksual, WM, mengakui perbuatannya. Diskusi penuh emosi terpaksa ditempuh saat itu juga, karena pihak yang seharusnya menangani kasus ini tidak memberikan solusi yang memuaskan.
Jarum jam menunjukkan pukul 16.00 WIB, setelah melalui hari yang panjang, Kelompok X FISIP-FIB Bakti Desa Journey Arancia of Unveiling Triangle (FBD-JANTRA) terpaksa memulangkan salah satu anggotanya pada Kamis (04/07). Pasalnya, ia telah melakukan kekerasan seksual dan tindakan lainnya yang membuat seluruh anggota kelompok merasa tidak nyaman. Dalam sebuah forum internal, WM diminta untuk menjelaskan tindakannya terkait beberapa kejadian yang dialami anggota Kelompok X. Di hadapan seluruh anggota, WM mengakui semua perbuatannya.
Ketua Kelompok X, Agan (bukan nama sebenarnya), menyatakan bahwa gelagat aneh sudah ditunjukkan oleh WM sejak hari pertama mereka tiba di desa tempat kelompok X melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). “Kejanggalan pertama yang saya temukan itu adalah saat hari pertama sampai di lokasi KKN, pelaku membawa sebuah sebotol miras (minuman keras, red) berupa Arak Bali,” tuturnya. Agan menyebutkan bahwa dirinya sudah memperingatkan WM untuk membuangnya, tetapi WM menghiraukan teguran tersebut.
Jika saja Kelompok X tahu, ini hanyalah permulaan dari hari-hari sulit mereka yang akan datang. WM kian bernyali dan mulai mengganggu anggota kelompok lainnya. Dimulai dari celetukan tidak senonoh hingga tindakan langsung dan kontak fisik. “Dia sering mengamati teman-teman lawan jenis saat mereka beristirahat. Saat yang lain tertidur, dia malah masih terjaga dan berkeliling di lantai satu rumah,” jelas Agan.
Nia (bukan nama sebenarnya), salah satu korban turut memberikan pernyataan atas peristiwa tidak mengenakkan tersebut. “Pada Rabu (26/07), sekitar jam 01.00 lewat waktu setempat, Dia (WM, red) tiba-tiba memunculkan wajahnya dari depan kosen pintu yang menghadap tangga. Di depan kosen tersebut, dia (WM, red) berbaring dan melihat-lihat ruang tengah, serta beberapa kali ngobrol singkat dengan Dina (bukan nama sebenarnya),” terangnya. Merasa situasi ini tidak aman bagi dirinya dan teman-temannya, Nia menegur WM sebelum dia menghilang ke area dapur.
Pada hari yang sama, Dina yang sedang sakit, kaget menemukan bahwa ada sepasang mata yang mengawasi tidurnya. “Saya saat itu sakit, sehingga saya tidur pada siang hingga sore hari. Akan tetapi, saya merasa Dia (WM, red) bolak-balik mengintip beberapa menit saat saya tidur. Hal itu membuat saya risih dan kurang nyaman, tetapi karena keadaan saya kurang sehat, saya tidak kuat untuk menegur,” ujarnya.
Sementara di hari yang berbeda, kejadian lain dialami oleh Nana (bukan nama sebenarnya) yang dibuat tidak nyaman dengan kontak fisik yang dilakukan oleh WM. “Pada Selasa Malam (25/6) sekitar pukul 18.00 WIB, saya bermain PS (PlayStation, red) bersama teman-teman lainnya, termasuk WM. Kemudian, karena saya tidak mengerti cara memainkannya, akhirnya WM memberikan tutorial bermain. Dia mengarahkan stik PS yang sedang saya pegang dan duduk tepat di belakang saya,” ucap Nana menggambarkan suasana.
Tak berhenti di situ, rasa tidak nyaman yang dirasakan anggota kelompok X memuncak selepas WM melakukan pelecehan verbal dan menyelipkan candaan berbau seksual kepada teman-teman lawan jenisnya. “Saat kegiatan di salah satu pantai, pada saat foto bersama, pelaku melakukan gestur yang tidak sopan dan bisa dibilang sangat tidak nyaman serta melanggar batasan,” imbuh Agan menjelaskan bagaimana WM membuat rekan KKN tidak nyaman.
Akhirnya, merasa kejadian-kejadian ini semakin membuat mereka tidak nyaman dan tidak aman, Kelompok X mengadakan forum internal pada Kamis (04/07) untuk membahas tindakan-tindakan pelaku. Dalam forum tersebut, WM mengaku bahwa ia sengaja mengintip ke ruangan istirahat lawan jenis untuk melihat salah satu anggota lawan jenis secara spesifik. Bahkan, ia juga mengakui pernah melakukan pelecehan verbal lainnya saat melihat teman lawan jenisnya tertidur.
Pihak-pihak yang Lamban Bertindak
Menimbang bagaimana keselamatan anggotanya, Kelompok X sepakat untuk memulangkan pelaku, serta menghapus keanggotaannya dalam KKN JANTRA. Tak ingin hal ini menguap begitu saja, Kelompok X juga telah melaporkan tindakan tak senonoh WM ke Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Panitia JANTRA, serta Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) JANTRA Kelompok X.
Sebelumnya, pada Kamis (27/06), Agan melaporkan tindakan yang dilakukan WM kepada kedua DPL. Akan tetapi, Agan meminta penundaan teguran setelah WM menunjukkan indikasi perbaikan sikap setelah mengetahui dirinya dilaporkan. Akhirnya, DPL Kelompok X hanya meminta semua korban untuk membuat kronologi kejadian secara tertulis.
“Laporan pertama terjadi saat H+3 keberangkatan yaitu 27 Juni. Kita sudah melapor dan tindakannya masih tidak solutif dari DPL maupun pihak panitia. Walaupun dengan DPL sudah terkoordinasi, namun (saran yang diberikan, red) tidak terlalu solutif. Kemudian karena ada perkembangan (perilaku, red) juga jadi pada WM, saya bilang ditahan dulu karena saya berharap hal tersebut masih mampu diatasi,” jelas Agan.
Namun, perilaku baik WM tak bertahan lama, dan barulah setelah forum internal yang memulangkan WM, Agan baru menghubungi kembali DPL Kelompok X untuk melaporkan hasil forum yang sudah dilakukan. Sesudahnya ketika pelbagai api di kelompok tersebut telah dipadamkan sendiri, salah satu DPL datang ke desa Kelompok X bersama dengan salah satu Ketua FBD-JANTRA 2024, Maulfi Syaiful Riza pada Sabtu (06/07).
Sehabis kunjungan tersebut, pihak DPL dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menyatakan bahwa WM sebagai pelaku akan dikenai sanksi akademik yang akan dibahas oleh jajaran dan pimpinan di FIB sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Kelompok X. Di sisi lain, Crisis Center JANTRA hanya menghubungi Agan untuk meminta kronologi lebih lanjut.
Tanggapan justru datang dari berbagai organisasi mahasiswa yang menawarkan untuk meneruskan kasus ini ke Satuan Tugas (Satgas) Perundungan dan Pelecehan Seksual (PPKS) serta Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP) di tingkat fakultas.
Tim Perspektif juga meminta keterangan dari kedua DPL, namun DPL dari FISIP mengarahkan kami ke DPL dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) untuk menjawab. Hingga berita ini ditulis (06/07), DPL dari FIB masih belum memberikan balasan. Tim Perspektif juga menghubungi Maulfi untuk dimintai keterangan, namun ia menyatakan bahwa dirinya belum bisa memberikan keterangan apapun. “Terkait dugaan ini sedang kami bahas di tingkat fakultas sehingga saya belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut,” ujarnya saat dihubungi via WhatsApp.
Perwujudan Ruang Aman
Kendati mengalami trauma, saat ini para korban mengaku sudah merasa lebih baik karena dukungan yang diberikan oleh sesama anggota kelompok. Agan juga menambahkan bahwa Kelompok X berharap mendapatkan kepastian bahwa pelaku tidak akan kembali menemui mereka demi terciptanya ruang aman selama mengabdi di desa.
“Kalau dibilang kita meminta ketegasan, tentu dalam arti ketegasan bahwa pelaku tidak akan kembali ke sini. Kalau untuk sanksi akademik dan sanksi apapun terhadap pelaku, kita benar-benar berharap nanti bisa diselesaikan oleh pihak fakultas yang terkait dan juga panitia (panitia JANTRA, red),” terangnya.
Agan berharap mahasiswa bisa menyaring informasi secara lebih bijak dan tidak menyebarkan berita bohong. Lebih lanjut, ia juga berharap kasus serupa bisa dicegah dan tidak terjadi di kelompok lain, sehingga teman-teman yang sedang menjalani KKN bisa menciptakan ruang aman di dalam kelompoknya dengan tidak menganggap sepele kekerasan seksual verbal. (cns/bob)