Lompat ke konten

Like & Share: Kisah Eksplorasi Diri Remaja yang Penuh Warna dan Makna

Sumber: nasionalismenews.com
Oleh: Nazhiffa Safinatunnajah*

Peringatan: Tulisan ini memuat unsur sensitif yang mungkin dapat memicu trauma pembaca

Durasi: 1 Jam 52 Menit

Distributor: Starvision Plus

Tanggal Rilis: 8 Desember 2022

Sutradara: Gina S. Noer

Pemeran: Aurora Ribero, Arawinda Kirana, Aulia Sarah, Jerome Kurnia

“Lihat, Dengar dan Rasakan”

Film ini berkisah tentang kehidupan dua remaja perempuan yaitu Lisa (Aurora Ribero) dan Sarah (Arawinda Kirana) yang sedang mengeksplorasi jati diri mereka. Sebagai anak Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya mereka mengisi kegiatan dengan belajar, selain itu mereka juga menjadi content creator di YouTube, konten mereka berisi kegiatan mencicipi makanan dan minuman seperti yang sedang hangat belakangan ini yakni konten ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response). Namun, apa jadinya ketika eksplorasi diri yang mereka lakukan justru mengarah ke hal-hal menyimpang?

Mengangkat Isu yang Tabu dengan Berani

Film ini mengangkat isu kekerasan seksual dengan gaya yang colorfull khas remaja, cocok dengan penggambaran Lisa dan Sarah yang ceria, penuh semangat dan gairah masa remaja. Lisa yang kehidupannya berubah drastis sebab Ibunya menjadi seorang mualaf setelah menikah dengan seorang laki-laki yang beragama Islam, Lisa yang tinggal dengan Ibu dan Ayah tirinya seringkali harus mengikuti segala aturan yang dibuat oleh kedua orangtuanya yang sangat bertentangan dengan yang Lisa inginkan. Lisa pun memiliki rasa ingin tahu yang besar, beberapa kali ia menonton film dewasa dan membuat dirinya kecanduan akan hal-hal berbau pornografi. Sedangkan Sarah ia hanya tinggal dengan Kakak laki-lakinya sehingga membuatnya cukup jauh dari perhatian keluarga. Perbedaan kedua karakter ini cukup kontras baik dari segi latar belakang keluarga dan masalah yang mereka hadapi.

Lisa yang mengalami kecanduan akan film-film dewasa membuat dirinya terobsesi dengan perempuan di dalam video porno yang ia temukan di platform Twitter, hingga ia bertemu dengan perempuan di dalam video tersebut yaitu Fita (Aulia Sarah) yang bekerja di toko kue dan membuka kelas pelatihan membuat kue. Obsesi Lisa tersebut membuatnya penasaran dengan hidup Fita sebab di dalam video yang ia tonton Fita tampak seperti perempuan penuh gairah dan sensual, namun saat Lisa bertemu dengannya di toko kue tersebut Fita tampak seperti perempuan yang taat agama dan sopan. Rasa penasarannya tersebut membuat Lisa mengikuti kelas membuat kue dengan Fita.

Berbanding terbalik dengan Lisa, untuk mengisi waktu luangnya Sarah memilih untuk bermain sepatu roda sampai pada akhirnya ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menarik perhatiannya sejak pertama kali mereka bertemu, lelaki itu bernama Devan (Jerome Kurnia). Pertemuan pertama mereka menjadi awal dari segalanya. Perbedaan umur keduanya yang terpaut jauh, Devan yang berusia 27 tahun sedangkan Sarah berusia 17 tahun ini membuat Sarah merasa diperlakukan dengan sangat baik, ia merasa Devan adalah laki-laki yang sangat dewasa dari segi pemikirannya dan tindakannya. Namun, Sarah justru terjerumus ke hubungan yang tidak sehat dan pergaulan bebas.

Menggambarkan Begitu Kuatnya Budaya Patriarki

Dalam film ini juga memperlihatkan bagaimana budaya patriarki bekerja, hal ini terlihat saat Ibu Lisa yang begitu takut dengan suaminya dan kuatnya kepemimpinan Ayah tiri Lisa sebagai kepala rumah tangga di keluarga tersebut, hal itu membuat Ibu Lisa ingin Lisa mematuhi Ayah tirinya tersebut. Selain itu, ada adegan dimana tubuh perempuan tampak diatur dan perempuan tidak memiliki hak atas tubuhnya sendiri. Seperti Lisa yang diolok-olok oleh teman lelakinya di kelas karena ia memiliki tubuh yang indah dan menggoda bahkan menampakkan adegan gurunya yang sebagai laki-laki  juga tergoda dengan tubuh Lisa saat penayangan video pengambilan nilai renang.

Di sisi lain, hubungan Sarah dan Devan yang sudah semakin menjurus ke hal-hal sensitif. Sarah kerap kali mengirimkan foto ketika sedang mengenakan pakaian terbuka karena diminta Devan, titik balik terjadi saat Devan mengajak Sarah ke hotel kemudian Devan melakukan tindakan yang di luar batas. Saat itu Sarah menjadi korban kekerasan seksual dan manipulasi dari kekasihnya, hal ini tergambar pada saat Devan memaksa Sarah untuk berhubungan seksual dengannya tanpa persetujuan dari Sarah dan perlakuan Devan tersebut membuat Sarah merasa terhina dan tidak nyaman.

Hubungan keduanya yang mengarah semakin toxic ini pun tercium oleh Lisa, ia merasa Sarah berubah, lebih tertutup sehingga ia curhat kepada Fita yang pada akhirnya pun membagi kisahnya bahwa ia merupakan korban kekerasan seksual oleh mantan suaminya yang mana menyebarkan video kegiatan seksual mereka ke internet. Di saat itu, timbul rasa penyesalan yang mendalam di diri Lisa karena ia sudah menonton video Fita yang pernah viral tersebut.

Konklusi Masalah yang Miris Namun Realistis

Lisa ingin sekali membantu Sarah untuk menyelesaikan masalahnya sebab tindakan Devan yang di luar dari batas, namun Lisa justru mendapati video Sarah yang sudah tersebar sehingga Sarah terpojokkan dan terkucilkan di sekolah yang membuatnya merasa tertekan hingga pada akhirnya masalah mereka dibawa ke ranah hukum. Namun, yang terjadi adalah Sarah tidak dapat terlindungi haknya sebagai korban sebab saat melakukan hubungan seksual ia sudah berumur 18 tahun yang artinya ia bukan lagi anak di bawah umur dan adanya relasi kuasa yang dilakukan oleh Devan dan kuasa hukumnya membuat hak Sarah tak terlindungi.

Permasalahan yang dialami Sarah ini pun tidak dapat dilindungi secara hukum. Hingga akhirnya Sarah perlahan menerima dirinya kembali, bersama Lisa mereka membuat konten klarifikasi atau pernyataan yang mereka sampaikan di kanal Youtubenya dengan gaya konten mereka seperti biasanya yaitu ASMR. Begitupun dengan Lisa dimana sebelumnya ia tidak akur dengan Ibunya yang berubah setelah mualaf, perlahan hubungannya dengan Ibunya pun mulai membaik saat Ibunya mengetahui isi hati Lisa yang sedang eksplorasi jati dirinya tersebut.

Film ini dengan sangat berani mengangkat isu yang dialami perempuan, sangat padat akan permasalahan seperti kekerasan seksual, kecanduan pornografi, kemudian revenge porn sehingga beberapa adegan mungkin saja bisa memicu trauma atau ketidaknyamanan penonton. Sayangnya, film ini tidak mendapatkan apresiasi yang cukup banyak dari penonton sebab salah satu pemainnya yang terlibat skandal bahkan mengalami cancel culture oleh sebagian masyarakat. Di awal film ini mungkin terlihat membosankan akan tetapi pada pertengahan sudah muncul konflik yang begitu padat hingga klimaks yang berhasil menyentuh dan menumbuhkan rasa simpati yang mendalam kepada korban.

(Visited 373 times, 1 visits today)
*) Penulis merupakan mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya tahun 2020. Sekarang aktif sebagai anggota Divisi Litbang LPM Perspektif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?