Judul: Pulang Tanpa Alamat
Durasi: 23 menit 18 detik
Distributor: YouTube/Eko Bantoel
Tahun Rilis: 2015
Rumah Produksi: Lookout Pictures Indonesia
Sutradara: Riyanto Tan Ageraha
Produser: Eko Budi Antara
Penulis Skenario: Riyanto Tan Ageraha
Pemeran: Rukman Rosadi, Ibrahim Yulianto, Hamdi Salad, Watik Wibowo, Sukamto, Nurul Hadi, Brisman H.S, Ibnu Widodo
Setahuku orang itu hanya baik dan buruk, hitam sama putih. Nggak ada urusan sama masalah kafir. Sudah seharusnya kan kalau orang mati itu dikubur. Kucing mati aja dikubur – Bondet
Film pendek yang diadaptasi dari cerpen karya Abidah El Khalieqy pada tahun 2010 sedang menjadi sorotan publik di Twitter baru-baru ini. Bagaimana tidak, pesan yang disampaikan dalam film ini sangat mendalam hingga mampu membuat penonton merenungkan kembali pesan tersebut dalam kehidupan. Di bawah tangan Riyanto Tan Ageraha, film ini mampu mendapat pembiayaan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada program pendanaan film tahun 2015 dan sukses ditonton oleh 33 ribu orang.
Perjalanan Pulang Berujung Tragedi
Cerita diawali dengan perjalanan Remo dan Bondet sebagai preman yang baru saja pulang setelah mengeksekusi korbannya. Namun, di tengah perjalanan mendadak Remo meninggal dunia. Melihat hal tersebut, Bondet sebagai tangan kanannya bingung dan memutuskan untuk turun di tempat sepi sambil membawa mayat Remo. Ia sangat kebingungan karena tidak tahu ke mana tujuan Remo, di mana asal kota Remo, bahkan siapa keluarganya. Bondet juga tidak mungkin membawa mayat Remo ke tempatnya bekerja sebab nanti ia bisa dituduh membunuh rekannya sendiri.
Kebuntuan berpikir itu akhirnya membawa Bondet untuk menelpon rekannya satu lagi bernama Durrahman. Namun, di dalam mobil keduanya malah bertikai. Durrahman ingin mayat Remo dibuang saja di hutan dengan alasan bahwa Remo hanyalah seorang preman tanpa identitas. Selain itu, ia juga ingin namanya bersih dari urusan ini karena Durrahman sedang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke rumah Tohir, mantan preman yang kini menjadi ustad. Bukannya mendapat solusi, justru Tohir mempertanyakan apa agama Remo. Suasana jadi semakin membingungkan ketika ditemukan 4 Kartu Tanda Penduduk milik Remo dengan agama berbeda. Langsung saja Tohir menolak untuk memakamkan sebab agamanya tidak jelas.
Beralih ke orang selanjutnya yaitu seorang pejabat. Ia mau menguburkan Remo secara rahasia dengan syarat harus ada uang muka. Namun, untuk kesekian kalinya mereka harus pulang dengan tangan kosong karena uang sogokan masih kurang sepuluh juta. Melihat keadaan yang semakin genting ini, akhirnya membuat Bondet memutuskan untuk membuang mayat Remo di sungai. Dibalut dengan rasa bersalah dan suara azan subuh, film berakhir dengan keadaan yang mengiris hati penonton.
Manusia Harus Kembali dengan Cara yang Layak
Tentunya kita semua pernah bertanya-tanya soal agama dan kematian setidaknya sekali seumur hidup. Film ini dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan rapi tanpa menyinggung salah satu pihak. Riyanto tampaknya ingin mengajak penonton untuk tidak melihat manusia berdasarkan apa agamanya dan apa status sosialnya. Ketika manusia meninggal, sudah bukan jadi urusan tentang bagaimana cara ia dikubur dan sebagainya. Namun, kita sebagai manusia yang beradab harus berusaha mengembalikan mereka ke pencipta-Nya dengan cara yang layak. Walaupun ending yang disuguhkan dalam film ini menyuguhkan adegan yang berbeda.
Selain itu, kita perlu mengapresiasi soal pengembangan karakter Bondet yang sangat baik. Bagaimana ia menjiwai peran sebagai seorang preman yang status sosialnya dicap buruk oleh masyarakat, namun ia tetap memiliki sisi manusiawi yang mungkin kita tidak pernah melihat hal tersebut. Terlihat dari bagaimana ia memperlakukan Remo layaknya kakak, hingga rasa tidak tega yang muncul dalam dirinya ketika rekannya ingin dibuang begitu saja.
Lalu, rasa penyesalan yang ditampakkan Bondet di akhir film benar-benar merenyuhkan hati penonton. Seakan kita dibawa untuk memahami bagaimana kondisi Bondet saat itu yang ketakutan, kebingungan, menyesal, dan berbagai perasaan yang bercampur aduk di dalam dadanya hingga ia terpaksa untuk membuang mayat Remo. Di akhir, Bondet pun juga mendoakan Remo supaya ia diberikan surga karena ia yakin bahwa Remo adalah orang yang baik.
Kesuksesan film ini juga tak lepas dari pemilihan set cerita yang sesuai. Latar malam hari membuat kita sebagai penonton ikut merasakan bagaimana tegangnya situasi pada saat itu ketika Remo mendadak meninggal dan pertikaian di dalam mobil yang berujung pada saling menyalahkan. Kemudian, latar hutan yang gelap membuat kita ikut merasakan betapa sunyinya malam itu dan rasanya semakin mistis karena Bondet dan Durrahman membawa mayat manusia di dalam mobilnya.
Secara keseluruhan, film ini sangat cocok ditonton sebagai renungan. Pesan moral yang sangat dalam menjadi kunci andalan yang menjadikan film ini sukses ditonton oleh beribu orang. Seperti yang kita tahu, jarang sekali ada film yang berani mengangkat masalah soal agama dan kematian, sehingga menjadikan film ini unik. Sekali lagi, tanpa berpikir panjang, film Pulang Tanpa Alamat memang pantas untuk mendapat apresiasi yang tinggi dari para penontonnya.