Rumah megah berwarna putih itu tampak sunyi senyap. Halaman depannya hanya diisi oleh suara percikan air mancur dan hembusan angin yang menerbangkan dedaunan coklat yang berguguran. Sekilas jika kalian lihat dari luar rumah itu memang tidak ada tanda-tanda kehidupan seolah rumah itu rumah kosong. Namun, di dalam rumah tersebut terdengar suara keyboard tengah digunakan untuk mengetik oleh seseorang. Suara itu datang dari kamar yang berada di lantai dua. Kamar itu berada diantara dua kamar lainnya yang memiliki pintu putih yang serasi satu sama lain. Pintu kamar tengah sedikit terbuka. Tampak di dalam kamar tersebut seorang anak laki-laki berusia 17 tahun sedang mengetik sesuatu menggunakan laptop hitamnya. Laptop itu merupakan laptop paling canggih dan versi terbaru dari produk laptop tersebut. Laptop itu dia dapatkan dari Ayahnya karena dia berhasil mendapatkan juara pertama dalam lomba memanjat tebing.
Raut wajah anak lelaki itu terlihat kusut. Kedua bola matanya membelalak dan dahinya berkerut dengan rambut panjang berantakannya. Entah sudah berapa lama dia tidak merapikan rambutnya.
“Aduhai, hari ini hidupku benar-benar dipenuhi masalah,” ujar laki-laki itu. Terlihat di bagian belakang layar laptopnya tertulis kata “Malik” yang merupakan nama dari lelaki itu. Hari ini dia mendapatkan berbagai cobaan berupa tumpukan tugas organisasi, rumah, dan sekolah yang harus diselesaikannya. Kedua orang tuanya tidak ada di rumah dan dia kini harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah. Hal itu ditambah lagi oleh tugas sekolah dan organisasinya yang menumpuk.
Sebenarnya, cobaan yang didapatkannya bukan salah dari orang tua, guru, maupun pengurus organisasinya. Semua itu diakibatkan oleh sikapnya yang gemar menunda pekerjaan. Malik memang memiliki sifat buruk suka menunda pekerjaan meskipun pekerjaan itu hanya pekerjaan kecil seperti meletakkan buku di rak buku atau menutup pintu kamar. Kedua orang tuanya sudah sering mengingatkan Malik. Namun, Malik tetap saja bertahan dengan kebiasaan buruknya itu. Kehidupan serba mewah yang didapatkannya sejak kecil membuatnya menjadi sosok lelaki yang malas dan suka mengandalkan orang lain. Meskipun demikian, Malik merupakan orang yang cerdas. Hal ini terbukti dengan ribuan karya tulis ilmiahnya yang berhasil memenangkan lomba sejak dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan, kumpulan karya tulis ilmiahnya diterbitkan menjadi sebuah buku yang menghasilkan pundi-pundi uang bagi dirinya.
Kawan-kawan satu organisasi maupun satu sekolahnya sering meminta pendapatnya terkait suatu permasalahan. Malik selalu bisa memecahkan masalah kawan-kawannya itu walaupun dia lebih sering mengandalkan orang lain untuk menjalankan idenya. Saat ini, dia benar-benar harus melaksanakan semuanya sendirian tanpa bantuan siapapun. “Tugas rumah belum selesai sudah datang tugas sekolah. Rahma yang biasanya menjadi penulis surat sekarang berhalangan dan aku harus menggantikannya untuk menulis surat kerja sama untuk acara pameran karya tulis besok.” gumam Malik. Tangannya masih sibuk mengetik surat kerja sama di laptopnya. “Mengapa orang-orang ini sangat manja? Tidak bisa mengerjakan segala sesuatu sendiri dan hanya merebut ketenanganku saja,” ujarnya lagi dengan suara menggerutu. “Seandainya aku bisa membuat waktu di dunia ini melambat pasti aku tidak perlu mengerjakan setiap tugas secepatnya dan aku memiliki lebih banyak waktu untuk bersantai,” ujarnya lagi.
Malik beranjak dari kursinya dan dia berjalan menuju balkon kamarnya. Dia memandang ke sekeliling daerah rumahnya. Suasana yang sepi seperti ini sangat dia sukai seandainya tidak ada tumpukan tugas yang harus dia selesaikan. Malik meregangkan badannya dan dia duduk di bangku yang terletak di balkon bagian samping kiri. Udara di sekitarnya mendadak terasa panas. “Cuaca sekarang memang labil seperti remaja awal. Beberapa saat dingin kemudian belum lama menjadi panas,” ujar Malik. “Wahai Malik, adakah yang bisa kubantu?” Malik merasa terkejut karena ada suara yang tiba-tiba memanggilnya. Dia menoleh ke arah suara itu. Seorang laki-laki dengan jubah berwarna perak sedang berdiri di atas atap terasnya yang jaraknya tidak jauh dari balkon kamar. Kulit lelaki itu berwarna coklat, tingginya sekitar 194 cm, dan dia tidak memakai alas kaki.
Malik yang melihat keberadaan lelaki itu merasa penasaran karena pakaian orang itu seperti pakaian kaum bangsawan. Malik bertanya pada lelaki itu, “Halo, kau siapa? Apakah kau tetanggaku?” Laki-laki berjubah perak itu tersenyum. Senyum yang mengandung makna tersembunyi. Laki-laki itu melangkah pelan menuju balkon. Dia melompat dari atap teras menuju balkon. Dia kini tepat berada di belakang Malik. Malik membalikkan badannya. “Apakah kau tadi yang memanggilku?” tanya Malik. Laki-laki itu masih terdiam sembari mempertahankan senyum penuh artinya. Laki-laki itu kemudian berkata, “Aku dengar kau sedang memiliki banyak masalah, Malik,” Malik yang mendengar pertanyaan lelaki itu menyampaikan seluruh keluhannya mulai dari orang tuanya yang meninggalkan pekerjaan rumah yang sangat banyak untuk dia sampai tugas sekolah yang menumpuk.
“Begitulah. Rasanya sekarang aku ingin bisa mengundur waktu,” ucap Malik. “Mengundur waktu?” ucap lelaki berjubah perak dengan nada bertanya. Malik mengangguk. Lelaki berjubah perak itu mengedipkan mata kirinya. “Aku punya alat yang bisa kau gunakan supaya kau bisa terbebas dari jeratan tugasmu,” kata lelaki berjubah perak. Lelaki berjubah perak memasukkan tangannya ke dalam jubah kanannya. Tangannya kini menggenggam sebuah jam beker bulat berwarna coklat. “Jam beker ini dapat membantumu untuk mengundur waktu sesuka hatimu. Saat jam menunjukkan pukul satu siang, kau putar saja kedua jarum jam ini menuju waktu yang kau inginkan maka jam itu akan membawamu menuju waktu yang telah kamu lewatkan sebelumnya. Itu salah satu cara kamu menggunakan jam ini,” kata lelaki berjubah perak itu.
Malik yang pandangannya kini tertuju pada jam tersebut mencoba mengambil jam tersebut dari tangan lelaki berjubah perak. Lelaki berjubah perak menjauhkan jam itu dari jangkauan tangan Malik sembari menggelengkan kepala pertanda dia belum sepenuhnya ingin memberikan jam itu pada Malik. “Namun, kau harus mengingat beberapa syarat penggunaan jam beker ini. Pertama, kau tidak boleh menggunakan jam ini di atas pukul sembilan malam. Kedua, jam ini hanya boleh dipergunakan untuk mengundur waktu dan bukan untuk memajukan waktu. Jika kau melanggarnya maka kau harus siap mendapatkan konsekuensi,” Malik yang di pikirannya hanya ingin segera mendapatkan jam beker itu segera mengangguk dan berkata, “ Aku sanggup,” Lelaki berjubah perak itu memberikan jam beker itu pada Malik. Malik segera mengambil jam beker itu dari tangan lelaki berjubah perak. Lelaki berjubah perak menatap Malik dengan senyuman dan dia melompat dari balkon menuju lantai bawah.
Malik yang melihat tindakan lelaki itu terkejut karena dia melakukannya secara tiba-tiba. Malik melihat ke bawah balkon. Malik terkejut karena lelaki itu sudah tidak tampak lagi. Padahal, lelaki itu baru beberapa detik melompat dari balkon. Namun, rasa terkejut Malik pudar seketika dengan dia mendapatkan jam beker itu. Malik beranjak menuju kamarnya untuk mengerjakankembali tugasnya.
Jam beker itu benar-benar ajaib. Saat Malik mendapatkan tugas yang tenggat waktunya kurang dua menit, dia memutar jarum jam beker agar mundur menuju tiga jam yang lalu. Hasilnya Malik berhasil mengerjakan tugasnya dengan maksimal dan mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. Ketika di lain waktu teman-temannya mengajak Malik makan bersama di rumahnya dan Malik terlambat karena dia tertidur, Malik menggunakan jam beker itu untuk mengembalikan waktu di saat temannya mengajak Malik makan bersama. Malik dapat menikmati hidangan lezat dari temannya tanpa terlambat.
Segala sesuatu berjalan lancar sampai pada akhirnya Malik melanggar syarat dari lelaki berjubah perak. Pada suatu malam, Malik lupa mengerjakan tugas dari guru yang telah diberikan dua hari yang lalu dan tenggat waktu tugas itu kurang 59 menit lagi. “Hah, aku lupa. Pak Rama memberikan tugas menyusun teks editorial padaku dua hari yang lalu,” gerutu Malik. Malik melirik jam bekernya yang berada di atas meja belajarnya. “Kugunakan saja jam beker ini,” ucapnya. Malik memutar jarum jam beker itu menuju waktu tiga jam yang lalu. Namun, tidak terjadi apa-apa. Malik merasa heran dan dia terus memutar mundur jarum jam itu.
“Ada apa dengan jam ini?” tanya Malik penuh heran. Malik merasa ada sesuatu yang mencengkram lehernya dengan kuat. Dia melirik ke belakang dan terkejut melihat apa yang ada di belakangnya. Tepat di belakangnya berdiri sesosok makhluk dengan tangan kurus, berkuku panjang, dan berambut lebat. Makhluk itu memiliki kaki kanan yang besar dan berbulu serta kaki kiri yang kurus. Tubuhnya sangat besar dan saat Malik menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kepala makhluk itu yang memiliki surai singa dan kepala burung rajawali.
Makhluk itu menyeringai ke arahnya. Malik berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman makhluk itu, tetapi tenaganya kalah dengan makhluk itu yang semakin menguatkan cengkeraman tangan kanannya ke leher Malik. Malik kini menyesal karena sudah menerima benda yang seharusnya tidak dia miliki hanya demi keinginan bodohnya untuk bisa bersantai. Tiba-tiba dia teringat perkataan lelaki berjubah perak mengenai jam beker yang tidak bisa digunakan untuk memajukan waktu. Malik mencoba untuk mengarahkan jarum jam menuju tlima jam ke depan.
Malik merasakan cengkraman makhluk itu mulai mengendur dan dia melihat ke belakang. Makhluk itu tampak memegang kepalanya seolah dia merasa kesakitan. Malik berlari menuju balkon kamarnya dan membuang jam beker itu ke lantai bawah. Jam itu hancur dan makhluk mengerikan di kamarnya menghilang. Saat Malik kembali ke kamarnya, dia mencium bau asap dan melihat di sudut kamarnya terdapat abu seperti sesuatu yang baru saja dibakar. “Aku tidak akan pernah ingin lagi untuk memiliki kemampuan mengundur waktu. Aku akan selalu mensyukuri apa yang telah kudapatkan dan mengerjakan setiap pekerjaan meskipun pekerjaan itu sangat berat daripada harus bertemu dengan iblis mengerikan itu lagi,” ujar Malik.