Lompat ke konten

Marak Kekerasan Seksual di Kampus, Universitas Brawijaya Keluarkan Pertor Pencegahan Kekerasan Seksual

Naskah Pertor Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan yang baru diterbitkan (Sumber: Pertor Nomor 70 Tahun 2020)

Malang, PERSPEKTIF— Universitas Brawijaya (UB) menetapkan Peraturan Rektor (Pertor) mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan pada Jumat (22/12). Peraturan Rektor Nomor 70 Tahun 2020 ini memuat 20 pasal mengenai penanganan terhadap korban dan pelaku serta pencegahan kekerasan seksual dan perundungan di lingkup UB. 

Sebelumnya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB dan Pemberdayaan Perempuan Progresif (P3) Eksekutif Mahasiswa (EM) UB telah merumuskan dan mengirim naskah Policy Brief tentang kekerasan seksual kepada pihak rektorat, sebagai bentuk reaksi atas maraknya kasus kekerasan seksual di kampus. Salah satu poin yang diusulkan adalah tentang perlindungan korban dan penindakan pelaku kekerasan seksual.

Ketua Pelaksana Policy Brief  BEM FISIP, Lenia Ajeng, sempat meragukan kebenaran dari naskah pertor yang beredar karena belum adanya informasi resmi dari Universitas Brawijaya. Namun demikian, ia cukup puas dengan substansi pertor yang menjamin perlindungan terhadap korban.

“Terdapat jaminan perlindungan kerahasiaan identitas korban, pendampingan secara hukum, pendampingan psikolog dan psikiater untuk pemulihan korban hingga jaminan korban dapat melanjutkan aktivitas akademik kembali,” tutur mahasiswa Ilmu Komunikasi 2019 tersebut.

Antika Septi yang merupakan salah satu kontributor Policy Brief BEM FISIP mengatakan bahwa substansi pertor yang dikeluarkan UB sudah cukup melindungi korban, namun untuk penindakkan terhadap pelaku masih belum dijelaskan lebih lanjut. Terlebih pertor yang dikeluarkan pada akhir tahun 2020 tersebut belum dikampanyekan dengan luas, sehingga masih banyak yang belum mengetahui adanya pertor ini.

“Pembahasan mengenai penindakan pelaku masih belum pas, karena masih harus menunggu sidang komisi etik dan belum tahu juga peraturan kode etik ini sama atau tidak dari masing-masing fakultas dan apakah dari UB cukup untuk membuat pelaku jera, karena kembali lagi pada tujuan agar tidak ada pengulangan tindakan,” ungkapnya.

Antika juga menambahkan bahwa pertor ini bisa menjadi evaluasi bagi UB dalam membenahi sarana dan prasaran yang lebih nyaman bagi mahasiswanya dan mendukung upaya pencegahan kekerasan seksual di kampus, seperti pemasangan CCTV dan perbaikan penerangan di jalanan UB.

Tanggapan lain juga datang dari aktivis perempuan Aku Bersuara, Aulia Izzah, yang berharap pertor ini bisa menjadi pondasi yang kuat untuk melindungi penyintas di UB.

“Dengan adanya pertor ini semoga bisa menjadi pondasi yang kuat untuk melindungi penyintas di UB, sehingga UB dapat menjadi tempat aman bagi semua pihak,” tutur mahasiswa Sosiologi 2018 tersebut. (dhs/sap/ais)

(Visited 524 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?