Lompat ke konten

Tidak Memiliki Label Halal, Gerai Dilarang Berjualan di dalam Kantin

Gerai – Gerai makanan yang berjualan di luar kantin (PERSPEKTIF/Salma)

Malang, PERSPEKTIF – Salah satu gerai makanan di kantin Halalan Thoyyiban Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya (UB) harus berjualan di luar kantin sejak semester lalu. Gerai yang berjualan jajanan berupa kue tersebut belum memenuhi sertifikasi halal untuk seluruh jenis makanan yang dijual. Sertifikasi halal menjadi salah satu syarat yang ditetapkan oleh pengelola kantin agar dapat tetap berjualan.

Farah Masida, pemilik gerai, menuturkan bahwa lokasi gerainya dipindah keluar sejak  lima bulan yang lalu. “Waktu itu mau ada tes dari pihak MUI (Majelis Ulama Indonesia). Karena gerai kami belum punya label halal, jadi diminta keluar oleh pihak pengelola kantin,” ujarnya.

Farah menambahkan bahwa setiap makanan yang dijual harus diuji satu per satu sehingga butuh waktu yang lama. “Sebenarnya kami sudah mengurus syarat label halal sejak 2017. Tetapi karena pemasok jajanan kami jumlahnya ada sekitar 60, butuh waktu yang lama untuk mengurusnya. Belum lagi pemasok jajanan itu sering ganti,”  tambahnya.

Menanggapi hal ini, Suprayogi, General Manager UB Kantin, menyatakan bahwa pihak pengelola kantin tidak mengajukan sertifikasi halal karena masalah pada pemasoknya.  “Untuk uji sertifikasi halal itu harus menelusuri sampai ke dapur masing-masing pabrik. Gerai tersebut pemasok kuenya begitu kompleks, maka tidak kami ikut sertakan,” ungkapnya.

Suprayogi menuturkan apabila ingin mendapatkan sertifikasi halal, dan berjualan di dalam maka setiap gerai harus menyertakan informasi tentang pemasok makanannya. “Tidak hanya makanan, pemasoknya juga harus kami audit dulu. Itu kesulitannya, itu jadi tantangan tersendiri. Mohon maaf akhirnya kita tinggal dulu, bukan berarti tidak kita urus. Itu harus mendetail satu per satu”, tambahnya.

Sucipto, anggota Tim Jaminan Keamanan dan Kehalalan UB Kantin, juga menuturkan bahwa pihak pengelola sedang melakukan proses pembangunan sistem jaminan halal. “Selain produk makanannya, kami juga harus mengunjungi tempat proses pembuatan makanan tersebut. Proses produksi itu di rumah mereka, sehingga tiap rumah yang melakukan proses produksi itu juga dikunjungi oleh tim auditor, ” terangnya.

Farah Masida menyatakan bahwa selama berjualan di luar, fasilitasnya tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. “Selama ini meskipun berjualan di luar, tetap bayar 10% dari pendapatan. Sedangkan fasilitas yang didapat tidak sesuai. Atap dan talang air masih sering bocor,”  ucapnya.

Synta Kurnia, mahasiswi Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) angkatan 2015, mengutarakan perlunya penyetaraan perlakuan terhadap seluruh penjual. “Yang halal itu yang gimana, secara syariat bukan hanya label. Kalau memang pihak kantin menginginkan label halal, kasih saja label halalnya.  Agar ibunya bisa sama-sama jualan di dalam,” tuturnya. (sal/rfs/cup)

(Visited 349 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?