Malang, PERSPEKTIF – Memperingati hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei Mahasiswa Brawijaya kembali melakukan aksi Hari Pendidikan di depan Rektorat Universitas Brawijaya (UB). Massa yang tergabung dalam Aliansi Brawijaya Menggugat jilid II menyuarakan enam tuntutan dalam aksi. Salah satu pokok tuntutan adalah peningkatan infrastruktur, pelayanan dan pendidikan yang lebih inklusif.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 tahun 2009, yang dimaksud pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Brawijaya sendiri menyandang gelar Kampus Inklusi yang setiap tahunnya menerima mahasiswa disabilitas melalui jalur khusus.
Menyoroti tuntutan ketiga tersebut, Heri yang merupakan Menteri Koordinator Pergerakan Eksekutif Mahasiswa (EM) 2018 mengungkapkan meski Brawijaya merupakan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang memiliki Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), namun fasilitas untuk mahasiswa disabilitas masih kurang diwadahi.
“Kami tahu kampus Brawijaya ini kampus yang megah. Dan salah satu dari dua kampus di Indonesia yaitu di Brawjaya dan di Jogja yang membuka Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD). Namun di Brawijaya sendiri masih minim ramah inklusif baik pelayanannya atau lainnya.” ujar Heri saat ditemui awak Perspektif di dalam aksi siang kemarin (2/5)
Abimanyu Kurnia Ramadhan, salah satu mahasiswa disabilitas yang turut dalam aksi di depan rektorat. Ia merasa masih banyak sekali fasilitas yang kurang mewadahi untuk mahasiswa disabilitas. “Sebagai perwakilan mahasiswa disabilitas, ingin menyampaikan tuntutan terkait tidak diwadahinya teman-teman disabilitas khususnya dalam berorganisasi. Seperti tidak adanya juru bicara ahli bahasa isyarat untuk tunanetra dan tuna rungu.” ungkap Abi yang juga merupakan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2017.
Menurut Abimanyu mahasiswa disabilitas sangat mengharapkan fasilitas yang mendukung dalam kegiatan kampus. Oleh karena itu diadakannya aksi ini sangat membantu mereka untuk mengeluarkan aspirasi. “Seharusnya aksi ini (red- tuntutan fasilitas untuk mahasiswa disabilitas) diperbanyak. Karena kami dalam aksi ini dapat berbicara secara langsung. Aksi ini sangat efektif dan perlu adanya pengawalan.” jelas Abi saat ditemui di depan rektorat.
Terkait tuntutan tersebut, pihak rektorat sendiri menyepakati dengan pertimbangan bahwa memang perlu adanya peningkatan fasilitas untuk mahasiswa disabilitas. Mohammad Bisri, rektor UB, menyebutkan bahwa PSLD saat ini punya hak otonom untuk berekegiatan. “Terkait dengan hal tersbut, PSLD sekarang punya hak otonom, dana dari rektorat, PSLD bisa mengolah sendiri sesuai kebutuhan mereka,” ujarnya.
Bisri juga memaparkan bahwa terdapat beberapa rencana lanjutan untuk menyokong peningkatan fasilitas bagi penyandang disabilitas di UB. Di antaranya adalah penyediaan mobil khusus penyandang disabilitas dan rencana peningkatan bayaran volunteer pendamping mahasiswa disabilitas. “Jadi nanti akan disediakan mobil khusus untuk penyandang disabilitas. Mobilnya akan dimodifikasi khusus sebagai transportasi di UB. Juga nanti mungkin untuk menarik minat volunteer lebih banyak, bayarannya lebih dinaikkan,” tambahnya. (ayu/zza/dmn)