By : Retno Wulandari*
Bintik kecil dibalik celah
Mengintip tangis, nanah, dan darah
Milik mereka, sang pemilik receh diatas kuku-kuku hitam
Ah, tapi mereka berubah
Saat receh menjadi dollar, dari iba menjadi hina
Lalu mereka yang menari
Di atas istilah upeti yang mereka langgar sendiri
Suara lantang dari kerongkongan yang berongga
Tak mampu dipercaya
Menaiki delman berkuda petani
Kini bintik menatap dua titik
Pemilik cinta yang menguar di sekujur tubuhnya
Saat Bunda berkata, tiada jalan sepanjang kasihnya
Namun darahnya mengalir tak luput dari nista
Ia merintih merasa ditelanjangi
Kedua matanya terbelit selendang merah miliknya sendiri
Di hadapan penguasa, buta akan derita
Aku pun menatap aku
Aku menatap bukan aku di dalam diriku
Kecil merangkak, berjalan, lalu merangkak dan bersujud
Dulu butuh air susu kini butuh di aku
Menghadap Sang Satu menahan malu
Hingga berakhir abu, takkan habis asaku
*penulis adalah mahasiswi jurusan Manajemen Universitas Brawijaya