Malang, PERSPEKTIF – Kafetaria Perpustakaan Universitas Brawijaya (UB) menjadi pilot project untuk mengawali konsep kantin akademik halalan thayyiban yang segera diimplementasikan di semua kantin yang ada di lingkungan UB. Konsep ini secara resmi dicanangkan sejak Maret 2016 lalu oleh Rektor UB Mohammad Bisri bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia, Nur Syam.
Melalui konsep ini, seluruh kantin yang ada di UB, termasuk kantin yang ada difakultas, akan wajib mengikuti konsep kantin akademik halalan thayyiban dan dikelola secara terpusat oleh UB Kantin. Selain itu, UB Kantin juga menetapkan standar yang harus diikuti oleh semua kantin yang ada di UB.
Wakil Direktur Badan Usaha Non-Akademik UB Anthony Erfani menuturkan sentralisasi pengelolaan kantin yang ada di UB ini ditujukan guna memperbaiki tata kelola kantin. Hal ini tak lepas dari adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap badan usaha UB, termasuk kantin. Selain itu, Anthony juga berharap melalui konsep ini tercipta standar yang baik.
“Konsep ini berangkat dari niat untuk memperbaiki tata kelola badan usaha. Salah satunya dari temuan yang dilakukan oleh BPK ketika audit,” ujar Anthony ketika ditemui di ruangannya.
Di sisi lain, Ketua Kantin UB Siti Asmaul menjelaskan latar belakang sentralisasi pengelolaan kantin di UB disebabkan adanya berbagai keragaman pengelolaan kantin.
“Kantin merupakan aset prospektif. Adanya keragaman seperti tarif sewa kantin, manajemen keuangan, sanitasi, jam buka, bahkan sampai manajemen pembayaran keuangan ada yang sampai rekening rektor, ada juga yang hanya sampai fakultas,” jelasnya.
Asmaul menambahkan saat ini tarif sewa kantin di UB menggunakan tarif sewa 8 juta per-tahun. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor, kantin di bawah naungan Universitas menggunakan sistem bagi hasil. Sedangkan untuk standar keamanan dan kehalalan pangan, dilakukan melalui sertifikasi pihak terkait.
“Mengenai keamanan dan kehalalan pangan, harus dapat sertifikasi dari Dinas Kesehatan Kota Malang dan juga sertifikasi Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI),” paparnya
Melihat Dampak Kebijakan Sistem Bagi Hasil
Berdasarkan SK Rektor, kantin di bawah Universitas seperti Kafetaria Perpustakaan, Kantin Koperasi Mahasiswa, Kafetaria UB (CL) akan menggunakan sistem bagi hasil, karena pengelolaan kantin secara terpusat maka dilakukan penyeragaman sistem.
Winarsih salah satu pedagang Kafetaria UB (CL) mengungkapkan, dampak dari diterapkannya sistem bagi hasil akan berpengaruh terhadap harga makanan di CL sendiri. “Kalo keuntungannya nanti dibagi 20% kita jual makanan kan tambah mahal, mi instan yang awalnya Rp3.500, setelah dibagi hasil nanti akan jadi RP5.000,” ungkapnya
Senada dengan Winarsih, salah satu pedagang CL lainnya, Yanti mengatakan pedagang tidak dapat untung jika tidak menaikkan harga makanan, serta melihat pemberlakuan sistem pembayaran satu kasir yang diberlakukan nantinya.
“Sekarang kita itu di CL juga mikirin kenapa dibuat sistem bagi hasil 20%, sama nanti sistem pembayaran yang terpusat pada satu kasir, padahal banyak mahasiswa yang mengaku sama saya, mereka mengambil makanan, tidak membayar makanan dikasir, setelah makanannya habis lalu pergi, karena memang kasir tidak tahu,” pungkasnya. (lta/rip)