Batu, PERSPEKTIF – Telah 12 tahun semenjak kematian Munir Said Thalib di dalam pesawat Garuda Indonesia karena diracun. Namun hingga kini, benang merah pelaku pembunuh aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) asal Batu itu, belum kunjung terungkap. Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sekaligus teman Munir, Moh Najih beranggapan kasus Munir sulit sekali di usut tuntas.” Penegakan Hukum di Indonesia itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” ujarnya pada Rabu (7/9) lalu, saat diskusi dan nonton bersama memperingati kematian Munir di Omah Munir, Kota Batu.
Dalam acara yang rutin digelar Omah Munir setiap tanggal 7 September, Najih mengungkapkan kekagumannya terhadap sosok Munir. “Dia (Munir) adalah orang yang memiliki jiwa pejuang. Ada konsistensi (antara) perkataan dan perbuatan,” ujar Najih. Menurutnya, peringatan yang dilakukan tiap tahun ini tidak hanya sebagai pengingat saja, melainkan juga untuk memperjuangkan kasus Munir dan kasus lainnya yang belum terselesaikan di Indonesia.
Ada tiga nilai yang patut dicontoh dari Munir menurut Najih.” Yang pertama konsistensi, kedua keberanian untuk membela HAM, bahkan sampai Jakarta dan terakhir keberpihakan terhadap kebenaran,” ungkap Najih.
Senada dengan Najih, Direktur UBTV, Riyanto mengatakan bahwa sosok Munir adalah sosok yang menggoreskan cita-cita untuk bangsa Indonesia.” Munir memperjuangkan apa yang harus diperjuangkan,” tandas pria asal Banyuwangi itu.
Perjuangan dan perkembangan kasus Munir diperlihatkan dalam film dokumenter “His Story” dan “Garuda’s Deadly update”. Kedua film itu diputar sebelum diskusi dimulai. Film itu membeberkan beberapa kecurigaan kuat keterlibatan Badan Inteligen Negara (BIN) dalam pembunuhan Munir. Walau hingga saat ini hanya Pollicarpus, Pilot Garida Indonesia yang mengangkut Munir ketika itu yang mendapatkan Hukuman.
Alhasil, Najih menganggap pemerintah kurang serius dalam mengusut kasus ini hingga bertahun-tahun lamanya. “Politik sekarang kebanyakan menganut ideologi transaksionil,” katanya.
Aksi Kamisan Perdana
Melihat permasalahan kasus Munir yang tak menemui titik ujung ini, berbagai elemen yang terdiri dari masyarakat, mahasiswa, aktivis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Persma mengadakan aksi “kamisan” pertama di depan Alun-alun Kota Batu kemarin (8/9).
Aksi itu dilakukan dengan mengenakan pakaian serba hitam, membeberkan spanduk, dan poster yang berkaitan dengan HAM. Foto-foto aktivis yang hillang, termasuk di dalamnya Sastrawan Wiji Thukul tak luput diperlihatkan. Aksi ini diramaikan dengan orasi-orasi yang disampaikan oleh peserta aksi.
Hafid Fasholi selaku Koordinator Lapangan aksi Kamisan menyebutkan bahwa pemerintah pengecut dalam memperjuangkan kasus Munir. “Mempublikasikan HAM hanya untuk (kepentingan) pemilu, setelahnya kasus Munir, pelanggaran 65 hanya dikubur,” ungkap Hafid di sela-sela orasi. Rencananya aksi ini akan digelar rutin sampai pemerintah mau serius mengusut tuntas kasus Munir. Aksi ini adalah rentetan dari aksi Kamisan yang terlebih dahulu dilakukan di kota-kota lain seperti Jakarta, Jogja, dan Makassar.
Hayik Ali Muntaha M, salah satu orator dalam aksi tersebut mengungkapkan bahwa hasil dari tim pencarian fakta kasus Munir tidak pernah terbuka sampai hari ini.” Bagaimana pemerintahan Jokowi agar mau membuka temuan (itu),” katanya. Ia pun melanjutkan bahwa sampai saat ini sejumlah korban penculikan, tidak diketahui di mana rimbanya.
Selain aksi orasi, ada aksi teatrikal oleh perwakilan BEM Polinema dan pembacaan puisi dari LPM Perspektif. Dalam aksi yang dilaksanakan sekitar pukul 11 siang itu, polisi turut mengawal dan menertibkan lalu lintas sekitar. (els/tas/ade)