Malang, PERSPEKTIF – Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAP) kembali mengadakan diskusi rutin, kemarin malam (30/3) di Gazebo FISIP UB. Kali ini, HIMAP menyuguhkan diskusi bertema “Kembalikan Eksistensi Sastra”.
Diskusi ini dibuka dengan pementasan teater. Menurut ketua pelaksana diskusi Nofriadi Kurnia Putra, pementasan itu ditujukan untuk menggambaran isu sebelum memulai diskusi. “Tujuannya adalah agar peserta bisa membayangkan isu diskusinya,” ujar Nofriadi. Menurutnya, inovasi seperti itu juga bertujuan membuang stigma bahwa diskusi adalah hal membosankan. “Harapannya, semoga penyelenggara diskusi lainnya bisa membuat inovasi seperti ini agar diskusi menjadi tidak membosankan.” Ujar Nofri.
Diskusi dimulai dengan pembahasan tentang sastra mulai dari sastra pra kemerdekaan hingga sastra era reformasi. Pemateri diskusi Wahyu Widodo menyebut Indonesia memiliki banyak tokoh besar dalam dunia sastra, seperti Pramoedya Ananta Toer, Taufik Ismail. Selain itu, ia menerangkan Indonesia pernah memiliki organisasi sastra besar seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) dan Manifes Kebudayaan (Manikebu).
Wahyu juga tak luput membahas eksistensi sastra saat ini. Menurutnya, sastra saat ini dan sastra zaman dulu memiliki perbedaan yang jelas. “Berbeda dengan sastra zaman dulu. Sastra hari ini tidak memiliki lini penggerak massa,” tegas dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) itu.
Salah seorang peserta diskusi, Reyhan Khadifa mengaku sangat antusias dalam diskusi kali ini. “Acara diskusi kali ini menurut saya seru dan sangat inovatif karena diawali sebuah teater. Ini merubah pemikiran bahwa diskusi itu kaku menjadi sebuah hal yang asyik dan seru. Selain itu, pemilihan tema juga bagus dan unik karena penyelenggara adalah mahasiswa ilmu pemerintahan namun berani mencoba mencicip ranah ilmu lain,” ungkap Reyhan setelah acara. (igt)