- Buletin Bulanan 2017 Edisi 1: Menyoroti Tata Kelola Kantin
- Buletin Bulanan 2017 Edisi 2: Menggugat Otonomi Kampus
- Buletin Bulanan 2017 Edisi 3: Mata-mata Kampus
- Buletin Edisi Khusus Tahun 2017
- Buletin Bulanan 2017 Edisi 4: Usut Aset-aset UB
- Buletin Bulanan 2017 Edisi 5: Carut Marut UKM UB
- Buletin Bulanan 2018 Edisi 1: Pembungkaman Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat
- Buletin Bulanan 2018 Edisi 2: Menilik Seratus Hari Kerja Nuhfil Hanani
- Buletin Bulanan 2018 Edisi 3: Wajah Kampus Ramah Difabel
- Buletin Bulanan 2019 Edisi 1: Ragam Soal Wisuda UB
- Buletin Bulanan 2019 Edisi 2: Simpang Siur Tata Kelola Kendaraan di UB
- Buletin Edisi Khusus Tahun 2019
- Buletin Bulanan 2019 Edisi 3: Bangkitnya Kopma UB
- Buletin Bulanan 2020 Edisi 1: Kesehatan Mental dan Badan Konseling Mahasiswa
- Buletin Bulanan 2020 Edisi 2: Dasar Hukum dan Kasus Kekerasan Seksual
- Buletin Bulanan 2021 Edisi 1: Lika-Liku Pandemi Tahun Kedua
- Buletin Redaksi Edisi 2 Tahun 2021: Dinamika Kuliah Daring Universitas Brawijaya
- Buletin Redaksi Edisi 3 Tahun 2021: Diorama Kampus Merdeka
- Buletin Redaksi Edisi 1 Tahun 2022 : Getar - Getir Nasib Pekerja
- Buletin Redaksi Edisi 2: Papua [Nestapa] yang Istimewa
- Buletin Redaksi Edisi 3: Dramaturgi Anugerah Honoris Causa
Racun Kebhinekaan dalam Ruang Sosial Masyarakat Papua
Separatis, terbelakang, rusuh, dan keras, merupakan sejumlah kata yang tak jarang kita dengar dan bahkan menjadi stigma yang “dilegalkan” bagi rakyat Bumi Cendrawasih.Tak ayal, stigma inilah yang kemudian membuat celah terbentuknya diskriminasi sosial dan ketidakadilan dalam ruang-ruang sosial masyarakat terkhusus bagi masyarakat Papua. Beberapa puncak gambaran mengenai diskriminasi terhadap masyarakat Papua pun dapat kita lihat dari beberapa kasus yang pernah terjadi sebelumnya. Pertama, prahara pada tahun 2018 yang menjadi konflik panas antara sekelompok Organisasi Masyarakat (Ormas) dengan mahasiswa penghuni asrama Papua di kota Surabaya. Konflik ini disebabkan atas anggapan dari sekelompok Ormas mengenai mahasiswa Papua yang dinilai melanggengkan aksi separatisme. Selain itu, pada tahun 2021 lalu, terjadi penangkapan mahasiswa Papua yang ikut dalam aksi International Women’s Day di Kota Malang. Akankah konflik-konflik serupa akan terus terjadi kedepannya hingga menjadi sebuah suguhan hangat bagi masyarakat yang konon hidup dalam kebhinekaan? Atau sebaliknya?
Tak kalah menarik dengan buletin edisi sebelumnya, buletin edisi kali ini akan membahas mengenai ragam permasalahan, duka, dan nestapa yang dialami oleh masyarakat Papua. Isu-isu penting dan krusial dalam buletin edisi 2 ini diantaranya meliputi stigma dan diskriminasi sosial yang dialami masyarakat Papua di tanah rantau, ketimpangan pendidikan di Papua, serta kemunculan konflik baru sejalan dengan adanya revisi Undang-Undang Otonomi Khusus. Buletin ini juga turut dilengkapi dengan adanya liputan khusus yang akan mengulik bagaimana seruan kemerdekaan rakyat Papua yang menjadi sebuah kemelut stigmatisasi separatisme. Melalui isu-isu tersebut, ragam seruan dan aspirasi yang kian hari kian tenggelam akan menjadi sebuah cerita nestapa yang istimewa bagi Ibu Pertiwi.
Yuk, mari membaca pembahasan selengkapnya dengan klik tautan ini atau sobat juga bisa mengunduh dan menyebarluaskannya dengan klik simbol pdf pada laman ini.
Illustrators:
Cover Artists:
Genres:
Tags: