Lompat ke konten

Malam Jumat Kliwon

Ilustrasi oleh Puri
Oleh: Muhammad Lutfi*

Angin semilir terasa dingin mala mini. Suara burung gagak bertengger di atas pohon-pohon yang di bawahnya kuburan meratakan tanah. Karmo dan kedua temannya sedang duduk di bawah pohon sambil menggosok badannya. Cuaca sangat tidak bersahabat. Jaket tebal dan lampu teplok menemani mereka bertiga duduk di kuburan.

Karmo yang memanjangkan kumisnya merasa cemas sekali. Kelihatan dari cucuran keringat dingin membasahi pipinya. Dia sendiri yang punya kemauan dan keinginan untuk tidur di kuburan malam itu. Dua temannya hanya ikut dan manut saja keinginan Karmo. 

Mereka memilih kuburan mana yang harus dicoba untuk menguji nyali mereka. Polok mengusulkan untuk pergi ke kuburan yang ada di persimpangan jalan. Karena kuburan itu tidak pernah sepi. Ramai orang lewat berkendara tiap hari bahkan malam juga. 

Awalnya usul itu ditolak oleh Sukor. Sukor beranggapan bahwa kuburan itu terlalu gemerlap. Cahaya lampunya terang sekali. Tidak ada yang mau jika hanya uji nyali di tempat seperti itu. Bahkan anak-anak kadang suka bermain dan berjalan kaki di situ.

Tetapi karena Karmo juga takut, akhirnya dia setuju pendapat dari Polok. Karmo baru pertama kali ini menguji nyali di kuburan. Dia penasaran dengan wujud setan yang ada di Youtube dan video internet. Apa mungkin benar itu ada atau hanya prank settingan dari manusia yang suka bikin konten?

Akhirnya dia mengiyakan maksudnya itu pada Polok dan mereka bertiga setuju untuk bermalam di kuburan simpang jalan. Ada yang tidak mereka tahu jika Karmo ini sebenarnya penakut. Sehingga dia mengajak temannya untuk mencoba uji nyali di kuburan. Perasaan takut dan penasaran itu campur aduk di benak pikiran Karmo.

Malam itu selepas jam lebih 8 malam, Karmo dan teman-temannya membeli lilin dan membawa senter menuju kuburan. Orang tidak peduli apa yang mereka akan lakukan. Sampai di depan gerbang kuburan, seorang lelaki penjaga kubur menanyakan maksud mereka. Mereka menyampaikan dengan terus terang bahwa mereka ingin bermalam di kuburan.

“Apa ada yang meninggal pagi tadi?” tanya penjaga kubur.

“Tidak ada.”

“Lalu kok mau bermalam di sini tujuannya apa?” ketus penjaga kubur.

“Kalau boleh hanya semalam saja,” jawab Karmo.

Sukor cengengesan di belakang sambil memegangi lampu teplok. Sukor tahu kalau penjaga kubur itu sulit dibujuk. Hanya Sukor seorang yang tahu jawabannya. Sukor maju dan memberi rokok kepada penjaga kubur. 

Setelah menerima rokok itu, penjaga kubur mempersilahkan mereka bertiga bermalam di kuburan. Dia juga berpesan untuk selalu hati-hati. Jangan sampai mereka bicara yang tidak-tidak. Karmo ngangguk-ngangguk dan tidak begitu hirau akan ucapan penjaga kubur.

Karpet di gelar, kopi dihidangkan, lampu teplok di tengah. Mereka duduk di bawah pohon kamboja yang tinggi dan baunya menusuk hidung. Baunya seperti kembang kubur dan sangat mengerikan kalau dilihat dari bawah. Nampak seperti kuburan.

Mereka melihat samping Karmo. Tanah basah dan kembang kubur beserta kendi yang masih basah. Itu kuburan baru. Karmo berteriak tetapi segera ditahannya teriakan itu dengan wajah kedua temannya ikut menyuruh menahan teriakan. 

Malam mendengkur semakin gelap. Cahaya bulan hanya tersisa sepersekian saja. Sisanya mendung dan bintang yang temaram. Penjual di tepi jalan sudah hampir tutup. Karmo dan teman-temannya merasa biasa saja. Seperti sedang duduk di rumah.

Karmo merasa mengantuk karena larut malam. Untuk tidak mengantuk, Polok mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya. Dia keluarkan kartu remi. Mereka bersemangat. Segera si Sukor mengocok kartu remi dan membagikan tiga kartu per orang.

Dalam permainan itu, Karmo selalu menang. Hampir tidak pernah kalah sekalipun. Sukor hanya gigit-gigit gigi sambil menggerutu. Karena asyik bermain, mereka tidak menghiraukan apapun. Sampai ada sesuatu yang dilempar ke tengah mereka. Sebuah batu kerikil kecil. Mereka tengak-tengok kanan dan kiri siapa tahu ada orang.

Tidak ada orang yang ada di situ. Hanya mereka bertiga. Polok mengajak mereka tidak peduli saja. Anggap saja hanya kerikil jatuh dari atas pohon. Aroma bunga kamboja semakin menyerbak. Hidung mereka menciumi aroma kamboja ditambah suasana sepi kuburan semakin sunyi. 

Sebenarnya mereka berdua sudah tak tahan. Hawa merinding bikin mereka ingin segera angkat kaki dari situ. Karmo tetap ngeyel dan menahan temannya. Dia meyakinkan temannya kalau itu hanya perasaan saja, karena tidak terbiasa. Sampai tiba-tiba Polok menjerit. 

“Ada sesuatu melayang di situ,” ucap Polok.

“Apaan? Tidak ada,” kata Karmo menoleh ke belakang.

“Sudahlah, aku mau pulang ke rumah saja. Silahkan kalau kalian lanjut,” tegas Polok.

Polok pulang karena ketakutan. Disusul oleh Sukor dan Karmo di belakangnya. Sampai di gerbang mau keluar, penjaga kubur tadi menahan mereka. Penjaga kubur menatap mereka dingin.

“Kenapa mau pulang? Katanya bermalam di sini,” kata penjaga kubur.

“Tidak ah, saya tadi lihat sesuatu menyeramkan,” kata Polok.

“Saya sudah biasa kalau hanya hal itu saja,” terus penjaga kubur.

Karmo dalam hati yang memang sejak awal tertarik dan penasaran dengan hal begituan, dia merasa terpancing dengan omongan penjaga kubur itu. Dia ingin bertemu penjaga kubur itu lagi besok malam. Tetapi dia tak mungkin membawa kedua temannya untuk menemaninya.

Benar sekali, esok malamnya Karmo datang sendiri ke kuburan membawa satu slop rokok dan gorengan. Dia menemui penjaga kubur dan memberikan bahan sogokan supaya penjaga kubur mau membantunya.

“Tolong saya, saya mau tahu hal seperti itu. Saya penasaran,” ucap Karmo.

“Saya tidak bisa apa-apa. Saya pula tidak tahu hal macam itu,” ungkap si penjaga kubur.

“Saya tahu kalau sampean punya rahasia.”

“Kamu ini terus mendesak, kalau ada keinginan memang suka begitu ya, grusa-grusu.”

“Serius, tolonglah saya,” pinta Karmo.

Penjaga kubur menerima apa yang diberikan oleh Karmo. Kemudian membawa dupa dan mengajak Karmo ke kuburan yang nampaknya usianya sudah sangat tua. Dia menyuruh Karmo untuk tetap tenang.

Penjaga kubur menaruh dan menyalakan dupa. Bau dupa mulai menyebar. Perasaan Karmo was-was sekali. Antara takut dan penasaran, dia tidak bisa berkata apa-apa. seluruh kakinya dingin dan kaku. Bahkan sampai mati sebelah rasanya.

“Kamu pakai akik ini, nanti buat penjagaan,” ucap penjaga kubur pada Karmo.

“Ini kubur siapa?”

“Ini kubur Eyang Kintil. Pokoknya kamu nurut saja sama saya.”

Kemudian segera Karmo disuruh memejamkan mata. Kedua jempol tangan penjaga kubur melesat dan mengusap kedua mata Karmo sambil menekannya. Karmo sudah berprasangka tidak enak dalam hati.

Penjaga kubur menyuruh Karmo membuka matanya pelan-pelan. dia meyakinkan Karmo kalau tidak ada apapun yang perlu dirisaukan. Karmo perlahan membuka matanya. Terlihat di sekelilingnya makhluk berbadan besar tinggi menjulang, wanita berambut panjang dan bergaun putih panjang berjalan mendekati dia. Ada pula yang berbadan besar dan wajahnya lebar besar mendekati Karmo.

Karmo ketakutan dan memejamkan mata lagi. Setelah itu dibuka lagi matanya, tetap ada dan semakin dekat dengan Karmo. Karmo merasa ketakutan sekali. Dia merasa takut baru kali ini dia melihat hal seperti itu.

“Jangan takut, biasa saja, ambil nafas!” kata penjaga kubur.

“Se… se… remmm,” jawab Karmo.

“Cincin itu akan melindungimu,” kata penjaga kubur.

Cincin yang dimaksud itu adalah cincin yang dipakai barusan di jari Karmo. Dia menunjukkan cincin itu ke depan, ke kanan, ke kiri. Tidak ada efek apapun. Setan-setan itu semakin menyeramkan dan seakan ingin mencekik Karmo. Dia pun tidak kuat dan lari meninggalkan penjaga kubur itu. 

Esok paginya, dia cerita tentang malam itu bersama penjaga kubur kepada Polok dan Sukor di angkringan pinggir jalan. Dia menceritakan semuanya malam itu hal yang dia alami bersama penjaga kubur di kuburan.

“Malam apa kemarin malam itu?” tanya Polok.

“Malam Jumat Kliwon,” kata Karmo.

“Sudah tahu malam Jumat Kliwon kok ya sampean keluyuran ke kuburan. Mau ngapain mas?” jawab pedagang angkringan.

“Aku merasa dikerjain habis-habisan sama penjaga kubur itu. Kapok aku,” kata Karmo.

“Kan kamu yang minta,” ucap Sukor.

“Eh, penjaga kubur yang mana?” tanya pedagang angkringan.

“Yang menjaga kuburan seberang jalan itu,” kata Karmo.

“Tidak ada penjaga kubur di situ. Sampean ini mengada-ada saja,” kata pedagang angkringan.

“Serius, bahkan saya sampai diberi cincin akik,” kata Karmo sambil meraba-raba jemarinya.

Tetapi tidak dia temukan cincin di jarinya. Tetapi Karmo ingat betul malam itu dia dikasih cincin oleh penjaga kubur. Karmo merasa merinding di siang bolong. Dia sangat ketakutan. Kini dia tidak berani tidur sendiri. Selalu minta ditemani saudaranya untuk tidur malam hari.

Pati, 11 April 2023

(Visited 114 times, 1 visits today)
*) Muhammad Lutfi, bergiat di Rumput Sastra. Tinggal di Jawa Tengah. Buku: Aku dari East City, Pelaut, Berlayar, Taka, Gugat, Mata Sengsara, Senja, Asuh, Bunga Dalam Air, Bisma Pahlawan Hidup Kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?