Lompat ke konten

Koalisi Masyarakat Sipil Malang Raya Kecam Kekerasan Aparat terhadap Massa Aksi Tolak UU TNI

Konferensi Pers Koalisi Masyarakat Sipil pada Jumat (28/03) (PERSPEKTIF/Haidar)

Malang, PERSPEKTIF – Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Malang Raya mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap massa aksi dalam aksi ‘#SaatnyaKitaKatakanCukup: Tarik Militer Ke Barak Episode II’ di depan Gedung DPRD Kota Malang pada Minggu (23/03). Pernyataan sikap ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar secara daring melalui Zoom pada Jumat (28/03).

Dalam aksi tersebut, aparat keamanan melakukan tindak kekerasan terhadap peserta aksi, termasuk jurnalis, tim medis, perempuan, serta tim hukum yang hadir di lokasi. Akibat kekerasan yang terjadi, sejumlah massa mengalami luka ringan hingga berat.

Koalisi Masyarakat Sipil Malang Raya menyatakan tindakan represif aparat merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia serta ancaman terhadap ruang sipil dan kebebasan berekspresi.

“Jadi, apapun namanya, ini sudah kejahatan terhadap kemanusiaan, itu satu. Kemudian yang kedua, ini sudah melanggar hak masyarakat secara umum untuk mendapatkan rasa aman,” ujar Dhia Al-Uyun, perwakilan dari Serikat Pekerja Kampus yang turut tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil.

Temuan Kekerasan oleh Aparat

Berdasarkan hasil pendampingan dan pengumpulan aduan yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, teridentifikasi berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan yang terdiri atas kepolisian, TNI, serta sejumlah individu berpakaian hitam yang tidak teridentifikasi. Sejumlah massa aksi mengalami pemukulan, tendangan, cekikan, hingga ujaran rasial. Massa aksi lainnya mengalami luka serius, termasuk patah rahang, retak tengkorak, dan kerusakan gigi, serta sempat mengalami intimidasi saat dirawat di RSUD.

Enam orang, termasuk relawan medis dan pelajar di bawah umur, sempat ditangkap lalu digelandang ke Polresta Malang sebelum akhirnya dibebaskan.

Kekerasan juga menargetkan tim medis yang bertugas, seperti Kolektif Paramedis Jalanan dan Ceng Oren Paramedis Jalanan. Mereka mengalami perampasan alat medis, ancaman pembunuhan, serta kekerasan seksual verbal. Selain itu, Posko bantuan medis yang didirikan saat aksi turut diserang.

Saya sudah mengangkat tangan agar mereka tidak masuk ke posko medis, tapi tetap dipukul di kepala,” ujar Zakiya, relawan medis dari Ceng Oren.

Jurnalis yang meliput aksi pun tak luput dari kekerasan dan intimidasi. Berdasarkan data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), terdapat tiga jurnalis profesional mengalami intimidasi dan penghalangan peliputan. Setidaknya delapan jurnalis mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang juga mengalami kekerasan fisik dan verbal, meski telah menunjukkan identitas pers mereka.

“Nah, waktu itu teman-teman yang kena represi paling tidak ada delapan orang, delapan orang Ini dua dari LPM Kavling10 UB, dua dari LPM Perspektif, kemudian dua dari UAPM Inovasi. Satu ini Sekjen PPMI Nasional yang kebetulan dia lagi main di Malang, ” ujar Delta sebagai perwakilan PPMI Kota Malang

Puluhan massa aksi juga mengalami perampasan barang berharga seperti gawai, tas, dompet, dan kendaraan bermotor. Sekitar 80 kendaraan disita Polresta Malang dengan alasan yang tidak jelas, beberapa di antaranya mengalami kerusakan. Selain itu, pasca aksi, beberapa massa aksi mengalami teror di media sosial dari pihak yang tidak dikenal.

Pernyataan Sikap Koalisi

Dalam konferensi pers tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Malang Raya menyampaikan delapan poin pernyataan sikap:

  1. Mengutuk segala bentuk kekerasan dan represi oleh aparat keamanan yang telah bertindak dengan menggunakan kewenangannya secara eksesif dalam mengamankan berjalannya aksi ‘Tarik Militer ke Barak Episode II’.
  2. Mengutuk segala bentuk ujaran dan stigma rasial yang dilakukan aparat terhadap massa aksi ‘Tarik Militer ke Barak Episode II’.
  3. Mengecam segala bentuk intimidasi terhadap Tim Paramedis yang mencederai hak massa aksi atas akses kesehatan.
  4. Mengecam adanya penghalangan akses liputan yang disertai kekerasan pada pers yang bertugas saat aksi ‘Tarik Militer ke Barak Episode II’.
  5. Mengutuk dugaan kekerasan seksual dan ujaran misoginis terhadap massa aksi perempuan yang mencerminkan watak aparat yang tidak berperspektif gender.
  6. Menuntut dihentikannya intimidasi dan teror pada sejumlah pihak sebagai residu pasca aksi ‘Tarik Militer ke Barak Episode II’.
  7. Mendorong seluruh elemen masyarakat untuk tetap menyuarakan kritik dan penolakan atas pengesahan RUU TNI yang dapat menggerus supremasi sipil, melanggar profesionalitas TNI, mengingkari semangat reformasi, dan mengancam demokrasi serta memicu pelanggaran HAM yang lebih buruk di masa mendatang.
  8. Mendorong seluruh elemen masyarakat untuk turut bersolidaritas dengan korban kekerasan aparat dalam aksi ‘Tarik Militer ke Barak Episode II’.

    Pernyataan ini dinyatakan oleh penyintas dan 17 organisasi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil, di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, LBH Surabaya Pos Malang, PPMI Kota Malang, serta sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya. (hr/nka)
(Visited 55 times, 2 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?