Malang, PERSPEKTIF – Komite Puputan Pakel menyelenggarakan diskusi bertema “Perjuangan Ruang Hidup dan Kriminalisasi Petani Pakel” pada Minggu (12/2) bertempat di Bage X Kama, Yogyakarta. Diskusi ini disiarkan secara langsung melalui Twitch TV sebagai wujud solidaritas untuk ketiga warga Pakel, Banyuwangi yang ditangkap oleh Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur pada Jumat (3/2) lalu. Aksi penangkapan tersebut dianggap menjadi kegagalan program reforma agraria di Indonesia.
Taufiqurochim selaku Tim Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (Tekad Garuda) menyatakan konflik Pakel adalah gambaran sistem pertanahan yang timpang di Indonesia. Hal ini ditunjukan saat dua ribu warga Pakel sedang berjuang merebut lahannya, tetapi PT Bumi Sari tetap saja dapat beraktivitas.
“Reforma agraria gagal dengan adanya kasus Pakel ini. Sudah hampir satu abad masyarakat mempertahankan lahannya dari kolonial,” tutur Taufiq.
Ia menambahkan penangkapan tiga warga tersebut membuktikan otoritarianisme Polisi dengan cara yang seolah-olah prosedural, tetapi tidak merujuk pada nilai hak asasi manusia dan demokrasi. Taufiq menyebut ada beberapa kejanggalan dalam proses penetapan tersangka dan penangkapan tersebut. Hal ini dibuktikan oleh surat pemanggilan yang tidak diantar pihak kepolisian, tetapi oleh kurir.
“Tidak ada surat penangkapan, tiba-tiba saja pada Jumat (3/2) mereka ‘diculik’ oleh Polda Jawa Timur sehingga tidak sesuai dengan hukum acara,” jelasnya.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penetapan tersangka tiga warga Pakel, video penuturan seorang warga bernama Mulyadi mengenai akta tanah tahun 1929 dijadikan barang bukti oleh kepolisian. Dengan ini, kata Taufiq, Polda Jawa Timur ingin menciptakan konspirasi kalau akta tersebut tidak sah. Padahal mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menguji hal tersebut.
“Bukan warga, tapi Polda sendiri hadir sebagai episentrum keonaran di nasional,” ujarnya.
Ketua Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP), Harun menceritakan setelah penangkapan tiga warga tersebut suasana di desa menjadi hangat dan aktivitas warga dibatasi. “Masih ada Intel yang berkeliaran di kampung kami,” tuturnya.
Harun menyatakan, Polisi seharusnya menindak PT Bumi Sari, bukan warga karena berdasarkan surat pertanahan tahun 2018, mereka tidak lagi memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan di Pakel.
“Dengan penangkapan tiga warga tersebut, kami tidak takut karena kami merasa benar,” tegasnya.
Istri Untung, salah satu warga Pakel yang ditangkap, merasa sedih karena tidak menyangka suaminya akan ditangkap. Ia lalu berharap solidaritas masyarakat sipil dapat membantu pembebasan suaminya. “Semoga Bapak bisa cepat keluar,” tuturnya dengan mata yang sembab. (gra/hal)