Lompat ke konten

Pilrek UB 2022 dalam Bayang-bayang Korps Alumni Organisasi Ekstra?

Ilustrator: Gratio
Oleh: Darul Adinawa*

Proses pemilihan Rektor Universitas Brawijaya (UB) untuk periode 2022-2027 telah dimulai sejak tahap pendaftaran pada tanggal 29 Maret lalu hingga pemilihan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) yang akan berlangsung pada 21 Mei nanti. Berhubungan dengan hal tersebut, malangtimes.com menerbitkan artikel bertajuk “Kuasai Dekanat dan Majelis Wali Amanat, Calon dari KAHMI Menguat” pada 13 April lalu. Artikel ini secara garis besar memaparkan tentang salah satu nama Calon Rektor yang dikabarkan semakin kuat untuk menjadi pengemban amanat berikutnya dengan keterlibatan perkumpulan alumni dari sebuah organisasi ekstra kampus di belakangnya. 

Dalam artikel tersebut, nama yang paling diunggulkan yakni Prof. Dr. Ir. Imam Santoso MP dikarenakan beliau merupakan calon yang dikondisikan secara sistematis dan dijagokan oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Sebaliknya dua calon berikutnya yang bukan satu kelompok akan dikondisikan untuk tidak bisa maju ke tiga besar. Hal ini sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari secara terstruktur dimulai dari pengkondisian Dekan-Dekan di UB duduki oleh orang-orang KAHMI atau orang yang mau bersinergi dengan KAHMI. Sejalan dengan itu, Rektor saat ini yaitu Prof. Nuhfil Hanani juga merupakan orang yang bersinergi dengan KAHMI. Tak ketinggalan, dua dari tiga Menteri RI yang tergabung dalam MWA juga berasal KAHMI. Lalu untuk perwakilan mahasiswa, tentu kita semua sudah tahu jawabannya. 

Tak berhenti sampai disitu, dominasi KAHMI juga terlihat dalam pemilihan Senat Akademik Universitas (SAU) yang berasal dari fakultas-fakultas. Ada enam anggota SAU di tiap fakultas, tiga anggota di antaranya dijabat oleh Dekan, Ketua Senat Fakultas, dan perwakilan dosen non guru besar. Masih belum cukup lagi, KAHMI semakin menyebarkan pengaruhnya pada anggota MWA. Dari 17 anggota MWA, nyaris semuanya dikuasai orang-orang KAHMI. Hanya beberapa orang yang bukan bagian dari KAHMI. 

Perlu diketahui, untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut mengenai pengkondisian dari KAHMI menjadikan Prof. Imam sebagai Rektor, malangtimes.com menulis bahwa mereka telah berusaha mengonfirmasi lebih dalam namun Prof. Imam tak mau memberikan keterangan lebih lanjut. Senada dengan itu, Rektor UB, Prof Nuhfil Hanani juga tak memberikan tanggapan hingga artikel tersebut diterbitkan. 

Jika pemaparan malangtimes.com tentang bagaimana KAHMI mulai menguasai sektor-sektor dalam kampus valid, maka ada beberapa hal yang disorot dari penulis yaitu terkait bagaimana KAHMI mengambil semua jabatan hanya untuk satu golongan padahal di dalam kampus terdapat unsur-unsur lainya yang menurut penulis membuat lingkungan kampus kurang proporsional. Ujung-ujungnya hal ini berpengaruh pada berbagai keputusan atau kewenangan yang berlaku – yang harusnya menimbang keputusan dari bermacam sudut pandang menjadi satu suara saja. 

Dengan hanya satu kelompok yang mengatur sebuah lembaga yang cukup besar tak bisa dipungkiri bahwa kesan lengah dan luput bisa saja terjadi karena kelebihan kekuasaan. Seperti yang tertulis dalam artikel malangtimes.com tadi bahwa ada anggota MWA yang terindikasi terpapar radikalisme karena pernah terlibat gerakan yang diinisiasi oleh FPI (Front Pembela Islam). Hal ini tak lepas dari bagaimana akibat dari jabatan yang dipangku oleh satu kelompok saja sehingga tidak tercipta proses pengawasan yang sehat di lingkungan birokrat kampus. Berkaitan dengan isu radikalisme dalam pemilihan Rektor UB juga pernah dimuat pada lpmperspektif.com. 

Hal-hal yang berpotensi menyimpang lainya seperti penyalahgunaan kekuasaan cukup mengkhawatirkan untuk sebuah institusi yang diduduki hanya satu kelompok saja. Karena porosnya hanya satu, maka tak menutup kemungkinan terdapat konflik, mengingat banyak elemen-elemen yang berbeda di UB. Lalu demokrasi juga menjadi terbatas dan kurang sehat. Contohnya saja seperti jalannya kegiatan politik di kalangan mahasiswa yang bukan lagi menjadi rahasia bahwa mereka yang merupakan anggota dari kelompok tersebut biasanya menjadi elit dan memegang posisi strategis dalam pengelolaan pemerintahan mahasiswa. Bisa kita lihat dari dominasi kepemimpinan Eksekutif Mahasiswa yang selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2020, 2021, 2022 dipegang oleh kader-kader HMI. Konsekuensi jika hanya satu kelompok yang mendominasi kampus juga menyebabkan hilangnya kemampuan kritis dan kreativitas mahasiswa. Salah satunya mahasiswa pada kelompok dominan harus mengikuti perintah dan petunjuk yang ada di kelompoknya. Mereka tidak lagi penting untuk dapat memilih apa yang benar-benar baik dan apa yang tidak baik. Bagi mereka, semua yang ditunjukkan kelompok itu adalah pertimbangan yang paling benar.

Perlu diingat bahwa semakin superpower suatu kelompok maka semakin rentan adanya penyimpangan, bukan berarti jika banyak elemen dalam satu lembaga bisa berjalan dengan efektif, belum tentu juga. Tergantung dari setiap pribadi memahami bagaimana substansi daripada tanggung jawab itu sendiri. Terlepas dari jelek atau buruknya sebuah sistem yang berjalan pasti selalu ada kesalahan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis berharap bahwa tulisan ini bisa menjadi insight baru dan berpesan agar siapapun nanti yang menjabat sebagai Rektor untuk sebaik mungkin menjalankan tugas dan perannya. Selain itu, penulis juga berharap agar setiap tindakan dan keputusannya tidak memihak salah satu kelompok saja, melainkan harus menaungi semua golongan dalam kampus karena ia telah menjadi orang nomor satu di Universitas Brawijaya.

(Visited 1,239 times, 1 visits today)
*) Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya tahun 2020. Sekarang aktif sebagai anggota Divisi Redaksi LPM Perspektif.

1 tanggapan pada “Pilrek UB 2022 dalam Bayang-bayang Korps Alumni Organisasi Ekstra?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?