Di era yang serba canggih ini mungkin sudah jarang saya dapati seseorang yang berjalan menuju ke kantor pos dengan penuh harap surat akan cepat sampai ke penerima. Maklum, seseorang tersebut menuliskan segala isi pikirannya dalam surat tersebut. Jarang juga kita melihat sekelompok orang berlomba-lomba mengoleksi prangko; mungkin hanya mereka yang hobi saja. Hal ini wajar apabila kita melihat betapa cepatnya pesan dapat disampaikan dalam sekian detik yang menjadi alasan utama seseorang memilih untuk menggunakan internet sebagai komunikasi daripada korespondensi.
Namun apakah berkirim surat di era yang serba canggih saat ini sudah tidak ada? Jawabannya adalah masih ada. Beberapa orang dan komunitas saya dapati masih tetap aktif dalam berkirim surat meski saat ini dibantu oleh adanya kemajuan digital. Lantas apa bedanya? Mengapa mereka masih tetap berkirim surat apabila mengirim pesan dapat dilakukan secepat kilat? Menarik, mari kita diskusikan bersama!
Pertama, bahwa keberadaan komunitas berkirim surat ini sempat mengejutkan saya. Hal ini dikarenakan mereka tetap rajin dan giat serta senang sekali dalam mengumpulkan prangko dan juga kartu pos. Mungkin secara sekilas akan terlihat kuno, tetapi tidak bagi kami. Kami melihat bahwa hobi ini adalah hobi retro yang sangat unik dan asyik. Pengiriman tidak hanya antar daerah tetapi juga antar negara. Kapan lagi bisa mendapatkan kartu pos dari luar negeri secara gratis? Ya, meski kita juga harus mengirimkan kepada mereka, tetapi hal ini tentu pengalaman yang menarik.
Sejauh apa yang saya tahu dalam surat menyurat ke luar negeri terdapat dua jenis. Pertama adalah surat dalam bentuk letters, dan yang kedua adalah kartu pos. Yuk, kita lihat lebih dalam. Surat biasanya berisi secarik kertas dengan tulisan yang sangat khas dari negara mereka, dan juga gaya penulisan yang berbeda-beda di setiap negara. Selain secarik kertas, biasanya akan ada pembatas buku atau suvenir yang mereka selipkan dalam amplop surat. Tak jarang, surat akan didekorasi sedemikian rupa menjadi sangat eye-catchy dan menarik. Sedangkan kartu pos hanyalah secarik kartu setebal kertas foto, dan di balik kartu tersebut terdapat tulisan dari pengirim. Bukankah kedua hal ini menarik?
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana caranya? Sangat mudah. Di era digital ini, negara tidak memiliki batasan khusus dalam berinteraksi. Kita dapat memanfaatkan internet untuk menemukan alamat atau teman pena. Misalnya, Instagram. Di sana terdapat berbagai akun yang memberikan kesempatan untuk berkirim surat dengan tagar #PenpalWanted, atau cari saja akun yang berhubungan dengan tagar tersebut. Sangat banyak, kok. Lantas, apakah kartu pos juga sama? Kurang lebih sama. Sebagai tambahan juga terdapat laman yang mengintegrasikan para pecinta kartu pos di dunia menjadi satu, dan akan memberikan alamat pengiriman secara acak. Saya memakai Postcrossing.com. Apabila ingin melakukan pengiriman surat atau kartu pos secara lokal dalam negeri, cukup bergabung saja dengan komunitas-komunitas yang ada di Facebook. Saya mengikuti Komunitas Postcrossing Indonesia, di sana lingkungannya sangat kekeluargaan dan ramah sekali.
Hobi ini tidak begitu mahal. Biaya setiap surat atau kartu pos berkisar tujuh ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah untuk pembelian prangko, tergantung benua dari negara apa yang akan dituju. Untuk nominalnya bisa dilihat secara lengkap di laman Pos Indonesia. Satu lagi, harga ini akan berubah tergantung dari berat surat tersebut. Untuk membeli prangko dan kartu pos juga dapat dilakukan melalui e-Commerce atau di kantor pos terdekat.
Menurut pandangan saya, surat menyurat menawarkan sesuatu lain yang tidak dapat diberikan oleh media digital—dan sebagai alasan utama hobi ini sekarang tetap ada—yakni tentang penantian, penasaran, dan kehangatan. Penantian selama tiga minggu hingga satu bulan merupakan momen yang harus menghela nafas panjang untuk menunggu. Kedatangan surat yang sulit diprediksi menimbulkan rasa penasaran, ditambah lagi saat suara sepeda motor pak pos yang khas terdengar di depan rumah. Inilah saat yang ditunggu-tunggu, pak pos mengeluarkan beberapa lembar amplop dan ditujukan kepada saya. Momen itu adalah yang paling indah dalam surat menyurat ini.
Ketika saya membuka amplop, dan membaca secarik kertas yang berisikan tulisan tangan huruf tegak bersambung khas dari negara lain, di sanalah kehangatan itu terasa. Surat itu seolah berbicara sendiri, tak jarang saya melafalkan tulisan yang ada di secarik kertas dengan ala-ala orang Inggris karena saya sangat menikmati membaca secarik surat. Begitu juga dengan memberikan balasan, harus berhati-hati karena tidak dapat dihapus atau dibatalkan. Didekorasi sedemikian rupa untuk melatih kreativitas agar penerima surat ikut senang. Ketika berkirim surat saya dapat bertukar budaya, dan bertukar cerita serta menambah teman hingga keluarga.
Harapan saya sesungguhnya mengenai berkirim surat ini adalah bertambahnya orang yang menyukai hobi ini. Surat menyurat saat ini akan lebih mudah dengan hadirnya internet sebagai media pembantu, sehingga relevansinya masih tetap ada di era digital ini. Hanya saja, waktu untuk menunggu yang menjadi ujian utama. Namun, tetap saja hobi ini sangat menarik untuk dijalani dengan berbagai macam budaya dan teman yang menanti! Apakah Anda berminat untuk mencoba?.
Salam kenal dr jogja.. Apakah ada komunitasnya orang2 yg msh suka surat menturat ini? Aku mau gabung, rinduuu menulis dan menerima surat. Btw, usiaku 53 thn, jaman mudaku hobi korespondensi dan mengumpulkan perangko 🙂