2021 ini merupakan tahun kedua dunia dilanda wabah virus corona, tak terkecuali Indonesia. Covid-19 seolah menjadi bencana besar yang tak kunjung usai bagi masyarakat. Tidak hanya virusnya yang dianggap “mematikan”, kebijakan yang muncul akibat wabah ini juga seringkali memunculkan pro dan kontra. Klaim keberhasilan sering muncul dari pihak pemerintah. Namun di sisi lain, masyarakat menganggap kebijakan yang diterapkan pemerintah sama sekali tidak berefek pada menurunnya angka penularan Covid-19. Justru sebaliknya, seringkali tidak tepat sasaran dan berujung menyulitkan aktivitas masyarakat. Seperti yang baru-baru ini ramai diberitakan, tahun ini pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan yang melarang masyarakat Indonesia untuk mudik ke kampung halaman. Hal ini tentunya menjadi pro kontra, terlebih isi dari kebijakan yang dikeluarkan seringkali berubah sehingga membuat masyarakat kebingungan.
Larangan pemerintah terkait Mudik Lebaran 2021 sekilas terlihat normal, mengingat memang bertujuan untuk menekan jumlah penyebaran Covid-19. Kebijakan ini kemudian menuai perdebatan karena larangan mudik tersebut kontradiktif dengan izin berwisata lokal saat libur lebaran. Selain itu, kebijakan ini diatur untuk dilaksanakan mulai tanggal 6 Mei 2021 sehingga masyarakat yang mudik sebelum tanggal tersebut masih diperbolehkan. Hal ini membuat pemerintah terlihat tidak totalitas dan setengah hati dalam mengeluarkan kebijakan. Kebijakan ini juga menjadi tidak masuk akal jika tujuan utama adalah menekan penyebaran Covid-19. Pola kontradiktif dan inkonsistensi seperti inilah yang seringkali muncul dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Akibatnya, masyarakat tidak lagi memperhatikan kebijakan yang dikeluarkan dan cenderung melanggar kebijakan tersebut.
Melihat respon dan pergolakan yang terjadi setelah kebijakan diterapkan, seharusnya pemerintah bisa lebih peka terhadap hal tersebut agar kedepannya bisa menghasilkan produk kebijakan yang berimbang, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan memiliki isi serta tujuan yang jelas. Hal ini juga bisa menjaga hubungan baik antara masyarakat dengan pemerintah. Jika hubungan masyarakat dan pemerintah menjadi baik, tingkat kepercayaan masyarakat juga akan meningkat. Dampak dari hal tersebut adalah meningkatnya kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Dilansir dari Kompas.com, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain karena pengetahuan masyarakat akan wabah penyakit, tingkat kepercayaan terhadap pemerintah juga berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan masyarakat. The Conversation juga menjelaskan bahwa selama masa pandemi pemerintah masih menggunakan istilah rumit yang hanya mudah dipahami oleh masyarakat perkotaan terdidik dan berasal dari kelas menengah. Pemerintah juga belum bisa menyediakan akses kesehatan secara merata kepada semua kalangan. Sementara peraturan dan sanksi sudah diberlakukan secara menyeluruh.
Hal-hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah harus bisa menjamin keterwakilan masyarakat dalam kebijakan yang dikeluarkan agar tidak menimbulkan perdebatan pro dan kontra maupun penurunan kepatuhan. Sehingga tujuan utama dari diterapkannya kebijakan tersebut bisa terwujud dengan maksimal. Pada dasarnya, kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah adalah hasil dari tuntutan masyarakat dan sudah sepatutnya produk kebijakan yang ada harus mewakili tuntutan rakyat sendiri. Dengan demikian, kebijakan pemerintah tentang larangan mudik lebaran harusnya dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ada kebijakan berwisata yang kontradiktif. Jika pemerintah serius ingin menghentikan penyebaran Covid-19, setiap kebijakan haruslah efektif dan ditetapkan secara tegas agar tidak terjadi pergolakan di tengah masyarakat. Karena kalau tidak, hal itu hanya akan menimbulkan masalah baru.