Lompat ke konten

Hari Kartini, Momentum untuk Tingkatkan Kesadaran Perlindungan Hak Perempuan

Poster acara diskusi WCC Jombang "Marsinah: Kartini yang Dibungkam". (Sumber: WCC Jombang)

Malang, PERSPEKTIF ­–Women’s Crisis Center (WCC) Jombang menyelenggarakan diskusi dalam memperingati Hari Kartini pada Rabu (21/4). Diskusi yang bertajuk “Marsinah : Kartini yang dibungkam” ini diselenggarakan melalui Zoom Meeting dengan menghadirkan dua narasumber. Mereka adalah ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, serta perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Andi Saputra.

Diskusi tersebut diselenggarakan dengan membawa dua tujuan utama, yaitu untuk merefleksikan perjuangan dua pahlawan perempuan (Kartini dan Marsinah) dan untuk menghidupkan kembali gerakan-gerakan perempuan.

Sesi pertama dibuka oleh Andi Saputra dari AJI Jember yang menjabarkan bahwa Kartini dan Marsinah merupakan sesama pahlawan perempuan yang memperjuangkan hak asasi manusia pada eranya. Mereka telah berkorban sampai akhir hayat yang hasilnya sangat berpengaruh terhadap kehidupan saat ini.

“Mereka merupakan sosok perempuan literat yang tidak hanya peduli, namun juga beraksi atas ketidakadilan yang terjadi di sekitarnya,” jelas Andi.

Andi menyampaikan bahwa pelanggaran terhadap hak perempuan juga bisa terjadi karena kurangnya pemahaman dari perempuan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak yang merugikan dirinya.  

“Terkadang, pelanggaran terhadap hak perempuan terjadi karena kurangnya literasi atau pengetahuan dari perempuan itu, yang membuat mereka tidak mengetahui bahwa tindakan yang mereka terima adalah suatu bentuk pelanggaran. Maka, literasi dan pengetahuan harus ditingkatkan pada perempuan. Seperti halnya apa yang dilakukan Marsinah dan Kartini,” ujar Andi.

Materi selanjutnya disampaikan oleh Asfinawati yang mengatakan bahwa perempuan saat ini sengaja dibungkam dan dilemahkan karena perempuan dianggap sebagai objek strategis dalam melemahkan sektor-sektor penting. Salah satunya adalah kepentingan yang bersifat politis.

Lebih lanjut, ia mengatakan ada beberapa perilaku yang digunakan untuk membungkam aksi perempuan.

“Diskriminasi, menomorduakan kasus perempuan, tidak adanya pemulihan, dan tidak diakuinya fakta atau pengalaman perempuan,” tutur Asfinawati.

Terakhir, Asfinawati juga memberikan informasi seputar langkah-langkah pencegahan terhadap pelanggaran hak perempuan, yaitu dengan melakukan penyadaran melalui diskusi-diskusi, peningkatan keterampilan berupa pelatihan, melakukan kaderisasi berjenjang dan berlanjut, pembentukan tim kerja pengawasan serta membentuk tim advokasi. (mam/ais)

(Visited 209 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?