Malang, PERSPEKTIF – Peran tenaga konselor dalam sebuah lembaga konseling bisa dibilang sangat penting. Konselor menjadi garda terdepan untuk melayani mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Tidak sembarang orang bisa menjadi konselor, harus memiliki kualifikasi khusus.
Ketua BKM Universitas, Ari Pratiwi menjelaskan bahwa BKM Universitas memiliki lima orang tenaga konselor yang semuanya berasal dari dosen Jurusan Psikologi UB. Setiap konselor memiliki memiliki background spesialisasi yang berbeda. ”Ada konselor pendidikan dan perkembangan, serta konselor klinis. Meskipun begitu, dalam pelaksanaannya setiap konselor tidak hanya melayani spesialisasinya masing-masing, namun sesuai dengan masalah yang hadir,” jelas Ari (21/2).
Untuk bisa menjadi konselor BKM Universitas, ada syarat yang harus dipenuhi. Ulifa Rahma, salah satu konselor BKM Universitas mengatakan bahwa ada dua syarat yang harus dipenuhi. Syarat pertama yaitu harus punya background psikolog, bukan psikologi keilmuan. “Karena psikolog itu selain bisa melakukan konseling, dia bisa juga melakukan psikoterapi begitu. Meskipun nanti yang melakukan psikoterapi itu arahnya ke psikolog klinis,” jelasnya.
Syarat kedua, harus memiliki pengalaman sebagai konselor. Pengalaman ini penting karena mahasiswa yang ditangani adalah tingkat universitas dengan berbagai permasalahan mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Konselor perlu untuk memiliki pengalaman sebab ada seseorang yang punya background psikolog tapi belum punya pengalaman sebagai konselor.
”Hasil akhir dari tahapan pemilihan tenaga konselor adalah terbitnya surat tugas kepada konselor yang terpilih dengan masa berlaku selama satu tahun. Setelah masa satu tahun berakhir, setiap konselor harus memperbarui surat tugasnya dan melakukan evaluasi setiap tiga bulan sekali. Apabila hasil evaluasi kurang memuaskan, ada kemungkinan konselor bisa diganti,” kata Ulifia.
Lebih lanjut, Ulifia menuturkan bahwa dalam satu bulan setiap konselor harus menangani empat konseli secara online dan empat konseli secara tatap muka. Untuk batasan waktu konseling, pihak BKM Universitas sejauh ini menetapkan batas maksimal sebanyak tiga kali pertemuan tatap muka dengan rentang waktu 1,5 jam hingga 2 jam.
“Ketika memang setelah konseling dia bisa mengatasi masalahnya sendiri, satu kali saja sudah cukup. Selama ini belum ada konseling yang dilakukan 5-7 kali. Justru tidak baik model konseling seperti itu. Istilahnya konseling tergantung, yaitu menggantungkan diri pada konselor. Konseling yang ideal maksimal dilakukan 3 kali,” kata Ulifia (10/3).
Apabila mahasiswa berkeinginan untuk menggunakan layanan konseling BKM Universitas, bisa langsung daftar melalui laman resmi yang telah disediakan oleh BKM yaitu konseling.ub.ac.id. Setelah daftar, tim dari BKM akan menghubungi melalui whatsapp. Kemudian akan dipilah terlebih dahulu, mana yang harus konseling secara online dan mana yang konseling secara tatap muka.
Untuk penentuan jadwal konseling, Ulifia mengatakan bahwa jadwal mengikuti ketentuan dari jadwal konselor. Alasannya, agar konselor bisa maksimal dalam melayani mahasiswa. Selain itu ia menambahkan pelayanan yang diberikan tidak bisa berhenti di tengah-tengah sesi sehingga disepakati penentuan jadwal menyesuaikan konselor.
“Kecuali jika ada klien yang urgent, tidak sesuai jadwal tidak apa-apa. Misalkan ada klien yang dirujuk dari jurusan dan sifatnya medesak untuk ditangani, bisa dilakukan kapan saja. Sehingga misalkan masih harus antre, dia duluan itu bisa langsung janjian,” jelas Ulifa.
Ari menambahkan sampai saat ini sudah ada sekitar 400 mahasiswa yang mendaftar. Menurut dia, dalam sebulan BKM Universitas menargetkan untuk melayani sekitar 20 mahasiswa. Namun hasil di lapangan berbeda, dalam satu bulan mahasiswa yang mendaftar bisa mencapai 40 orang. Sementara jumlah konselor sampai saat ini hanya lima orang.
”Kami berpikir seharusnya setiap fakultas memiliki BKF (Badan Konseling Fakultas). Sebab mahasiswa yang mendaftar jumlahnya cukup tinggi, BKM Universitas tidak akan bisa menampung. Jadi BKF diperlukan untuk menampung mahasiswa dari setiap fakultas, sementara BKM Universitas akan jadi tempat rujukan saja. Untuk kasus yang cukup berat, BKM Universitas telah bekerjasama dengan Rumah Sakit Universitas Brawijaya (RS UB) yang memiliki psikolog dan psikiater,” ujarnya.
Adanya BKM menuai respon beragam dari mahasiswa, Wardah Faradilla misalnya.
Mahasiswi jurusan Sosiologi 2018 ini mengungkapkan bahwa keberadaan badan konseling di lingkungan kampus cukup membantu mahasiswa ketika memang sedang mengalami masalah. ”Apalagi kalau menemukan konselor yang cocok. Banyak mahasiswa yang tidak bisa cerita ke sembarang orang, pergi ke badan konseling bisa jadi pilihan yang tepat,” ungkapnya.
Respon lain disampaikan oleh Azzahra Aulia Safira. Mahasiswi jurusan Biologi 2019 ini mengatakan bahwa mengetahui adanya BKM di UB, namun sosialisasi yang dilakukan masih kurang terasa. ”Cuma sekadar tahu kalau ada badan konseling dan bisa diakses secara online. Waktu itu ada penugasan Raja Brawijaya (Rabraw) tentang lembaga yang ada di UB beserta laman resminya. Dari situlah saya mengetahui adanya BKM,” ujarnya. (rns/mth/dat)