Lompat ke konten

Bangun Sumur Resapan, UB Masih Terancam Banjir

2

Malang, PERSPEKTIF – Sejak dicanangkan 2015 lalu, konsep Eco-Green Campus Universitas Brawijaya (UB) masih belum banyak membawa perubahan. Namun, Wakil Rektor IV UB bidang Moch. Sasmito Djati menolak anggapan konsep ini fokus pada aspek fisik. Walau demikian, dari data yang dihimpun PERSPEKTIF, konsep Eco-Green Campus UB tidak luput menyertakan pengelolaan aspek fisik.

Berbeda dengan konsep Green Campus universitas lain yang menekankan aspek fisik, UB menekankan pada cara berpikir ramah lingkungan. Selain itu Sasmito menyatakan konsep ini bertujuan membuat civitas akademika UB berfikir jangka panjang dan hemat energi. “Pembangunan fisik hanya salah satu, yang nanti long term-nya adalah tercapainya Eco-Green Campus. Pembangunan fisik terdekat adalah membuat sumur-sumur resapan,” ujar Sasmito.

Disinggung terkait banjir yang kerap terjadi di UB, Sasmito menyatakan sumur resapan memang hanya efektif di bulan-bulan tertentu. “Sumur resapan itu akan efektif kalau pada bulan Desember. Tapi kalau masuk bulan Januari ketika tanah sudah jenuh air, saat hujan pun akan tetap banjir,” ujar Sasmito. Ia menambahkan pembangunan sumur resapan mulai dilaksanakan di beberapa titik di UB.

Hingga kini sudah terdapat beberapa sumur resapan yang tersebar di beberapa titik di wilayah UB. Misalnya, di hutan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Aalam (FMIPA), di daerah Perpustakaan UB serta di sekitar area Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Namun, di beberapa titik tersebut air hujan masih kerap tidak tertampung.

“Banjir terjadi secara tiba-tiba, mayoritas limpahan dari saluran air. Terlebih posisi hutan FMIPA juga lebih rendah dari jalan,” ujar V.A. Elvien Kristian, mahasiswa FMIPA. Ia menambahkan, meskipun hutan FMIPA berada di lokasi yang lebih rendah dari jalan, jumlah sumur resapan masih minim. “Untuk sumur resapan disana itu kalau tidak salah hanya ada satu dekat gedung Jurusan Fisika, jadi kurang bisa menampung air,” tambahnya.

Dosen jurusan Teknik Pengairan Very Dharmawan membenarkan bahwa daerah hutan FMIPA merupakan areal yang paling rendah dan memiliki fungsi utama untuk daerah resapan air, bukan sebagai tempat parkir. “Sekarang banyak gedung tinggi bertingkat, tapi lahan berkurang sehingga hutan FMIPA beralih fungsi jadi tempat parkir. Jadi, kalau hujan airnya kesitu. Harus dipahami bahwa sifat air selalu menggenang di tempat rendah,” ujarnya.

Berdasarkan survey yang telah dilakukannya, ada beberapa titik temu air yang harus diperbaiki karena salurannya tersumbat ataupun rusak. Saluran tersebut berupa gorong-gorong yang terdapat di beberapa titik. Very mencontohkan saluran yang berbatasan dengan Jalan Veteran kondisinya kurang baik, sehingga di daerah tersebut banjir kerap terjadi.

Melihat kondisi ini Very mengatakan sudah cukup mendesak untuk mencari solusi nyata agar permasalahan banjir tidak menganggu kegiatan citivitas akademika. Menurutnya, sebagai civitas akademika penting untuk memiliki kepedulian dan kepekaan. “Kepekaan dan kepedulian seluruh civitas akademika akan menimbulkan disiplin dan tanggung jawab terhadap lingkunga,” pungkas Very. (bmh/nnd)

(Visited 308 times, 1 visits today)

1 tanggapan pada “Bangun Sumur Resapan, UB Masih Terancam Banjir”

  1. Tentu konsep Eco-Green Campus Universitas Brawijaya bisa dibuat sistem yang lebih baik untuk menanggulangi banjir
    Akhir April 2016 curah hujan yang tinggi sangat waspada terjadi banjir dimana-mana, semoga masyarakat bisa antisipasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?