Oleh: Christanti Yosefa*
sehari dua hari seperti gerbang mistis diantara dua alam
berdiri di ujung, menatap segan, kagum dan ngeri
sementara orang tua melepas kita dengan perpisahan haru
karena anak bukan dara taruna yang harus diambilkan rapor lagi
jadinya seperti perumpamaan
realita sinema-sinema tentang bagaimana
seorang jadi dewasa, jadi merdeka,
walau semantik tentang itu boleh jadi meragukan buatmu dan aku
(dan kita tidak perlu setuju)
orang berkata rasanya seperti terbang
kataku seperti mendayung dalam lautan pilihan
yang membedakan adalah kaki tangan
punya sendiri, pancing pun sendiri
ada bekal kiat-kiat menghadapi badai dan bertahan hidup
tapi kata kakak, kuncinya hanya percaya pada diri sendiri
untuk apa?
karena ada yang menanti
siapa? apa? di mana? bagaimana?
tidak perlu tahu karena tidak usah tahu
soalnya ketika kapal berlabuh, Ia beri tanda untuk berhenti atau lanjut
tiba-tiba laut jadi genangan becek di gang-gang kampung
dan kita jadi besar, besar sekali
*)Penulis merupakan mahasiswi Hubungan Internasional angkatan 2018 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Saat ini aktif sebagai anggota Divisi Sastra LPM Perspektif.