Judul Buku : 24 Jam Bersama Gaspar: Sebuah Cerita Detektif
Penulis : Sabda Armandio
Tahun Terbit : 2017
Penerbit : Mojok
Novel kedua Dio (panggilan akrab Sabda Armandio) ini kebetulan juga merupakan novel kedua yang saya baca diantara deretan novelnya yang lain. Novel pertamanya yang saya baca adalah Kamu: Cerita yang Tidak Perlu Dipercaya, salah satu novel favorit saya karena berkesan dan terasa “saya” banget. Sejak membaca novel pertamanya, saya langsung menangkap kesan tersendiri dari gaya penceritaan Dio, yang menurut saya memiliki banyak sekali elemen yang rumit dan membingungkan, tapi justru membuat novelnya sedap untuk disantap. Perihal kerumitan ini adalah kekuatan karya Dio di mata saya, yang, alih-alih membuat bingung, justru membuat kita terkejut dengan bagaimana Dio menjalin elemen-elemen tersebut. Hal ini nampak dengan kuat di novel 24 Jam Bersama Gaspar.
Selain rumit, dua ciri lain yang khas pada novel Dio adalah keabsurdan dan twist yang tak pernah gagal membuat saya kagum. Saya tak menyangka bahwa tokoh-tokoh yang seolah hanya sekilas saja bisa memiliki arti besar pada cerita. Twist yang disajikan juga tidak satu, namun berlapis-lapis dan membuat kisahnya jadi semakin kaya. Sebagaimana yang sering saya bilang saat mengulas karya Dio, twist di ceritanya itu adalah bagian tak terelakkan dan hampir selalu mengisi ruang dalam cerita, alih-alih hanya sebagai ending saja seperti umumnya cerita lain.
Perihal keabsurdan, yang satu ini selalu kental dalam karya-karya Dio. Hampir setiap dialognya selalu mengandung nuansa absurd yang membuat kita tenggelam saat membacanya. Dialog-dialog dalam Gaspar terkesan padat, absurd, punya banyak detail, dan yang paling aneh dari semua itu adalah kombinasinya betul-betul menawan. Saya temukan juga kesan yang hampir serupa di novel Kamu. Kedua buku ini membuat saya tidak bisa berhenti
Satu hal yang tak terlupakan bagi saya justru bagaimana Dio memandang cerita Gaspar ini selain hal-hal yang sudah saya tuliskan di paragraf sebelumnya. Dalam salah satu takarir Instagram-nya, ia menjelaskan novel Gaspar dalam sudut pandang yang saya sadari saat membacanya, tapi gagal saya temukan kata yang tepat untuk menjelaskannya. Cerita Gaspar adalah keping ingatan tokohnya. Seperti kata Dio, “kumbang dalam kotak miliknya, sudut yang nggak pernah terkena sinar matahari.”
Omong-omong, selamat untuk Dio karena buku ini akan segera difilmkan dan diterjemahkan secara internasional!