Oleh: Istifarast.*
Dia datang lagi,
Setelah seminggu yang lalu memutus teleponku dan esoknya menghilang dari kontrakan
Pergi untuk meneriakkan suara-suara yang katanya tak boleh diredam
Meski kini, dia sendiri justru dipenuhi lebam
Dia datang lagi,
Setelah menolak mendengarkanku dan terus melukis di kain hitam
Menulis tuntutan-tuntutan kekecewaan yang katanya layak diperjuangkan
Meski nanti hanya akan diinjak-injak dan dia tak kuasa melawan
Ya Tuhan,
Dia datang–
Setelah sebulan penuh menghindar, sebulan penuh turun ke jalan, sebulan penuh menangisi kebusukan yang masih kekal
Tidak lagi dapat berkata karena rahangnya berdarah
Tidak lagi dapat meraih karena tangannya patah
Tidak lagi dapat melangkah karena tungkainya lemah
Dia datang dengan luka-luka yang dulu coba ku cegah
Luka-luka yang sama menyakitkan dengan abainya
Luka-luka yang dengan egois dia inginkan karena dia sungguh tak mengerti cara lain untuk mempertahankan
Maka akan ku jaga dia dalam dekapan
Biar nanti ku cari cara lain untuk melawan
Aku cuma tak ingin,
Suatu hari dia sungguh pulang,
Dan luka-luka itu menyisakanku sendirian.
*)Penulis merupakan mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2019 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Saat ini aktif sebagai anggota Divisi PSDM LPM Perspektif.