Lompat ke konten

Memahami Tragedi Andes Lewat Film Society of the Snow

Society of the Snow (Netflix)
Oleh: Muhammad Akmal Fauzan*

Tanggal Rilis: 9 September 2023

Durasi: 144 menit

Sutradara: J. A. Bayona

Cerita: J. A. Bayona, Vilaplana, dan Jaime Marques

Studio: Misión de Audaces Films, El Arriero Films, dan Netflix

Distributor: Netflix

“Sudah sejauh ini, kau setidaknya harus makan,” ucap Nando, “Berhentilah bersikap angkuh dan berpikir yang tidak-tidak.”

“Aku tidak bisa membantu kalian dengan kondisi badan seperti ini. Aku adalah beban. Makanan itu harusnya kau berikan saja ke orang lain. Memberikan makanan pada orang sakit sepertiku sia-sia saja,” suara pelan itu akhirnya membalas.

Senyum dan semangat Numa hilang. Anak hukum itu sudah sangat siap. “Jika aku mati, gunakan saja tubuhku untuk bertahan hidup. Aku mengizinkannya.”

Tragedi Besar

Pada 13 Oktober 1972, Fairchild FH-227, pesawat milik Angkatan Udara Uruguay yang membawa tim rugby Old Christians Club dan beberapa penumpang lainnya, lepas landas dari

Montevideo, Uruguay menuju Santiago, Chili untuk sebuah pertandingan sekaligus liburan bagi anggota non-tim. Awalnya, semua berjalan lancar; all clear. Namun, sebab cuaca mulai mengekstrem, mereka harus bermalam di Mendoza, Argentina, sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya.

Esoknya, saat mendekati Pegunungan Andes, pilot salah memperkirakan lokasi pesawat—buah cuaca kembali mengekstrim. Akibatnya, pesawat mencium, atau lebih tepatnya menyerempet, puncak gunung. Ekor dan beberapa bagian pesawat terlepas, berhamburan ke segala arah.

Dari 45 penumpang, 12 orang mati seketika akibat benturan atau terpental keluar dari pesawat. Sementara itu, sisanya terjebak di ketinggian lebih dari 3.500 meter sembari bertarung melawan suhu Pegununugan Andes yang mematikan.

Mereka menggunakan bangkai pesawat sebagai tempat tinggal, mengamankan dan memakan apa saja yang bisa ditemukan dari barang-barang bawaan: cokelat, biskuit, rokok dan apa pun.

Setelah beberapa hari berat, mereka putus asa dengan upaya penyelamatan dari pemerintah Uruguay ataupun Chili. Makanan menipis, dilema baru muncul: kanibalisme.

Tenang Saja, Kita Tidak Akan Mati Esok, Bukan?

Banyak dari kita berasumsi bahwa kita tidak akan mati esok; bahwa saya masih muda dan tentu saja belum akan mati; bahwa, sebelum saya mati, pastilah orang-orang tua di luar sana mati terlebih dahulu: saya terakhiran saja. Namun, menonton film Society of the Snow dapat membuat siapa pun, setidaknya siapa pun yang mempunyai kemampuan refleksi, tersadar: mati adalah misteri. Mungkin saja mati datang besok. Mungkin saja lusa.

Yang jelas, ketika sudah saatnya mati datang, tidak ada yang bisa menghindar. Seberapa bersiapnya seseorang, pada akhirnya, ia menyerah kepada mati. Kaya atau miskin, siap atau tidak siap, sudah mandi atau belum, mati tidak peduli.

Logika ini juga bisa dibalik persis seperti bagaimana film ini memperlihatkan jatuh-bangunnya mereka-mereka yang selamat. Meskipun dihantam badai es, avalanche, kekurangan makanan, dan kelelahan psikis tiap saat, mati masih enggan menjemput mereka-mereka yang selamat.

Bayona, Sutradara Apik yang Mendetail dan Visioner

Membuat film dokumenter yang mewakili tragedi besar tentulah tidak mudah, apalagi jika diterbitkan di kanal streaming berbayar seperti Netflix. Beban berat dipikul oleh siapa pun sutradara yang memberanikan diri membuat film dokumenter semacam ini, tidak terkecuali Bayona.

Demi kesuksesan film ini, Bayona mulai bekerja sejak 2011 dengan melakukan wawancara intens bersama para penyintas. Bahkan, Carlitos Páez, salah satu yang selamat, berperan sebagai ayahnya sendiri. Carlitos dibuat merasakan rasanya menunggu kepulangannya sendiri sebagai ayahnya. Tidak hanya itu, Bayona, dan tim, juga datang langsung ke rumah keluarga mereka-mereka yang selamat untuk memperoleh data lebih mendalam melalui dialog dan nongkrong santai dengan anak ataupun istri para karakter (baca: mereka-mereka yang selamat).

Keapikan Bayona tidak berhenti di sini saja. Ia menepis semua kritikan yang mengatakan bahwa film Society of the Snow hanya menyoal kanibalisme saja; tidak ada yang seru dan patut ditonton: pesan inti dari film hanyalah kanibalisme. Padahal, dalam film, Bayona tidak sebegitunya menonjolkan proses makan-memakan teman. Bahkan, proses tersebut tidak ditunjukkan sama sekali: nihil. Kritik pun cair!

“Kami memiliki adegan di mana ada percakapan panjang tentang apakah mereka-mereka yang selamat akan menggunakan tubuh mereka-mereka yang mati atau atau tidak; tentang apakah mereka- mereka yang selamat rela tubuhnya digunakan untuk santapan apabila selanjutnya mati datang,” jawab Bayona ketika ditanya oleh wartawan BBC perihal aspek menarik dari film, atau horor lain dari film, selain kanibalisme.

Akhir Kata

Paling-paling, setelah menonton film Society of the Snow, tiap orang, termasuk juga saya, bisa lebih sadar soal mati. Tidak menyepelekannya dan selalu bersiap, setidaknya secara mental dan keyakinan, kalau-kalau dia datang tanpa diundang.

Perlu diingat, Bayona menawarkan banyak hal dalam film ini, lebih dari sekadar kanibalisme, yang mustilah menarik perhatian orang banyak. Ada dedikasi yang besar. Persiapan yang matang. Waktu yang digunakan dengan bijak. Oleh karena itu, enjoy the film!

(Visited 47 times, 1 visits today)
*) Penulis merupakan mahasiswa Sosiologi FISIP UB angkatan 2023 dan saat ini aktif sebagai anggota magang Divisi Redaksi LPM Perspektif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?