Malang, PERSPEKTIF – Pemilihan Mahasiswa Raya (Pemira) Universitas Brawijaya (UB) 2019 telah usai. Kemarin (22/11), 13 Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan presiden serta wakil presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) yang baru telah ditetapkan.
Muhammad Farhan Azis, Presiden EM terpilih 2020 mengatakan bahwa pelaksanaan pemira tahun ini lebih jelas dibandingkan tahun lalu. Menurut dia sosialisasi pemira tahun ini juga lebih bagus, yaitu dengan cara keliling tiap fakultas.
”Tahun ini lebih baik, tapi pelaksanaannya agak mepet, jadi terkesan buru-buru. Tidak ada kendala yang berarti saat pemira tahun ini, hanya ada sedikit kendala saat administratif,” ujar Farhan.
Arrafathoni Rizqi, Ketua Pelaksana Pemira 2019 menuturkan bahwa jumlah pemilih yang mencapai 18.000 ribu sudah cukup bagus. Menurut Arrafathoni untuk bisa mencapai target awal yaitu 20.000 sangat susah sebab mahasiswa UB yang fokus dengan pelaksanaan pemira hanya sedikit.
”Untuk pemira tahun depan harus ada inovasi baru. Tidak mungkin konsep pemilihannya begini terus. Minat pemilih bisa tidak bertambah kalau tidak ada inovasi baru,” kata Arrafathoni.
Hal senada diungkapkan oleh Wahyu Pratama Alamsyah, Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pemira 2019. Menurut Wahyu antusias pemilih tahun ini sudah mulai naik. Tahun kemarin jumlah pemilih sekitar 16.000 ribu, tahun ini jumlahnya naik 2.000 menjadi 18.000 ribu.
”Untuk kinerja panitia tahun ini sudah cukup bagus. Kami saling bekerja sama, dalam artian saling mentaati bagaimana hak dan kewajiban masing-masing panitia,” ujar Wahyu.
Pelaksanaan Pemira tahun ini sempat diwarnai insiden di beberapa fakultas, salah satunya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Sempat terjadi adu mulut antara panitia dengan calon pemilih.
Menanggapi hal tersebut, Arrafathoni mengatakan bahwa tidak begitu mengetahaui akar permasalahannya. Menurut dia, Kevin Maulana salah satu anggota DPM UB memang kurang koordinasi dengan panitia. ”Permasalahan tersebut merupakan urusan depan, jadi saya tidak memiliki hak apapun. Masalah tersebut juga sangat personal, jadi saya tidak memiliki wewenang,” ujarnya.
Semantara, Wahyu mengatakan bahwa pelaksanaan pemira dengan sistem e-vote masih seumuran jagung. Menurut dia wajar jika terjadi kendala atau masalah. ”Masalah yang ada di fakultas seharusnya bisa di selesaikan oleh fakultas tersebut. Kami dari panita pemira atau pemilwa sebenarnya sudah memiliki aturan. Seharusnya teman-teman bisa mentaati aturan tersebut agar pelaksanaan pemira bisa berjalan lancar,” ujarnya.
Disisi lain, Farhan menyarankan agar calon pemilih menggunakan hak suaranya jauh sebelum TPS ditutup. Demi meminimalisir terjadinya masalah seperti tahun ini. ”Calon pemilih tidak hanya dituntut menyesuaikan dengan sistem. Tetapi juga harus berinisiatif untuk memilih lebih awal agar masalah seperti ini tidak terulang lagi tahun depan,” tuturnya. (aak/ist/dic)