Malang, PERSPEKTIF – Senin (1/4), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Brawijaya (UB) bersama beberapa perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-UB yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Resah (AMARAH) melakukan seruan aksi yang menyoroti beberapa permasalahan di UB, seperti kebijakan stiker UB, ojek online, bus UB, serta kartu parkir. Selain itu, minimnya pelibatan mahasiswa dalam menentukan kebijakan-kebijakan tersebut menjadi latar belakang aliansi ini untuk menggelar aksi di depan Gedung Rektorat UB.
“Kita menolak kebijakan-kebijakan ini, seperti penerapan kebijakan stiker UB yang hanya diterapkan selama dua minggu bahkan banyak stiker-stiker palsu beredar di luar UB. Kedua, kami juga menuntut alih fungsi bis UB, karena dalam pelaksanannya tidak efektif sama sekali,” ujar Zhafir Galang, Dirjen Agitasi dan Propaganda BEM Fakultas Hukum (FH) UB.
Lebih lanjut Zhafir menjelaskan operasi bus UB tidak efektif karena jumlahnya yang dirasa masih sedikit sehingga tidak cukup mengakomodasi seluruh mahasiswa, ditambah dengan jam operasionalnya yang hanya sampai pukul 15.00 WIB. Selain itu beberapa tuntutan di atas, aliansi ini juga mengungkapkan tuntutan lain. “Perbolehkan ojek online masuk kembali. Karena ini imbas dari kebijakan stiker, sementara kebijakan ini sudah dilakukan tahun 2016 dan itu terbukti gagal. Lalu, mengapa kebijakan yang gagal ini terus diulang-ulang?” tambah Zhafir.
Setelah beberapa saat melakukan orasi secara bergantian, beberapa presiden BEM dipanggil oleh pihak rektorat untuk melakukan audiensi di dalam Gedung Rektorat. Namun, massa aksi tetap menuntut agar Rektor UB, Nuhfil Hanani, bersedia menemui massa. Hingga akhirnya Nuhfil turun menjumpai massa dan menyampaikan poin-poin kesepakatan audiensi.
“Kami akan membolehkan ojek online masuk, tapi tidak boleh ngetem. Mereka boleh ngambil (pernumpang) di sini pada daerah-daerah tertentu yang disediakan oleh rektorat dengan masukan dari perwakilan anda. Tidak boleh ngambil di sembarang tempat,” tegasnya.
Nuhfil juga mengharapkan partisipasi mahasiswa untuk menjaga iklim ketertiban tersebut. Ia mengimbau mahasiswa untuk ikut menegur pengemudi ojek online yang tidak mematuhi aturan. Selain itu, ia juga akan menonaktifkan sistem bus antar jemput.
Mohammad Sandi Abdilah, Presiden BEM FHmenjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada kesulitan dalam menemukan solusi ketika melakukan negosiasi dengan rektorat. Akan tetapi, kebuntuan audiensi tersebut terletak pada masalah konsensus untuk menemukan solusi bersama antara mahasiswa dengan pihak rektorat.
“Kami bersepakat bahwa ojek online boleh masuk dan disediakan daerah-daerah tertentu sebagai tempat menjemput dan menurunkan penumpang. Nanti juga akan ada audiensi lebih lanjut antar perwakilan AMARAH dengan rektor UB,” pungkas Sandi. (qul/jab/ptr)