Malang, PERSPEKTIF- Sabtu lalu (23/2), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang menyelenggarakan kajian sejarah yang bertajuk Melawat Sejarah Trem dan Lori di Kota Malang. Kajian yang dikemas dalam bentuk diskusi ini dilaksanakan di Museum Mpu Purwa Malang. Diskusi ini diselenggarakan sebagai upaya pelestarian benda-benda cagar budaya di Kota Malang.
Mengangkat bahasan tentang kereta api Malang pada masa kolonial, kajian ini menghadirkan lima narasumber. Kelimanya antara lain, Dwi Cahyono dan Agung H. Buana dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Asa Wahyu Setyawan Muchtar dari Komunitas Eklesia Production Kebon Agung Malang, Tjahjana Indra Kusuma seorang Pemerhati Kereta Api, serta ada pula Komunitas Railfans Malang Raya (RF+44).
Agung H. Buana menyebutkan bahwa kereta api, khususnya trem, memiliki peran penting di Kota Malang pada masanya. “Tentang trem, kita ketahui punya peran penting di Malang. Kalau di Jakarta dan Palembang baru memulai pembahasan dan pembangunan MRT atau LRT sekarang, Malang sudah dari 100 tahun lalu,” tegasnya.
Pentingnya peran trem di Malang juga disebut oleh beberapa narasumber lain dalam diskusi ini, antara lain Tjahja Indra Kurniawan serta Dwi Cahyono. Bahkan, dalam salah satu sesi diskusi ini, Dwi mengemukakan pendapatnya mengenai reaktivasi, atau pengoperasian kembali, jalur trem dalam Kota Malang sebagai alternatif kebijakan berlandaskan sejarah lokal.
“Iya, kiranya Pemerintah Kota Malang dapat mempertimbangkan kembali penggunaan trem dalam kota. Seperti yang ada pada masa Hindia-Belanda,” tutur Dwi saat sesi diskusi berlangsung.
Usulan Dwi ini didukung oleh Tjahja Indra Kurniawan. Menurutnya, pengoperasian kembali trem adalah salah satu solusi alternatif untuk mengurai kemacetan dalam kota. “Iya, itu adalah salah satu solusi yang baik untuk mengurangi kemacetan kota. Selain itu, trem juga penting sebagai angkutan masal,” ungkap Indra.
Namun, Agung merasa ragu akan pengoperasian kembali jalur trem tersebut. Menurutnya, kepadatan Kota Malang menjadi alasan sulitnya realisasi reaktivasi tersebut. “Sebenarnya bisa, perlu kajian lebih dalam dan perhatian aspek teknisnya untuk melaksanakan reaktivasi tersebut. Apalagi, jalur Blimbing-Kayutangan sekarang menjadi jalan utama Kota Malang. Sulit untuk melakukannya,” ungkapnya.
Agung pun menyarankan adanya operasional kereta komuter dari Lawang menuju Kepanjen. Menurutnya, hal tersebut dapat menjadi alternatif transportasi lain bagi warga yang ingin menuju salah satu daerah di Malang Raya. “Saya lebih menyarankan untuk pengadaan kereta komuter untuk mempermudah mobilisasi warga Malang,” papar Sekretaris TACB Kota Malang tersebut.
Selain pengoperasian kembali jalur trem, Dwi dan Komunitas Pecinta Kereta Api (Railfans) Malang merekomendasikan untuk reaktivasi dan rekonstruksi gedung stasiun Malang Kotabaru bagian Timur. Konon, bangunan tersebut adalah bangunan induk stasiun Kotabaru yang dibangun sejak tahun 1870-an. (mim/ptr)