Malang, PERSPEKTIF – Dalam Undang-Undang Bab III bagian satu pasal ke-12, tertulis bahwasannya setiap mahasiswa yang ingin mencalonkan calon sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) maupun pasangan yang mencalonkan untuk posisi Presiden dan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) 2017 dalam Pemilihan Mahasiswa Raya (Pemira) FISIP diharuskan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tolak ukur mengenai syarat ketaqwaan tersebut bersifat prosedural, untuk memenuhi persyaratan yang ada.
“Tolak ukur ketaqwaan tersebut adalah hanyalah sebatas adanya keterangan beragama yang tertulis di atas form pendaftaran dan ketika melakukan sumpah saat akan menjabat,” ungkap Wilda Yusril Ihza, Koordinator Undang-Undang.
Hal senada juga dikatakan oleh Jefrie Nandy Satria, Ketua DPM. Ia mengatakan bahwa syarat tersebut hanyalah sebuah penekanan kepada calon Legislatif maupun Eksekutif karena dalam kenegaraan pun melakukan hal tersebut untuk terkait persyaratan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tolak ukur untuk persyaratan terkait ketaqwaan tersebut justru terkesan hanya secara teknis, seperti pengucapan sumpah dan keterangan identitas agama yang tercantum. Wilda selanjutnya juga mengungkapkan bahwa syarat ketaqwaan kepada Tuhan tersebut sempat direkomendasikan untuk dihapus pada proses pembuatan yang sebelumnya. Untuk para anggota DPM ke depannya juga, ia merekomendasikan untuk perubahan UU tersebut.
“Sebenarnya mau dihapuskan syarat bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kalau kita memakai pembangunan perspektif pembuatan undang-undang kan terdapat 3, ada filosofis, yuridis dan sosiologis. Nah, kita melihat ternyata secara historisnya itu sudah ada di sebelum periode saya, takutnya apabila dihilangkan akan menimbulkan pendapat di masyarakat bahwa DPM tahun ini sekuler,” jelas Wilda. .
Namun, syarat bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak terdapat bagi mahasiswa yang mencalonkan diri menjadi bagian dari panitia maupun pengawas PEMIRA.
“Ini hanya berupa penekanan, kalau bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ini kan tidak bisa dibuktikan dan memang hal ini menjadi suatu gambaran atau harapan dari temen-temen . Tapi, saya yakin ketika panitia menuliskan syaratnya seperti itu, itu sudah tersortir sendiri oleh temen-temen yang melakukan screening,” terang Jefrie.
Ketika Perspektif meminta tanggapan kepada salah satu mahasiswa FISIP terkait syarat tersebut, Gigieh Aryo Gumilang mengatakan “Syarat bertaqwa tersebut memiliki tolak ukur yang tidak bisa diukur oleh nalar manusia, karena yang dapat mengukur apakah seseorang bertaqwa atau tidak hanyalah Tuhan itu sendiri” terang Gigieh.
Ia menambahkan alangkah baiknya syarat bertaqwa tersebut diganti menjadi beragama sesuai dengan agama yang diakui di Indonesia, karena tolak ukurnya jelas dan dapat diterima oleh nalar manusia.
“Begitu pula panitia, seharusnya juga diterapkan syarat beragama tersebut agar tidak terdapat adanya inkonsistensi dalam UU terkait syarat yang dibuat oleh DPM,” pungkasnya. (bfa/djr/rmh/ank)