Lompat ke konten

Editorial: Pengintai Kampus

Intelijen dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mengintai aktivitas akademik di Universitas Brawijaya (UB), dampaknya adalah beberapa intervensi seperti pemasangan spanduk untuk menjauhi ideologi tertentu serta pembubaran dan pembatalan diskusi yang mengangkat isu-isu sensitif.

Padahal kebebasan mimbar akademik bagi sebuah institusi Perguruan Tinggi telah dijamin oleh konstitusi diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” dan juga berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada pasal 11 di bahas terkait civitas akademik yang memiliki tradisi untuk mengembangkan budaya akademik.
Pada poin (3) dan (4) berbunyi.

(3) Pengembangan budaya akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan interaksi sosial tanpa membedakan suku, agama, ras, antar golongan, jenis kelamin,kedudukan sosial, tingkat kemampuan ekonomi, dan aliran politik. (4) Interaksi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam pembelajaran, pencarian kebenaran ilmiah, penguasaan dan/atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta pengembangan Perguruan Tinggi sebagai lembaga ilmiah.

Kalaupun dikhawatirkan oleh pihak birokrat kampus, bahwa gerakan seperti Komunisme maupun beberapa diskusi, yang akan menimbulkan keadaan yang tidak kondusif, hal itu harus ditanggulangi secara akademis juga. Ruang-ruang diskusi mengenai pemahaman komunis, serta kajian mengenai Lesbian, Gay dan Transgender (LGBT), dibuka, diperdebatkan melalui berbagai perspektif. Begitupula dengan diskusi yang dikira nantinya mengancam kondusifitas kampus, sangat tidak akademis bila dibatalkan langsung secara sepihak, perlu ada dialog terlebih dahulu, serta duduk bersama untuk mendiskusikan hal tesebut, hal itu nantinya akan menumbuhkan dialektika antar berbagai sudut pandang.

Laporan mengenai mulai tumbuhnya gerakan Komunisme serta LGBT juga harus dilakukan secara trasnparan dan akuntabel, karena jika terburu-buru menyimpulkan hanya melalui penelusuran simbol- simbol hal itu tentu tidak berdasar, hanya akan menjadi sebuah propaganda semata. Pihak birokrat kampus juga tidak perlu khawatir akan tumbuhnya ideologi maupun pemahaman, yang ditakutkan nantinya memecah belah bangsa dan negara, jika iklim akademis di kampus terus dipacu, tanpa membatasi diskusi-diskusi serta memasang spanduk propaganda untuk menjauhi gerakan serta paham tertentu.

(Visited 200 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?