Lompat ke konten

Menelusuri Kemunculan Hoax

KULIAH TAMU-Budi Darsono mengisi materi kuliah tamu yang diadakan jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya pada Kamis (18/5). (PERSPEKTIF/Elisabeth)
KULIAH TAMU-Budi Darsono mengisi materi kuliah tamu yang diadakan jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya pada Kamis (18/5). (PERSPEKTIF/Elisabeth)

Malang, Perspektif –Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) mengadakan kuliah tamu bertema “Media Online, Masyarakat Informasi, dan Hoax” pada Kamis (18/5).

Kuliah tamu kali ini menghadirkan dua narasumber utama yaitu Budi Darsono yang merupakan pendiri dari detik.com dan dewan komisaris kumparan.com. Kedua, Megafatanti Noer, dosen Ilmu Komunikasi yang bergelut dalam bidang studi kebudayaan dengan dimoderatori oleh Bayu Indra Pratama, dosen Ilmu Komunikasi UB.

Hoax itu sendiri, menurut Budi Darsono, muncul karena adanya revolusi digital. “Hoax dan hate speech terjadi tidak lepas dari revolusi digital, terjadi di awal tahun 90-an, yang kemudian teknologi internet kontennya dibentuknya menjadi luar biasa karena ada yang disebut dengan web,” terangnya.

Sementara Megafatanti mengutarakan bahwa hoaks itu awalnya muncul dari gosip, sebelum terjadinya revolusi digital.“Menjadi sebuah kebutuhan ketika itu bersentuhan dengan teknologi, dimana teknologi sudah menyatu dalam kehidupan kita bagi manusia, sekarang ini,” ujarnya.

Hoax banyak muncul melalui media online. Dalam kinerja media online sebenarnya sudah memiliki konsep yang jelas. Budi mengatakan bahwa  media online ini berkonsep jurnalisme proses yang berorientasi pada akurasi, verifikasi, dan kecepatan. Tiga hal tersebut merupakan inti dari media online.

“Kita nggak bisa ngomong, karena cepat terus kemudian tidak akurat. Karena cepat lalu kemudian bikin hoax, enggak juga. Jurnalisme proses harus diperbarui terus menerus, media online harus bekerja terus menerus setiap detiknya.”

Kemudian dia juga menekankan adanya proses dalam jurnalisme media online yang tidak bisa langsung dikatakan bahwa berita itu hoax ketika beritanya belum selesai.

Menurut Mega, hate speech dapat memengaruhi hoaks, ini disebabkan oleh sifat hate speech yang sensitif sekali dan menyasar hal-hal seputar suku, agama, ras dan antar golongan.

“Bahasa menjadi salah satu alat utama menggerakkan kehendak kita, khususnya menggiring opini. Itu menggerakkan kita sebagai manusia untuk melakukan sebuah aksi ” ujar Mega.

Mega berpesan kepada para audiens yang menghadiri acara tersebut agar lebih cermat dalam memilih dan memilah informasi. “Yang penting adalah akal sehat ya. Menggunakan akal sehat, rasio, dan jangan pernah berhenti mencari informasi yang lain,” pungkasnya. (tas/els/ran)

(Visited 211 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?