Malang, PERSPEKTIF – Kriminalisasi terjadi pada dua jurnalis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Bursa Obrolan Mahasiswa (BOM) dari Institut Teknologi Medan (ITM) oleh Polrestabes Medan. Menanggapi kejadian tersebut, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang melakukan aksi diam dengan menggunakan dresscode hitam sebagai bentuk solidaritas di Bundaran Tugu, depan gedung Balikota Malang (11/5). Aksi tersebut juga sebagai bentuk belasungkawa terhadap adanya pelanggaran kebebasan pers setelah sebelumnya pada (3/5) diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Internasional.
Imam Abu Hanifah, Koordinator Badan Pekerja Advokasi PPMI Nasional mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas untuk LPM BOM. “Tidak layak sekali ketika ibaratnya sudah ada mekanisme yang jelas. Toh teman-teman LPM BOM juga belum memproduksi berita tersebut, namun kemudian mereka langsung ditangkap saat proses peliputan, ini kan membatasi kebebasan berekspresi dan pers juga,” ungkap pria yang akrab disapa Icil tersebut.
Faizal Ad Daraquthny sebagai Sekretaris Jendral (Sekjen) PPMI Kota Malang juga mengungkapkan bahwa aksi diam merupakan bentuk dukungan moril yang diberikan kepada LPM BOM di Medan.
“Ketika aksi itu dilakukan oleh banyak daerah di kota-kota seluruh Indonesia untuk mendukung terbebasnya aktivis Medan yang sekarang sedang ditahan, mungkin Polisi Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan akan berpikir dua kali untuk tetap menahan, karena sudah menjadi isu nasional,” harap Ad terkait aksi yang dilakukan.
Adapun Ad menyampaikan tiga tuntutan utama dari PPMI Kota Malang atas tragedi yang menimpa LPM BOM.
“Pertama, bebaskan Pers Mahasiswa LPM BOM Institut Teknologi Medan dan Aktivis Universitas Sumatera Utara. Kedua, menuntut pihak Polrestabess Medan untuk meminta maaf terhadap LPM BOM dan mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Kemudian yang ketiga adalah mengadili oknum yang melakukan tindakan kekerasan terhadap pers mahasiswa dan aktivis yang mengikuti aksi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas),” pungkasnya. (zul/miq/ank).