Malang, PERSPEKTIF – Pemutaran dan diskusi film untuk mengenang aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib, diadakan oleh salah satu Lembaga Semi Otonom (LSO) MIXTH pada (04/7) yang bertempat di gazebo depan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB).
Acara tersebut dibuka dengan pembacaan sajak puisi W.S Rendra oleh Azima mahasiswa Hubungan Internasional tahun 2015 yang berjudul “Pesan Pencopet kepada Pacarnya” dan musikalisasi puisi oleh Aristya Rini mahasiswa Ilmu Komunikasi tahun 2016.
Tema yang diusung adalah “Munir adalah Kita” dengan menyuguhkan dua film documenter perjalanan Munir yang berjudul “Kiri Merah Kanan Hijau” dan “Bunga Dibakar”. Selain pemutaran film terdapat diskusi yang menghadirkan dua pemateri, yaitu Andy Irfan yang merupakan mantan Ketua Kontras Daerah Jawa Timur dan Fatimah Suganda perwakilan dari Omah Munir menggantikan Suciwati, istri dari Munir yang berhalangan hadir dikarenakan sakit.
Andy Irfan sebagai pemateri, menceritakan bagaimana pertemuan pertamanya dengan Munir saat mengadvokasi masalah di Kota Pasuruan. “Beliau adalah personal yang ringan tangan, mulut, kaki dan dompet dan juga murah berbagi ilmu,” ungkap Andy.
Selain Andy Irfan, Fatimah Suganda juga mengatakan bahwa Munir memang sudah tidak ada, tetapi ia sebenarnya tidak pernah pergi, jasa-jasanya masih bisa menikmati hingga detik ini.
“Adanya Kontras dan Imparsial merupakan bentuk immortalitas beliau, walaupun sudah tidak ada tetapi jasa-jasanya masih bisa kita nikmati,” jelas Fatimah.
Selain itu, juga ada tanggapan dari salah seorang peserta, ”Bagi saya kampus ini mencegah adanya Munir-Munir baru, kami mahasiswa seakan hanya menjadi robot yang hanya kupu-kupu, contohnya dengan kebijakan kampus (absen),” Ujar Abbiyu Ramadhan, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2015.
Ia juga menambahkan bahwa kampus lebih mementingkan urusan administratif dibanding dengan kualitas mahasiswa itu sendiri.
Muhammad Tatya Ardian, Ketua Pelaksana, mengungkapkan bahwa acara ini diadakan selain untuk menghibur, juga dapat berguna dan bermanfaat bagi mahasiswa.
“Karena acara MIXTH selalu acara yang pure hiburan maka ingin mematahkan image tersebut. MIXTH ingin membuat acara selain menghibur juga ada aksi sosialnya, paling tidak untuk menambah ilmu,” jelas mahasiswa Hubungan Internasional tersebut. (TTM/WND)