Malang, PERSPEKTIF – Dalam Pemilihan Mahasiswa Raya (PEMIRA) Universitas Brawijaya (UB) 2016, Electronic vote (E-vote) dalam pengambilan suara kembali dilakukan. Hal ini kemudian menimbulkan sedikit kekhawatiran tersendiri dari pihak-pihak yang terlibat mengenai kemungkinan terjadinya gangguan pada server seperti tahun lalu.
Menurut Agung Priatmojo, mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2012, sistem E-vote memang menarik yang dapat menggiring mahasiswa untuk memberikan hak pilihnya menggunakan E-vote karena rasa penasaran dan ingin mencobanya. Namun, berdasarkan pengalaman tahun lalu, menurut Agung perencanaannya perlu diperbaiki lagi.
“Jika ingin memberlakukan sistem E-vote kembali harus direncanakan dengan matang dan sistemnya dibenarkan, terutama daya dukung,” ujar Agung.
Sementara itu, Ketua pelaksana PEMIRA UB, Muhammad Ilham Septian Hadi, mengatakan bahwa permasalahan tahun lalu sebetulnya lebih ke masalah teknis, yang kemudian dijadikan bahan evaluasi untuk dapat diperbaiki pada tahun ini.
“Hal ini terjadi selama 1 jam yang disebabkan operator Tempat Pemungutan Suara (TPS) Fakultas tidak mengetahui cara memperbaiki, sehingga harus menunggu operator TPS dari rektorat untuk memperbaikinya,” ungkap Ilham.
Berdasarkan dari evaluasi tersebut, maka tahun ini panitia PEMIRA mencoba untuk mengurangi resiko timbulnya masalah yang sama seperti tahun sebelumnya dengan menerjunkan operator rektorat ke tiap TPS.
“Tahun ini kita menginginkan operator E-vote rektorat untuk langsung diterjunkan ditiap TPS atau terlebih dahulu mentraining operator E-vote dari fakultas, sehingga ketika hal-hal yang tidak diinginkan terjadi seperti server down bisa diperbaiki dengan sigap dan cepat tanpa perlu menunggu operator dari rektorat,” papar mahasiswa Fakultas Peternakan tahun 2014 ini.
Sementara alasan mengapa menggunakan sistem e-vote yaitu salah satu cara Branding Universitas Brawijaya sebagai kampus berbasis teknologi, yang juga diterapkan di Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam penggunaan E-vote. Kemudian diberlakukannya sistem E-vote adalah sebagai upaya menekan penggunaan kertas.
“Penggunaan E-vote dapat mengurangi sampah dari kertas yang digunakan. Pihak rektorat juga sangat setuju karena dapat menekan pengeluaran biaya kertas untuk PEMIRA. Dengan digunakannya E-vote selain murah juga mudah digunakan untuk memantau serta mendata seluruh suara mahasiswa. Saat E-vote pertama kali digunakan juga mendapat respon yang baik dari mahasiswa mengingat membludaknya yang memgakses sehingga menyebabkan server down,” jelas Ilham.
Namun, berbeda dengan pendapat Ilham mengenai efisiensi jika menggunakan E-vote, menurut Agung dirinya lebih memilih untuk menggunakan sistem manual.
“Saya sendiri lebih memilih sistem manual karena lebih mudah dan tidak bergantung pada alat sehingga tidak terlalu banyak trouble,” pungkasnya. (wn/crn/frz/ank)