Malang, PERSPEKTIF – Sebuah diskusi diselenggarakan oleh The Guardians pada Rabu (19/10) bertema “Hey, We Are Disturbed by Noise Pollution”. Tema itu menyoroti polusi suara yang terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB).
Habibie Subandi selaku pemateri menyampaikan keluhannya terhadap polusi suara di FISIP. Area tempat makan dianggapnya sebagai salah satu titik tempat polusi suara. Ia merasa kantin seperti tempat hajatan, ditambah lagi dengan suara musik yang keras.
“Di situ saya melihat bahwa memang perlu dibuka stok-stok ruang terbuka hijau yang lebih bagus. Supaya mahasiswa kita itu kalau berinteraksi tidak menimbulkan polusi suara yang mengganggu kehidupan kita di dalam gedung FISIP UB,” ungkap Dosen Politik tersebut.
Habibie juga merasa kegiatan Lembaga Semi Otonom (LSO) dan Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM), turut memberikan kontribusi polusi suara ketika melakukan kegiatan. Menanggapi pernyataan tersebut, Nanda Pratama mengaku bahwa kegiatan LSO atau LKM yang dilakukan di luar ruangan karena adanya krisis ruang publik di FISIP.
“Acara-acara lain terganggu karena kegiatan LSO atau LKM menggunakan space yang tidak representative untuk menyelanggarakan diskusi. Problem ini bagi saya menggambarkan kepada kita bahwa ada permasalahan pada ketersediaan ruang. Kita ini lagi krisis ruang,” ujar mahasiswa Hubungan Internasional 2011 ini.
Tidak hanya ketersediaan ruang saja yang kurang. Proses peminjaman ruang pun juga menjadi masalah. Alvin Lubis selaku moderator diskusi, mengeluhkan proses peminjaman ruang di lantai 7 untuk dipakai sebagai ruang diskusi. “Kita membuat acara ini, sebenarnya peraturannya sulit untuk memakai lantai 7 ini,” ujarnya.
Alvin menambahkan dari FISIP sendiri mempersulit mahasiswanya untuk menggunakan lantai 7 untuk menyelenggarakan adanya diskusi tersebut. “Kita sebagai mahasiswa tidak pernah mendapatkan public space untuk kita sendiri menikmati dengan mudah,” ucapnya.
Ahmad Imron Razuli sebagai pemateri, mengungkapkan bahwa mahasiswa juga harus aktif menyampaikan aspirasinya kepada pihak dekanat agar kebijakan yang dihasilkan nantinya dapat mewakili kepentingan mahasiswa. “Kita juga perlu aspirasi dari mahasiswa ataupun yang mewakili, agar regulasi yang dikeluarkan nantinya bersifat bottom-up,” ungkap Wakil Dekan II FISIP UB tersebut.
Henof selaku Ketua Penyelenggara juga berharap dari diskusi ini dapat menjadi jalan untuk kegiatan-kegiatan di FISIP memiliki tempat tersendiri dalam melaksanakan diskusi. “Sebenarnya kita ingin ada public space untuk LSO dan LKM agar tidak mengganggu teman-teman yang lagi belajar di kelas,” tutupnya. (els/lta)