Malang, PERSPEKTIF – Kepastian mengenai amandemen Peraturan Rektor (Pertor) Universitas Brawijaya (UB) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan (PPKSP) masih menimbulkan tanda tanya besar. Amandemen Pertor yang telah diisukan sejak tahun lalu belum juga terealisasi, sehingga pembentukan Peraturan Dekan (Perdek) Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB menjadi tersendat.
Awalnya, rencana amandemen tersebut muncul setelah turunnya Peraturan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021. Bambang Dwi Prasetyo, Wakil Dekan (WD) III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan FISIP UB menuturkan bahwa dirinya belum mendapat informasi lebih lanjut terkait rencana amandemen Pertor tersebut. Ia mengatakan hal tersebut berimbas pada sulitnya perubahan Perdek FISIP UB tentang ULTKSP.
“Sampai saat ini masih belum, masih pada (tahap, red) drafting. Kalau nanti misalnya sudah ada perubahan yang baru (amandemen Pertor, red), mungkin di fakultas juga akan berubah dan menyesuaikan. Kalau belum ada itu yang berarti kita masih sesuai dengan yang ada di Rektorat,” ujar Bambang (16/05).
Anas Fadhil, Menteri Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UB menyayangkan sikap Bambang yang tak menyeriusi keberlanjutan rencana amandemen tersebut. Hal tersebut dikatakan Anas sebagai reaksi atas pihak dekanat yang terkesan tidak mau rumit merevisi Perdek, sehingga harus menunggu aturan dari Pertor turun.
“Apa, ya, katakanlah paling gampang pihak dekanat ini tidak mau kerja dua kali, lah. Tidak mau kerja dua kali karena ketika Pertor nantinya diamandemen, otomatis kalau Perdek FISIP keluar, dia (pihak dekanat, red) akan juga mengamandemen. Jadi, menunggu dari atasannya, baru gerak. Nah, masalahnya, yang atasannya ini gak gerak sehingga yang bawah juga gak gerak,” tutur Anas (08/05).
Pada acara “Hearing Antara Dekanat dan Kita” (Hirarki Vol. II) yang diselenggarakan pada November 2023 lalu, rencana penandatanganan policy brief terkait ULTKSP sempat diangkat oleh pihak Kastrat BEM FISIP UB. Anas menjelaskan dalam isi policy brief tersebut, terdapat poin-poin yang menekankan dekanat agar segera menyelesaikan segala kasus yang mengalami kemacetan. Hal tersebut dikarenakan kasus telah larut dan tanggapan pihak dekanat yang belum memenuhi ekspektasi.
“Menekankan kepada pihak dekanat untuk segera menyelesaikan segala kemacetan pada kasus ini karena sudah cukup berlarut juga gitu. Sehingga, ketika mereka (pihak dekanat, red) ditagih ya tetep aja ogah-ogahan. Ketika kita sudah menekankan tapi dari merekanya masih ogah-ogahan, kita bisa ‘serang’ lewat propaganda atau mungkin kampanye,” tegasnya.
Anas juga sudah sempat mempertanyakan ketegasan pihak dekanat dalam memastikan perlindungan mahasiswa dalam sosialisasi program pengabdian masyarakat Journey Arancia of Unveiling Triangle (JANTRA) 2022. Ia menuturkan bahwa terdapat jawaban dari panitia yang seakan menganggap sepele persoalan perlindungan mahasiswa dari potensi Kekerasan Seksual dan Perundungan (KSP).
“Kemarin itu, di waktu sosialisasi JANTRA (untuk angkatan, red) 2022 ada salah seorang yang berbicara terkait bagaimana persoalan keamanan terkait KSP di lokasi JANTRA. Kemudian yang menjadi ganjalan itu jawaban pihak panitia yang seolah mengentengkan, sambil ketawa. Itu kan menurutku nggak etis,” jelas Anas.
Anas berharap, rencana amandemen Pertor UB Nomor 70 Tahun 2020 segera menemui titik terang, mengingat urgensi dari Perdek tentang ULTKSP. Ia juga berpendapat bahwa dengan adanya perubahan Perdek tentang ULTKSP dapat memberikan rasa aman bagi mahasiswa, salah satunya dari konsekuensi akademik yang ditanggung pelaku apabila melakukan tindakan kekerasan seksual dan perundungan. (chi/red/ahi)