Malang, PERSPEKTIF – Fakultas Vokasi Universitas Brawijaya (UB) melakukan deklarasi “Kampus Bebas Kekerasan Seksual, Perundungan, dan LGBT”. Kegiatan ini dilakukan pada Jumat (29/9) di Gelanggang Olahraga (GOR) Pertamina UB. Hal yang menjadi persoalan adalah isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) disamakan dengan tindak kekerasan seksual dan perundungan. Ini berpotensi menimbulkan diskriminasi di lingkungan kampus.
Dhia Al-Uyun dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengatakan tidak tepat jika isu LGBT disamakan dengan tindak kekerasan seksual dan perundungan. Ia mengatakan bahwa kekerasan seksual dan perundungan merupakan sebuah bentuk pemaksaan, sedangkan LGBT adalah sesuatu yang berkaitan dengan gender semata.
“Kalau kekerasan seksual dan perundungan memang tindakan pidana, tetapi kalau LGBT itu bukan. Kalau tindak pidana, maka harus ada regulasinya,” ujar Dhia (4/10).
Dosen Fakultas Hukum UB ini menambahkan, isu LGBT perlu untuk dilihat secara kemanusiaan. Dhia berujar bahwa di tengah masyarakat, kelompok LGBT masih sarat akan ketidakadilan dan penghakiman. Maka dari itu, menurutnya, kelompok LGBT tetap merupakan manusia yang harus dilindungi hak-haknya.
“Kalau (Deklarasi Fakultas Vokasi UB, red) menolak, misal LGBT tidak boleh masuk Vokasi, itu baru jadi masalah. Itu termasuk diskriminasi,” jelasnya.
Terakhir, Dhia menambahkan bahwa secara hukum, negara Indonesia belum menentukan untuk mengakui atau tidak soal LGBT.
“Kita tidak dalam kapasitas untuk menolak atau mendukung karena memang regulasinya seperti itu.”
Namun, kata Dhia, budaya untuk menolak LGBT itu sangat kuat di masyarakat, sampai mengarah pada penghakiman dan persekusi.
Sementara itu, Tim Perspektif telah menghubungi Susilowati selaku ketua pelaksana deklarasi tersebut dan juga Ketua Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP) Fakultas Vokasi pada Kamis (5/10). Susilowati kemudian membalas pesan singkat tersebut pada Sabtu (7/10) dan menjanjikan wawancara pada Rabu (11/10).
Namun pada hari itu, ketika dihubungi Tim Perspektif, pihak terkait berhalangan dan menjanjikan akan menjawab pertanyaan lewat pesan singkat. Tim Perspektif lalu mengirimkan daftar pertanyaan, tapi sampai berita ini ditulis (13/10), Susilowati tidak lagi membalas. Dari berita yang diterbitkan Prasetya Online, Susilowati mengatakan bahwa deklarasi tersebut dapat meminimalisir terjadinya kekerasan seksual, perundungan, dan LGBT di lingkungan kampus. (gra/yn/los)