Di penghujung tahun ini, Pemilihan Mahasiswa Raya Universitas Brawijaya (Pemira UB) kembali dilaksanakan. Pemira sendiri merupakan wadah regenerasi pemimpin organisasi kemahasiswaan seperti menentukan Presiden dan Wakil Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) serta para anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Selain itu, pelaksanaan Pemira merupakan bentuk kedaulatan mahasiswa UB, seperti yang tercantum dalam Peraturan Rektor (Pertor) Universitas Brawijaya Nomor 90 Tahun 2022 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pengurus Organisasi Kemahasiswaan serta Undang-Undang (UU) LKM UB Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Pemilihan Mahasiswa Raya Universitas Brawijaya.
Terhitung saat tulisan ini dibuat pada tanggal 25 Desember 2022, Pemira telah melalui beberapa tahap yaitu tahap pendaftaran penetapan daftar calon Presiden dan Wakil Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) serta para calon anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), verifikasi atribut kampanye, masa kampanye, hingga debat terbuka pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden EM.
Layaknya kebiasaan di setiap tahunnya, pada agenda pemilihan anggota DPM, selalu ada calon tunggal di beberapa fakultas. Tahun lalu, calon tunggal dalam pemilihan anggota DPM terdapat di 9 Daerah Pemilihan (Dapil) dari 14 Daerah Pemilihan fakultas. Seperti Dejavu, tahun ini kembali terdapat 14 Dapil yang memiliki calon tunggal dari 18 Dapil fakultas yang ada. Hal ini membuat 14 calon anggota DPM yang merupakan calon tunggal di Dapilnya secara langsung akan terpilih menjadi anggota DPM UB melalui aklamasi. Hal ini tercantum pada Pasal 38 Ayat 1 UU LKM UB Nomor 5 Tahun 2022, apabila hanya terdapat satu bakal calon untuk anggota DPM UB pada suatu Dapil dan/atau satu paslon Presiden-Wapres EM UB ketika masa pendaftaran calon tambahan telah ditutup, maka dinyatakan sah menjadi anggota DPM UB dan/atau Presiden dan Wakil Presiden EM UB tanpa melalui proses pemungutan suara.
Hal tersebut membuat kita mempertanyakan esensi demokrasi dalam Pemira UB tahun ini. Dapat dilihat dari UU LKM UB Nomor 5 Tahun 2022 yang menyebutkan Pemira sebagai perwujudan sistem yang demokratis, namun kata-kata tersebut sepertinya hanya sebagai embel-embel pemanis dalam kontestasi Pemira, karena jika sebagian besar Dapil hanya memiliki calon tunggal, dimana letak demokrasinya? Ditambah lagi dengan sistem aklamasi yang membuat calon tunggal langsung terpilih, maka eksistensi pemilih seperti yang tercantum di UU LKM UB Nomor 5 Tahun 2022 tidak lagi pantas disebut sebagai pemilih, karena mereka tidak lagi bisa memilih sebab secara aklamasi, calon tunggal akan langsung ditetapkan sebagai anggota DPM. Kampanye-kampanye tidak lagi memiliki arti, daan Pemira, khususnya pemilihan anggota DPM tidak lagi memiliki esensi.
Juga seperti yang tercantum dalam booklet Pemira 2022 yang menyatakan bahwa Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomor 90 Tahun 2022 Tentang pengangkatan dan Pemberhentian Pengurus Organisasi Kemahasiswaan, mempunyai tujuan untuk regenerasi pemimpin organisasi kemahasiswaan secara berkelanjutan dan demokratis. Kembali disebutkan demokratis di dalamnya. Bahkan lewat Pertor ini yang “katanya” menjadi landasan hukum Pemira, bisa dilihat bahwa tujuan dari Pemira tidak lagi terpenuhi, karena pemilihan DPM di banyak Dapil hanya memiliki calon tunggal yang secara aklamasi langsung terpilih.
Hal kedua yang perlu disorot adalah keterbukaan panitia Pemira mengapa sebagian besar Dapil hanya memiliki calon tunggal? Panitia Pemira harusnya terbuka dalam hal ini seperti yang terdapat dalam prinsip Pemira pada Pasal 3, UU LKM UB Nomor 5 Tahun 2022. Hal ini harus disampaikan secara terbuka karena permasalahan tersebut kembali terulang seperti tahun sebelumnya. Penyelenggara Pemira seharusnya memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk melakukan penyuluhan dan mengajak mahasiswa untuk lebih berpartisipasi dalam menjadi calon anggota DPM, jika kurangnya partisipasi menjadi masalah yang terus berulang. Penyelenggara jangan hanya menjadi seperti semut-semut pekerja yang memiliki orientasi “yang penting” Pemira selesai dan para anggota DPM serta Presiden dan Wakil Presiden EM telah terpilih. Aneh rasanya jika penyelenggara acara besar seperti Pemira tidak memiliki sense of wonder terkait permasalahan tersebut dalam diri mereka.
Pada Pemira tahun 2022 ini, sudah dua hal penting yang tidak dipenuhi dalam penyelenggaraannya. Pertama, tidak dipenuhinya PEMIRA yang demokrasi, karena banyaknya calon tunggal anggota DPM UB. Kedua, Penyelenggara tidak terbuka dalam menjelaskan permasalahan mengenai mengapa banyak calon tunggal dalam pemilihan anggota DPM. Entah apalagi hal penting apa yang tidak dipenuhi PEMIRA tahun ini.