Malang, PERSPEKTIF – Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) merilis Surat Penindakan Panitia Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2022 pada Jumat (9/9) lalu. Hal ini sebagai tindak lanjut dari keputusan penonaktifan sementara salah satu fasilitator atas nama Muhammad Daffa Wiratama oleh kepanitiaan PKKMB FISIP 2022 selama rangkaian Student Day 2. Namun, Ketua Pelaksana (Kapel) PKKMB FISIP merasa tidak dilibatkan dalam proses pemberian sanksi tersebut.
“Saat koordinator divisi melapor kepada saya untuk memberikan SP (Surat Peringatan, red), saya minta untuk ditahan dahulu sebab ingin berbicara dengan pihak tersebut, akan tetapi koordinator divisi terkait secara sepihak langsung memproses pemberian SP dan mengeluarkannya begitu saja. Seolah semua sudah sepakat sejak awal, termasuk pihak Steering Committee (SC, red) dan Panitia Pengawas yang terlibat. Seperti inisiatif yang disengaja dan diburu-buru, serta tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP, red) yang harusnya melalui hak saya,” jelasnya Samuel Jordan, Kapel PKKMB FISIP 2022 (21/9).
Lebih lanjut, Samuel menerangkan, penonaktifan fasilitator tersebut merupakan bentuk penyelewengan dan memiliki unsur politik di dalamnya.
“Penonaktifan fasilitator adalah bentuk penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan baik secara formil dan materil yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa yang menjadi panitia PKKMB dan terdapat unsur politik di sana,” tuturnya.
Beda dengan Samuel, SC Fasilitator PKKMB FISIP 2022, Julio Sayyidina Gibran menyatakan sanksi penonaktifan tersebut sudah sesuai berdasarkan SOP Kepanitiaan.
“Yang pertama itu yang dilanggar SOP Fasilitator PKKMB. Lalu kita berdiskusi seperti apa, akhirnya merujuk pada SOP utama dari kepanitiaan seperti itu,” ujarnya (20/9).
Julio menambahkan jika keputusan penonaktifan tersebut telah mendapat persetujuan dari empat elemen PKKMB yakni Committee Organizing (CO) Fasilitator, SC Fasilitator, Ketua Pelaksana, dan Panitia Pengawas yaitu DPM. Keputusan ini diambil mengingat pelanggaran yang dilakukan oleh fasilitator tersebut sudah sangat fatal seperti mengumpulkan mahasiswa baru (maba) di luar wilayah FISIP, memperbolehkan maba tidak menggunakan name tag, dan mengizinkan maba membawa kendaraan ke kampus.
“Kenapa kita akhirnya memberikan peringatan yang ujungnya penonaktifan karena peringatan tersebut sudah cukup fatal dan bukan hanya satu pelanggaran, tapi langsung tiga pelanggaran. Jadi kita langsung memberikan penonaktifan,” jelas Julio.
Di sisi lain, Muhammad Daffa Fauzi Wiratama, sebagai fasilitator yang dinonaktifkan merasa adanya ketidakadilan dan kejanggalan pada pemberian sanksi yang diberikan kepadanya, terutama berkaitan dengan prosedur pemberian sanksi.
“Yang aku lihat di sini, pemberian SP-nya itu tidak mengacu pada hukum yang mengatur terkait dengan pemberian sanksi atas pelanggaran. Tapi, di situ berdasarkan pada kesepakatan forum. Dan kesepakatan forum ini tidak ditentukan di mana pun itu, di Undang-Undang PKKMB dan aturan-aturan lain, itu tidak ada,” tutur Daffa (14/9).
Daffa juga menggarisbawahi kejanggalan absennya peran Kapel dalam penyerahan surat peringatan dan keputusan pemberian sanksi.
“Pemberian sanksi dan SP itu sama sekali tidak melibatkan Kapel dalam pemberiannya. Dimana seharusnya pada saat pemberian SP pada saat itu Kapel yang harus memberikan, bukan dari koordinator divisi atau CO Fasilitator, (karena pada saat, red) itu CO doang yang ngasih dengan acuan kesepakatan forum. Dan kesepakatan forum ini aku tidak tahu dasarnya dari mana kalau memang ada legitimasi dari kesepakatan forum itu dibandingkan nomenklatur yang jelas-jelas tertera dalam SOP Kepanitiaan atau Undang-Undang PKKMB,” pungkasnya.
Sementara itu, Guido Seno, Ketua DPM FISIP UB telah dihubungi Tim Perspektif lewat pesan singkat di aplikasi WhatsApp, tapi tidak memberikan respon sampai berita ini ditulis (22/9). (gra/cns/bel/dhs)