Malang, PERSPEKTIF – Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) mengadakan Konferensi Pers bertajuk “Kronologi Pengepungan Desa Wadas oleh Aparat Kepolisian” secara virtual pada Rabu (9/2). Konferensi Pers ini dilaksanakan untuk menjelaskan kondisi Desa Wadas yang dikepung oleh aparat gabungan kepolisian sejak Selasa (8/2).
Heronimus Heron selaku perwakilan dari GEMPADEWA menjelaskan kronologi pengepungan Desa Wadas oleh aparat kepolisian. Ia menuturkan bahwa pada hari Senin (7/2) ribuan personel kepolisian telah mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto yang berada di belakang Polsek Bener sebagai persiapan pengamanan proses pengukuran daerah tambang batu andesit. Lalu pada malam hari terjadi pemadaman listrik di Desa Wadas.
Keesokan harinya, sekitar pukul 07.00 WIB, sepasang suami-isteri tengah sarapan di warung dekat Polsek Bener dan tiba-tiba saja mereka dipaksa dibawa ke dalam Polsek. Untungnya salah satu dari mereka berhasil lolos dan kembali ke Desa Wadas. Selanjutnya sekitar pukul 10.48, ribuan aparat kepolisian telah berhasil memasuki Desa Wadas menggunakan motor, mobil, dan jalan kaki. Dari sini aparat kepolisian mulai melakukan teror dengan mengepung Masjid, masuk ke rumah-rumah warga, dan menangkap lebih dari 60 warga desa tanpa alasan yang jelas. Sampai saat ini ada indikasi sinyal di-take down karena masyarakat masih susah mendapatkan sinyal.
Heron menambahkan bahwa kejadian seperti ini bukan pertama kali dialami oleh warga Desa Wadas.
“Peristiwa traumatik ini bukan yang pertama kali dialami oleh warga. 23 April 2021 lalu, aparat kepolisian juga melakukan tindakan yang sama di Desa Wadas” tambah Heron.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang diwakili oleh Julian Duwi menjelaskan sampai saat ini ada 64 orang ditangkap oleh kepolisian yang 10 diantaranya merupakan anak-anak dibawah umur. Ia mengatakan bahwa pihaknya masih kesusahan melakukan pendampingan hukum kepada warga Desa Wadas dan aktivis yang ditangkap.
“Kemarin kita agak susah mendapatkan akses memberikan bantuan hukum pidana karena dihalangi-halangi dengan alasan salah satu warga positif Covid-19” jelas Duwi.
Anianti dari Solidaritas Perempuan Kinasih mengecam tindakan kekerasan dan perampasan sumber kehidupan perempuan di Desa Wadas. Ia mengatakan bahwa peristiwa pengepungan ini menimbulkan goncangan dan trauma bagi warga, terlebih perempuan dan anak-anak sehingga ia menuntut pemulihan trauma pada perempuan dan anak-anak di Desa Wadas.
Konferensi Pers kemudian ditutup dengan pembacaan tiga poin tuntutan kepada Gubernur dan Kapolda Jawa tengah yaitu menghentikan pengukuran tanah dan rencana pertambangan di Desa Wadas, menarik aparat kepolisian dan menghentikan kriminalisasi serta intimidasi terhadap warga Desa Wadas, dan bebaskan warga yang ditangkap. (gra/los)