Malang, PERSPEKTIF – Sejak Rektor Universitas Brawijaya (UB) mengeluarkan Surat Edaran Rektor nomor 6237/UN/10/TU/2021 tentang Perkuliahan Tahun Akademik (TA) 2021/2022 pada 30 Juni 2021, aktivitas perkuliahan dan kegiatan kemahasiswaan di UB akan dilakukan secara daring. Sivitas Akademika UB harus menghela nafas panjang dan legowo terkait kebijakan ini. Mengingat, Covid-19 yang terus mengalami peningkatan tingkat infeksi dan jumlah kematian masyarakat.
Namun, berbagai permasalahan laten dalam bidang akademik kembali hadir, khususnya dalam kuliah daring. Penggunaan jasa joki tugas hingga adanya tindakan plagiarisme yang dilakukan oleh mahasiswa, menjadi kolase hitam dalam dunia akademik UB, terutama di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Fenomena-fenomena tersebut hadir ketika ada celah dalam sistem perkuliahan daring yang tidak melihat berbagai aktivitas perkuliahan mahasiswa secara langsung. Bahkan, muncul jaringan sindikat joki tugas di UB yang hadir saat kuliah daring.
Cerita pelaku dan pengguna Joki Tugas
Menurut salah satu pelaku dalam sindikat joki tugas di UB, Boss (nama samaran, red), mengungkapkan bahwa sindikat joki tugas telah berkembang saat kuliah daring berlangsung. Ia melihat minimnya pengawasan dosen dan banyaknya mahasiswa yang membutuhkan jasa joki tugas menjadi hal yang meningkatkan penggunaan jasa tersebut. Boss juga melihat adanya kecenderungan mahasiswa sendiri yang tidak ingin ambil pusing dalam mengerjakan tugas kuliah mereka.
“Banyak dari mahasiswa UB yang pakai jasa joki tugas saat kuliah online. Ada yang sibuk hingga mager mengerjakan tugas. Yang pakai jasa joki tugas juga semakin banyak, karena kurang pengawasan dosen saat pengerjaan tugas atau ujian,” ungkapnya saat ditemui oleh awak Perspektif pada Selasa (13/8) silam.
Boss mengungkapkan harga layanan joki tugas tergantung dari bentuk tugas yang diberikan. Jumlah kata, tingkat kesulitan, serta peruntukan tugas tersebut menentukan tingginya harga jasa joki tugas. Boss juga mengungkapkan, yang menyebabkan harga layanan menjadi mahal adalah uang kerahasiaan dari mahasiswa yang menggunakan jasa joki tugas. Jika mereka tidak membayar penuh, bisa jadi tugas yang dibebankan akan dipenuhi dengan plagiasi. Sehingga, mahasiswa tersebut akan menanggung kerugian dan konsekuensi berupa sanksi akademik dari kampusnya.
“Harga untuk setiap karya ilmiah berbeda-beda. Rentang Rp 150 ribu hingga pernah joki proposal skripsi Rp 1,7 juta. Para klien harus bayar penuh walaupun mahal, jika tidak kami akan memberikan tugas yang dipenuhi plagiarisme atau membocorkan identitasnya kepada dosen yang bersangkutan,” tegas Boss.
Boss dan rekan-rekannya tak gentar dengan adanya ancaman sanksi akademik yang berlaku di setiap universitas, terutama di UB. Ia melihat tidak ada sanksi yang begitu tegas yang diberikan kepada mahasiswa pengguna jasa joki tugas. Sering ia jumpai mahasiswa yang memperoleh sanksi berupa nilai E dan tidak diluluskan pada mata kuliah tertentu ketika ketahuan menggunakan jasa tersebut. Ia menganggap sanksi tersebut tidak terlalu berat jika dibandingkan dengan drop out atau dipidanakan oleh kampusnya sendiri atas dasar penggunaan joki tugas atau plagiarisme.
“Paling mentok jika ketahuan diberi nilai E dan tidak lulus mata kuliah. Lagipula, tidak ada aturan yang jelas bahwa joki tugas atau plagiarisme sebagai hal yang bisa dipidanakan. Itu pun juga tidak merugikan kita,” tutur Boss.
Mawar (nama samaran, red), salah satu mahasiswa UB yang pernah menggunakan jasa joki tugas menceritakan alasannya menggunakan jasa tersebut. Dua semester lalu, ia kewalahan dengan pembagian waktunya di salah satu organisasi mahasiswa di UB, sehingga tidak sempat mengerjakan tugas kuliahnya. Ia membayar penuh dan memperoleh tugas sesuai harapannya, namun ia harus kehilangan banyak uang untuk memperoleh satu artikel ilmiah karya joki tugas.
“Sebenernya dua semester lalu aku keteteran sama organisasi, jadi kelupaan ngurus tugas kuliah. Akhirnya aku pakai joki tugas. Tugasnya bagus sih, tapi aku harus bayar Rp 250 ribu untuk satu tugas UAS berupa paper jurnal,” ungkapnya (15/8).
Selain Mawar, Melati (nama samaran, red), salah satu mahasiswa UB juga mengungkapkan alasannya menggunakan jasa joki tugas adalah keinginannya untuk menyelesaikan tugas secara cepat dalam waktu yang sangat singkat. Namun pada akhirnya, pil pahit kekecewaan pun harus diterima Melati karena kinerja sang joki tugas tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.
“Aku tuh joki tugas baru sekali dalam seumur hidup. Dari peristiwa joki salah satu tugas itu, pada akhirnya aku tahu tentang bagaimana perspektif orang yang bukan dari bidang yang aku pelajari sekarang. Tapi jujur aku nyesel karena pada akhirnya dia cuma nyelesaiin 20% dari keseluruhan tugas. Meskipun pada akhirnya uangku dikembalikan 100%,” tuturnya (21/8).
Sebagai salah satu mahasiswa UB yang tunduk pada peraturan kampus, Melati juga mengungkapkan kekhawatiran dan ketakutannya apabila dosen atau pun dekanat mengetahui tindakannya. Hal itu dikarenakan beberapa dosen yang telah memberikan peringatan kepada mahasiswa maupun himpunan yang mempromosikan jasa joki tugas.
Sempat menjadi polemik saat salah satu Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM) di FISIP UB yakni Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAP), ketahuan turut mempromosikan jasa joki tugas dalam salah satu program kerja mereka. Raihanandika, selaku Ketua Himpunan HIMAP menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh salah satu program kerja himpunannya dikarenakan belum adanya teguran ataupun peringatan dari dosen maupun sivitas akademika Ilmu Pemerintahan. Sehingga dengan adanya peristiwa ini, pihaknya juga akan mengkaji kembali terkait dengan penggunaan jasa joki tugas ini.
“Belajar dari apa yang sudah saya ketahui, terutama dari teman teman himpunan lain, tentunya saya akan mengubah cara menjalankan paid promote terkait dengan promosi jasa joki tugas,” ungkapnya (25/8).
Respon Masyarakat FISIP
Melihat adanya peristiwa paid promote joki tugas, Alifiulahtin Utaminingsih, selaku Kepala Program Studi (Kaprodi) Jurusan Ilmu Pemerintahan mengungkapkan bahwa sebagai pendidik, beliau sangat menekankan pada nilai-nilai moral yang tinggi berbasis karakter disiplin dan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Ia menyayangkan apabila tindakan mempromosikan jasa joki tugas dilakukan oleh salah satu LKM FISIP UB.
Selain itu, ia juga menyayangkan adanya fenomena plagiasi yang sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh mahasiswa, padahal pelatihan kepenulisan yang baik dan benar juga sudah diberikan kepada mahasiswa untuk menghadapi fenomena tersebut.
Menanggapi berbagai fenomena plagiarisme, titip absen, hingga joki tugas, Wakil Dekan I Bidang Akademik FISIP, Muhammad Faishal Aminuddin, melihat minimnya rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh mahasiswa saat berkuliah. Ia menganggap bahwa mahasiswa sekarang berfokus untuk mencari nilai semata, sehingga melakukan berbagai cara untuk memperoleh nilai terbaik. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa tuntutan orang tua mahasiswa agar anaknya bisa memperoleh nilai yang baik.
“Orang tua demanding nilai anak harus bagus dapat A. Mahasiswa sekarang juga lebih berfokus untuk memperoleh nilai dan ijazah,” tutur Faishal (26/7).
Faishal juga mengungkapkan tindakan plagiarisme di FISIP tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa saja. Faishal menyatakan tindakan plagiarisme juga dilakukan oleh dosen FISIP. Menindaklanjuti hal tersebut, Faishal tidak melihat adanya sanksi mengikat karena tindakan plagiarisme bukan hal yang dapat dipidanakan. Bagi dosen, hanya sebatas sanksi sosial dan peringatan. Untuk mahasiswa, maksimal diberi sanksi tidak diluluskan mata kuliah. Jika plagiarisme ditemui pada tugas akhir, mahasiswa yang bersangkutan harus merevisi naskahnya hingga persentase plagiasinya berkurang.
“Ada dosen yang melakukan tindakan plagiasi dalam menulis karya ilmiah. Ya, mungkin sebatas sanksi sosial saja. Kalau mahasiswa, terutama yang tugas akhir, dia harus revisi sampai jumlah plagiasi di naskahnya minim,” tuturnya.
Terkait dengan adanya tindakan plagiarisme, Sinta Swastikawara, salah satu dosen Ilmu Komunikasi UB, mengungkapkan bahwa adanya tindakan plagiarisme sendiri bergantung kepada mahasiswa itu sendiri. Apakah mahasiswa mau berjerih lelah untuk membuka dan membaca panduan penulisan yang telah disediakan oleh setiap jurusan masing-masing atau tidak.
“Cara meminimalisir adanya plagiarisme di kalangan mahasiswa ya dimulai dari kebiasaan dalam menulis. Memparafrasekan secara sederhana dari apa yang sudah dibaca, dan mencantumkan kutipan merupakan dua contoh sederhana yang perlu pembiasaan di kalangan mahasiswa,” ungkapnya (19/8).
Ruci Primaharani, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2020 melihat plagiarisme sebagai salah satu tindakan mengutip apa yang dipaparkan orang lain, tanpa memparafrasekan ataupun mencantumkan penulis aslinya. Ia mengapresiasi dosen UB yang menjelaskan sistem pengutipan dengan terperinci. Meskipun demikian, dalam sistem pengutipan dirinya juga menemukan perbedaan cara pengutipan yang disampaikan oleh masing-masing dosen.
“Sejauh ini, aku mengerti tapi cuma 40% karena kadang aku bingung di beberapa sumber cara ngutipnya gimana, ngasih sitasinya gimana. Bahkan aku tanya ke teman mahasiswa pun juga sama-sama gak tahu. Jadi menurutku masih agak kurang ya edukasi mengenai pemberian sitasi dan kutipan kepada mahasiswa” ungkapnya (9/8).
Dyah Ayu Putri, mahasiswa Hubungan Internasional 2019 juga melihat penggunaan jasa joki tugas menjadi hal yang tidak etis dalam dunia akademik. Bahkan, ia pernah menemui salah satu siswa sekolah kepolisian yang menggunakan jasa joki tugas. Dyah melihat bahwa mahasiswa UB dan siswa sekolah kepolisian tersebut tidak bertanggung jawab terhadap kewajibannya.“Harusnya itu tanggung jawab kamu (mahasiswa pengguna jasa joki tugas, red), tapi malah melimpahkan ke orang lain. Dan kelihatan tidak bertanggung jawab, apalagi ada yang calon aparat,” pungkasnya (5/8). (laa/mim)
========
Tulisan ini pertama kali diterbitkan dalam Buletin Redaksi Edisi 2 Tahun 2021 dengan judul “Dinamika Kuliah Daring Universitas Brawijaya” pada 1 Oktober 2021.