Malang, PERSPEKTIF – Universitas Brawijaya (UB) kembali mengeluarkan Surat Edaran (SE) Rektor untuk ketiga kalinya perihal keputusan perkuliahan semester ganjil 2021/2022 pada Rabu (30/06) lalu. Sistem perkuliahan yang direncanakan blended learning untuk mahasiswa semester tiga dan mahasiswa yang sedang melaksanakan Tugas Akhir berubah menjadi sepenuhnya daring. Hal ini disebabkan oleh penambahan kasus Covid-19 yang mulai memasuki angka 20.000 kasus setiap harinya.
Wakil Rektor I Bidang Akademik UB, Aulanni’am, mengonfirmasi bahwa SE Rektor yang beredar adalah benar dan merupakan keputusan final dari pihak rektorat.
“Kita berusaha memberikan keamanan dan keselamatan kepada semua civitas UB. Saat ini, banyak dosen dan karyawan yang terpapar Covid telah meninggal dunia, mahasiswa yang magang dan sedang di Malang juga banyak terkena Covid. Dengan semua pertimbangan tadi, SE ini sudah final dan paling relevan. Ketika kondisi betul-betul aman, baru ada kuliah luring,” tuturnya saat di wawancara pada Sabtu (3/7).
Dosen Ilmu Politik UB, Wawan Sobari, setuju dengan keputusan Rektor tersebut mengingat tujuannya untuk keselamatan.
“Saya setuju karena konteksnya untuk keselamatan. Saya paham dengan keputusan-keputusan ini karena pertimbangannya tingkat penularan Covid-19 masih tinggi, kondisi Malang yang masih zona orange, kemudian mahasiswa UB berasal dari berbagai daerah, dan vaksinasi yang masih 13% untuk seluruh penduduk Indonesia,” terang Wawan.
Aditya Ilham Saputra, mahasiswa Jurusan Fisika 2020, juga mendukung keputusan rektor terkait kuliah daring. Menurutnya, keinginan untuk kuliah luringmasih bisa dinomorduakan jika melihat situasi saat ini.
“Apabila memaksa kuliah luring konsekuensi yang didapat akan sangat besar. Jadi, alasan belum pernah melihat kampus tidak dapat dijadikan acuan untuk dilaksanakannya perkuliahan luring,” jelasnya.
Sementara Kresna Purwandaru, mahasiswa Teknik Kimia 2019, menyesalkan adanya perbedaan kualitas yang besar antara kuliah daring dan luring yang mempengaruhi mahasiswa khususnya jurusan rumpun saintek.
“Berbagai persoalan seperti penjelasan dosen yang terkendala keterbatasan media pembelajaran membuat mahasiswa kurang pendalaman materi, tidak adanya toleransi mengenai keterlambatan pengerjaan akibat gangguan sinyal, sampai praktikum yang cenderung dilaksanakan seadanya,” ungkap Kresna. Ia berharap pihak rektorat UB juga melakukan adaptasi dan sosialisasi terhadap pembelajaran daring selama pandemi ini sehingga kualitas tetap terjaga.
Dampak perubahan kebijakan ini juga mempengaruhi warga sekitar UB. Alif, pemilik kosan daerah Suhat, mengeluh bahwa pendapatannya menurun. Bahkan, terdapat beberapa mahasiswa yang meminta kembali uang DP (down payment atau uang muka, red) kos saat mengetahui perkuliahan semester depan tidak jadi luring. Beberapa pemilik usaha kosan termasuk dirinya mengatasi kekosongan pemasukan dengan membuat alih fungsi bangunan kos menjadi tempat penitipan barang sementara. (bel/tnl/vny/ist)