Awal Februari lalu, Calon Wakil Presiden nomor urut 3 sekaligus Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengumumkan pengunduran dirinya dari kabinet Presiden Jokowi. Mundurnya Mahfud MD dari kabinet Jokowi sebenarnya sudah direncanakan sejak November tahun lalu setelah ia menjadi calon wakil presiden dari Ganjar Pranowo. Selain menjaga netralitas pemilihan umum 2024, mundurnya Mahfud MD juga sebagai buntut pernyataan Jokowi akhir Januari lalu tentang presiden boleh berkampanye.
Bukan hanya Mahfud MD, juga ada beberapa menteri yang memiliki niatan untuk mundur dari kabinet Jokowi. Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Retno Marsudi (Menteri Luar Negeri), dan Basuki Hadimuljono (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan) merupakan nama-nama yang mengisyaratkan mundur dari kursi menteri pemerintahan Jokowi. Di dalam istana terdapat tekanan-tekanan untuk para menteri memenangkan Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan) dalam Pemilihan Presiden 2024. Basuki Tjahaja Purnama juga mengumumkan mundur dari jabatan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) untuk fokus dalam pemenangan pasangan Ganjar-Mahfud.
Dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024, Gibran Rakabuming Raka, anak sulung dari Presiden Jokowi maju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto. Hal tersebut menimbulkan opini di tengah masyarakat tentang netralitas pemilihan umum 2024. Ditambah dengan manuver yang dilakukan oleh Jokowi dan beberapa menterinya yang berkoalisi dengan pasangan Prabowo-Gibran menjadi perhatian pengamat politik dan masyarakat. Pembagian bantuan sosial ke daerah-daerah dan saat kunjungan kerja terindikasi dipolitisasi untuk kepentingan kampanye. Bulan lalu Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan sempat dipanggil ke sidang Komisi VI DPR RI karena pernyataannya tentang uang bantuan sosial (bansos) berasal dari Pak Jokowi.
Jika kita lihat dari beberapa tahun kebelakang pemberian bantuan sosial biasanya dimulai pada bulan Maret di setiap tahunnya setelah urusan administrasi negara selesai dilakukan. Pemberian bantuan sosial yang dipercepat dapat menimbulkan kecurigaan bahwa bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat merupakan bentuk dari politisasi dan penggunaan alat negara untuk berkampanye, mengingat pemilihan umum dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mendapat tekanan dari istana untuk mencari pos-pos anggaran agar pelaksanaan bantuan sosial dapat terlaksana, hal tersebut pula yang menjadi alasan Sri Mulyani memiliki keinginan untuk mundur dari kursi menteri.
Buntut panjang dari pentas pertunjukan politik dalam pemilihan umum khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden 2024 yang dimulai dari putusan Mahkamah Konstitusi hingga tekanan-tekanan dari istana membuat suasana kabinet Jokowi tidak baik-baik saja. Terjadi pengelompokan atau kubu di tengah-tengah menteri Jokowi, pengelompokan tersebut didasarkan pada arah politik dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Beberapa menteri terlihat lebih fokus berkampanye ketimbang menjalankan tugas mereka. Sangat mungkin ada menteri-menteri yang akan menyusul Mahfud MD dalam waktu dekat atau setelah pemilihan umum pada 14 Februari nanti.
Sentimen negatif tentang pemerintahan Jokowi akhir-akhir ini meningkat, dapat dilihat dari pertanyaan sikap universitas-universitas di Yogyakarta ataupun di daerah lainya. Namun Show Must Go On, pertarungan politik belum berakhir hingga rakyat menentukan siapa yang layak menjadi pemenangnya. Gejolak di masyarakat khususnya di kalangan akademisi sedikit mengguncang pertunjukan politik di Indonesia, terutama Kubu Jokowi beserta Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka. Penyalahgunaan kekuasaan dan alat negara sebagai pelumas meraih kekuasaan menjadi tontonan masyarakat secara luas. Carut-marut Kabinet Indonesia Maju mewarnai perjalanan akhir politik Jokowi sebagai kepala negara.
Sudah selayaknya pemerintah harus bersikap netral dalam pelaksanaan pemilihan umum dan tahun politik. Menteri merupakan ujung tombak kita dalam melaksanakan urusan pemerintahan dan kepentingan hajat hidup orang banyak sesuai bidang mereka. Politisasi alat negara untuk memuluskan jalan kampanye sangatlah rawan terjadi. Sebagai rakyat kita harus bisa cermat dalam melihat laku dari para pemangku kebijakan dan kekuasaan. Kita memiliki hak untuk mengkritik para pemangku kekuasaan karena mereka memiliki tanggung jawab terhadap kita sebagai rakyat Indonesia.