Lompat ke konten

Upaya Transisi Energi Pemerintah Jawa Timur dan Dominasi Pengunaan Fosil

Pasuruan Industrial Estate Rembang (PERSPEKTIF/Romi)

Ketergantungan Indonesia dan daerah desentralisasi terhadap energi fosil dikategorikan sebagai sangat tinggi, terlepas dari adanya wacana dan kebijakan untuk menghadirkan peralihan penggunaan energi terbarukan. Namun, kontribusi energi fosil dimulai dari minyak dan gas bumi, batubara, dan gas mendominasi dalam paduan energi primer Indonesia. Kontras dengan penggunaan energi fosil yang masif, terdapat depresiasi dalam jumlah cadangan energi fosil.

Jawa Timur sebagai salah satu provinsi, merupakan wilayah yang dimanfaatkan untuk mengoperasikan sejumlah pembangkit listrik di Pulau Jawa, sekaligus yang terbesar. Terhitung, menurut riset dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), terdapat enam belas pembangkit listrik dengan variasi jenis serta klasifikasi. Tercatat bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan instrumen yang dominan dalam berkontribusi terhadap pasokan listrik.

Jawa Timur sendiri, berdasarkan dokumen dari Indikator Energi Provinsi Jawa Timur dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED), menyatakan bahwa hampir seluruh sektor telah menjadi konsumen final energi listrik secara permanen. Mengacu pada dokumen RUED, sektor industri hadir dengan persentase terbanyak sejumlah 42%. Sektor industri diikuti oleh sektor rumah tangga, bisnis, sosial, publik, dan penggunaan lainnya.

Terlepas dari kehadiran pembangkit listrik, dari akumulasi konsumen listrik tersebut, mayoritas pasokan listrik di Jawa Timur bersumber dari empat energi bahan bakar, yakni batubara, gas bumi, minyak bumi, dan energi baru terbarukan. Batu bara merupakan kontributor listrik terbesar dengan jumlah penggunaan tertinggi, terutama dalam kurun waktu tahun 2015 dan 2016. Kehadiran surplus listrik di Jawa Timur dibersamai dengan upaya masif  pembangunan pembangkit listrik.

Namun, terhitung bahwa konstruksi empat pembangkit listrik berbahan bakar fosil menghadirkan dilema di tengah upaya peralihan atau transisi energi. Pembangkit listrik tersebut berimplikasi terhadap kontribusi gas rumah kaca terbesar dengan emisi hingga 49 juta ton C02 pada tahun 2024 dan 122,17 juta ton C02 pada tahun 2050. Mengesampingkan manfaat dari pembangkit listrik, dengan eskalasi emisi gas rumah kaca serta dampak terhadap lingkungan sekitar, maka hadirlah relasi kompleks antara industri batu bara dengan upaya transisi energi.

Dalam usaha mempercepat transisi energi, pemerintah Indonesia secara general mengeluarkan beberapa kebijakan hingga pembangunan sektor infrastruktur dalam menunjang transisi energi. Mengenai kebijakan dan target Indonesia dapat dilihat pada buku Energi Outlook 2022 yang dirilis Dewan Energi Nasional. Indonesia memproyeksikan pada tahun 2032 atau pada proyeksi 10 tahun kedepan melalui scenario BaU (Business as Usual), penggunaan energi baru dan terbarukan akan meningkat menjadi 17% dari yang pada tahun 2022 hanya memiliki persentase 12.2% (Energy, n.d.). Berkaitan pada hal ini juga pada proyeksi yang sama penggunaan energi gas dan minyak diproyeksikan juga akan turun sebesar 5,8% dan 3,4%. Walaupun jika dibandingkan pada tahun 2022, batu bara masih menjadi energi yang mendominasi namun dalam pengolahan energi batu bara sendiri Indonesia mengembangkan teknologi CCT (Clean Coal Technology). Teknologi ini dapat menurunkan emisi polutan dan limbah dari batu bara, juga meningkatkan efisiensi energi yang dihasilkan batu bara. 

Selain pada proyeksi penggunaan energi baru terbarukan, pemerintah Indonesia memiliki salah satu kebijakan untuk masyarakat yang cukup masif disebarkan kepada masyarakat. Kebijakan itu adalah kebijakan mengenai kendaraan listrik. Melalui peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan dan dilanjutkan pada peraturan kementrian perindustrian nomor 27 tahun 2020. Pada peraturan-peraturan ini pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2030 kendaraan listrik untuk mobil berjumlah 2 juta dan penggunaan sepeda motor listrik berjumlah 12 juta unit(Energy, n.d.). Kebijakan ini merupakan jawaban dari permasalahan penggunaan energi minyak yang masih memiliki masalah utama pada penggunaan minyak dalam transportasi. 

Di Jawa Timur sendiri pada tahun 2022 lalu, dilansir pada portal website Dinas Kominfo Jawa Timur. Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 671/85/124.3/2022 tentang penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dan kompor induksi di Jawa Timur. Yang berisi himbauan kepada masyarakat Jawa Timur untuk segera melakukan transformasi ke kendaraan listrik dan kompor induksi. Pada surat edaran ini Pemprov Jatim mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak PLN dalam penyediaan fasilitas. Selain itu dilansir juga dari DDTC News. Jawa Timur menerapkan bebas pajak bagi kendaraan listrik dengan dasar hukum peraturan dalam negeri pasal 10 nomor 6 tahun 2023. 

Dibalik pemerintah terus menggembor-gembor untuk melakukan transformasi ke kendaraan listrik, penyediaan listrik masih jauh darikata ramah lingkungan. Mengingat Indonesia khususnya Jawa Timur masih mengandalkan pembangkit listrik seperti PLTU Paiton yang menggunakan Batu Bara untuk menyuplai sebagian besar kebutuhan energi listrik di pulau Jawa.

PLTU yang masih besar menyuplai kebutuhan energi cukup mengecewakan, hal ini dikarenakan. Batu bara yang menjadi bahan bakar utama menjadi penyumbang emisi yang cukup besar yaitu berjumlah 222,2 Juta ton. Pada data dalam buku Energy Outlook 2022 yang dikeluarkan oleh Dewan Energi Nasional, energi fosil masih mendominasi kebutuhan energi di Indonesia. Pada data tersebut dijelaskan bahwa pada tahun 2021 pasokan utama energi Indonesia berasal dari yang pertama batu bara dengan persentase 37.6%, minyak 33.4%, gas 16.8%,  dan energi terbarukan 12.2%. Berdasarkan hal ini masih cukup dipertanyakan langkah atau upaya pemerintah Indonesia maupun Jawa Timur serius dengan transisi energi secara keseluruhan. 

Secara keseluruhan, terlepas dari kebijakan pemerintah Jawa Timur yang progresif untuk menunjang keberlangsungan transisi energi dan meminimalisir emisi karbon dan fosil seperti hadirnya pembangkit listrik dan himbauan penggunaan kendaraan serta kompor listrik, penggunaan batu bara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik berkontribusi masif terhadap emisi yang dihasilkan, tercatat berjumlah 222,2 juta ton. Energi fosil yang mendominasi dan berkontribusi besar terhadap kebutuhan energi di Indonesia mengindikasikan permasalahan serta kontradiksi dengan upaya pemerintah dalam merealisasikan wacana serta kebijakan seiring berjalannya waktu.

(Visited 216 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?