Malang, PERSPEKTIF – Sebanyak 532 mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) mengundurkan diri dari program Mahasiswa Membangun Desa (MMD) tahun 2023. Hal tersebut diungkapkan Sujarwo, Ketua MMD 2023 dalam acara Sosialisasi dan Penjelasan Program 1000 Mahasiswa Membangun Desa oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik dan jajarannya pada Kamis (13/4) di Gedung Widyaloka UB.
“Karena ada yang mengundurkan diri, maka ada desa yang mungkin digabung. Kuantitasnya tidak sampai seribu tak apa-apa, yang penting bisa dilaksanakan dengan lancar,” ujar Sujarwo (13/4).
Mengenai perpanjangan periode pengunduran diri yang sebelumnya dituntut oleh pihak Organisasi Mahasiswa (Ormawa), Sujarwo menyatakan hal tersebut memberatkan pihak panitia karena akan merubah lini masa yang telah direncanakan.
“Kalau kalian tidak bisa MMD, tak apa-apa. Tapi harus yakin ada penggantinya MMD. Berarti seperti kamu mengambil mata kuliah tapi dapat nilai E. Namun, nilai E tersebut akan diubah saat kamu punya nilai yang baru dengan kegiatan yang lain,” jelasnya di acara yang sama.
Menanggapi hal ini, Lukas Pandu Dewanata selaku Koordinator Desa (Kordes) Mojorejo cukup menyayangkan terkait banyaknya mahasiswa yang mengundurkan diri dari program MMD. Ia juga mengatakan hal tersebut akan berdampak pada jalannya program kerja yang telah disusun oleh setiap kelompok MMD.
“Dampak yang secara langsung adalah desa yang akan dibangun, dimana desa yg akan dibangun akun memiliki jumlah mahasiswa yang semakin sedikit, sehingga pengerjaan proker yang telah disiapkan akan terhambat,” jelasnya (17/ 4).
Selain itu, Lukas berpendapat penggabungan desa yang dicanangkan sebagai satu solusi dari banyaknya mahasiswa yang undur diri dari program MMD ini akan sulit untuk dilakukan.
“Dengan penggabungan desa, lingkup wilayah desa yang akan dibangun oleh mahasiswa akan semakin luas sehingga mahasiswa akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap desa yang akan dibanggunnya. Selain itu, penggabungan desa juga memerlukan biaya yang lebih besar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya,” papar Lukas.
Sementara itu, Salsabela Saihana, Kordes Palem berpendapat jika ada desa yang ingin digabung terkait pengunduran diri 532 mahasiswa, maka sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan melalui diskusi yang matang antara pihak universitas dengan mahasiswa.
“Sebelum mengambil keputusan untuk menggabungkan lokasi MMD, penting untuk mempertimbangkan juga dampaknya baik bagi mahasiswa maupun masyarakat setempat. Misalnya, penggabungan lokasi MMD dapat menyebabkan kesulitan dalam pengelolaan dan koordinasi kegiatan, serta mempengaruhi kualitas dan efektivitas program MMD,” tambahnya.
Salsabela juga menyatakan, perlu dilakukan evaluasi dan analisis mendalam terhadap penyebab mengapa 532 mahasiswa mengundurkan diri dari MMD. Jika masalah yang dihadapi oleh mahasiswa berkaitan dengan penempatan di desa tertentu, maka pihak universitas harus mempertimbangkan penggabungan lokasi yang akan dilakukan sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mahasiswa.
“Hal tersebut dapat membantu mengurangi kemungkinan konflik atau ketidaknyamanan yang terjadi di kemudian hari,” tuturnya. (yn/gra/los/uaep)