Malang, PERSPEKTIF – Aliansi Suara Rakdjat (ASURO) menggelar aksi “Indonesia Darurat Keadilan: Tolak Cipta Kerja Ugal-Ugalan, Rakyat Bangkit Melawan!” pada Senin (3/4). Bertempat di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, unjuk rasa ini dilakukan untuk mengkritik pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 21 Maret lalu. ASURO juga turut menyuarakan isu-isu lokal seperti Tragedi Kanjuruhan dan Penangkapan Petani Pakel, Banyuwangi.
Salah seorang massa aksi, Rafly, menuturkan beberapa produk hukum bermasalah yang disahkan oleh pemerintah saat ini. Misal, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Mineral dan Batubara (Minerba), UU Ibu Kota Negara (IKN), serta UU Cipta Kerja (Ciptaker).
“Sangat mengecewakan ketika mereka berkata tuan mereka adalah rakyat, tetapi ternyata ketua umum partai politik mereka sendiri,” ungkap Rafly dalam orasinya.
Tri Rapiq Laoga, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB), menjelaskan mengenai penurunan indeks demokrasi dan minimnya partisipasi publik pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Sejak periode kedua Joko Widodo, kita mengalami penurunan indeks demokrasi seperti revisi UU KPK pada 2019. Lalu ada UU Cipta Kerja tahun 2020, kemudian Minerba dan yang terakhir pengeluaran Perpu Cipta Kerja oleh presiden,” jelasnya.
Tri bersama massa aksi juga menghendaki semua fraksi di DPRD Kota Malang untuk hadir di tengah-tengah mereka dan berbicara dengan hati yang terbuka.
“Harapannya, jika ada kekeliruan dari pemerintah, saya harapkan dapat disampaikan dengan cara damai dan kooperatif. Para anggota dewan dari semua fraksi dapat mendengarkan kami,” tambahnya.
Selain mengangkat isu nasional seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, revisi UU KPK, dan perbaikan institusi Polri, ASURO juga menyampaikan beberapa tuntutan ihwal isu-isu lokal seperti:
- Mendesak majelis hakim yang menangani Tragedi Kanjuruhan untuk menjatuhkan putusan seberat-beratnya dan seadil-adilnya kepada terdakwa pada tahap banding dan kasasi.
- Mendesak PSSI untuk merevisi SOP atas keamanan sepak bola.
- Mendesak pemerintah untuk mencabut hak guna usaha PT Bumisari terkait kriminalisasi dan perampasan lahan petani Pakel.
- Mendesak Kapolda Jatim untuk membebaskan tiga petani Pakel yang dikriminalisasi.
Poin-poin tuntutan tersebut akhirnya ditanggapi oleh Ketua DPRD Malang, I Made Riandiana Kartika. Ia berkata menerima aspirasi massa aksi dan akan segera menindaklanjuti dengan menyampaikan hal tersebut ke DPR RI serta instansi terkait.
“Kami menerima aspirasinya dan akan menindaklanjuti tuntutan dari teman-teman mahasiswa ke fraksi-fraksi yang ada di pusat. Kemudian ke instansi-instansi yang dianggap perlu untuk mengetahui tuntutan teman-teman mahasiswa,” ucapnya. (js/mag/gra)