Lompat ke konten

Proyek Kampus jadi Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan dan Korupsi

Para narasumber dalam diskusi publik dan diseminasi riset (PERSPEKTIF/Adimas)

Malang, PERSPEKTIFMalang Corruption Watch (MCW) melakukan diskusi publik dan diseminasi riset yakni “Perguruan Tinggi Rawan Korupsi: Bagaimana Kondisi di Malang Raya?” di Kedai Kopi Kalimetro Kota Malang pada Jumat (24/3).  Diskusi ini dilakukan karena kasus korupsi di sektor pendidikan semakin meluas tak terkecuali di Malang Raya dengan catatan banyaknya proyek pengadaan barang dan jasa menjadi potensi penyalahgunaan. Dalam diskusi menghadirkan Diana Almira Serafina sebagai Relawan MCW, Dhia Al-Uyyun sebagai Akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Ahmad Adi Susilo sebagai Koordinator Badan Pekerja MCW. 

Diana menuturkan bahwa intelektual perguruan tinggi semakin menyusut dilihat dari terjeratnya sejumlah pimpinan-pimpinan kampus dengan kasus korupsi yang membenarkan bahwa kekuasaan sangat erat kaitannya dengan perilaku korupsi. 

“Kenapa kasus korupsi di perguruan tinggi kebanyakan di bagian pengadaan barang dan jasa? Mungkin salah satunya sekarang tren universitas itu bagus bagusan gedung, nah itu bisa jadi belanja belanja pemborosan yang sebenarnya bisa dialokasikan buat kegiatan mahasiswa dijadikan gedung,” tuturnya. 

Ia juga menambahkan ada beberapa aktor yang rentan melakukan tindakan korupsi pengadaan barang dan jasa di perguruan tinggi yakni rektor, pembantu rektor, panitia pengadaan (ketua, sekretaris, bendahara), dan pejabat pembuat komitmen. 

Sejalan dengan itu, Dhia juga menjelaskan perihal penurunan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) di Indonesia, permasalahan utama dari korupsi di perguruan tinggi, potensi dari tindak kejahatan, kemudian skema korupsi di kampus berawal dari penyalahgunaan anggaran, monopoli, hingga manipulasi kontrak serta dana hibah.

“Permasalahan utama dalam korupsi di lingkup kampus ini adalah pencitraan, adanya upaya-upaya untuk mempertahankan dinasti politik dalam kampus, terdapat juga regulasi transaksi, serta budaya dalam universitas,” ucapnya. 

Potensi korupsi di kampus juga dapat berupa banyak hal seperti obral gelar dan jabatan, eksploitasi mahasiswa, melambungnya harga Uang Kuliah Tunggal (UKT), praktik jual beli nilai serta permainan joki kampus, dan lain sebagainya.

Terakhir, Ahmad Adi Susilo mengatakan praktik perjokian dalam dunia kampus merupakan dampak dari orientasi mahasiswa yang tidak lagi berfokus pada pendidikan. Ditambah beberapa faktor seperti proyek dari pemerintah pusat salah satunya adalah program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) dan pengesahan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) khususnya di Malang. 

“Tren pengadaan barang dan jasa ini akar permasalahannya tetap ada selama ‘patronase dan ‘klientelisme’ tetap saja dipelihara. Jadi, meskipun ide-ide good governance, kemudian keterbukaan informasi, partisipasi, upaya digitalisasi itu tidak menjawab akar permasalahan,” ujarnya. 

Adi juga mengkritik pengadaan barang dan jasa yang hanya menambahkan celah untuk terjadinya korupsi akibat semakin berjenjang nya petugas pengadaan. Misalnya kuasa pengguna anggaran yakni rektor, yang ada campur tangan kontraktor dan lainnya. pada pengguna anggaran. Petugas pengadaan yang sangat berjenjang justru akan semakin membuka potensi korupsi, termasuk perguruan tinggi.(uaep/mag/as/los)

(Visited 330 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?